Tolak Ajukan Banding, Pengacara Petani Tumbak Dianggap Aneh

Petani asal Tumbak, Robertus Hama dan Adrianus Rusli (Foto: Floresa/Ardy Abba)
Petani asal Tumbak, Robertus Hama dan Adrianus Rusli (Foto: Floresa/Ardy Abba)

Jakarta, Floresa.co – Antonius Jeramun, pengacara 2 petani asal Kampung Tumbak yang divonis penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Ruteng mengatakan, tidak mau mengajukan banding, meski vonis tersebut mengacu pada delik yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam wawancara dengan Floresa, Sabtu malam (27/7/2014), Jeramun beralasan, hukuman yang dijalani Rikardus Hama dan Adrianus Rusli – petani asal Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur itu – sudah terbilang ringan.

“Kalau kita ajukan banding, maka kemungkinan hukumannya akan lebih berat. Makanya kita terima saja hukumannya sekarang”, kata dia.

Ia menjelaskan, Rikardus dan Adrianus tinggal menjalani hukuman hingga 5 Agustus mendatang, berhubung vonis mereka 3 bulan penjara dipotong masa kurungan, sejak 5 Mei lalu. (Baca: 2 Petani Tumbak Dipenjara, Hakim PN Ruteng Mengacu Pada Delik yang Sudah Dicabut MK)

Jeramun mengaku tidak mengajukan protes pada hakim saat pembacaan vonis meski delik yang didakwa sudah dicabut MK, karena dirinya belum mengetahui perihal pencabutan delik tersebut.

“Saya baru tahu dari Anda soal itu. Saya juga belum baca seperti apa putusan MK tersebut”, katanya.

Floresa pun menjelaskan soal pencabutan delik itu, terkait “perbuatan tidak menyenangkan” yang terdapat dalam Pasal 335 ayat 1 KUHP, karena MK beralasan, penafsirannya akan subjektif. Floresa juga memberi informasi bahwa putusan tersebut sudah diumumkan MK pada 16 Januari 2014 dan bisa diakses bebas di situs resmi MK.

Setelah mendapat penjelasan demikian, Jeramun mengatakan akan mengecek lebih lanjut, namun tetap bersikeras, bahwa dirinya tidak akan mengajukan banding. (Baca juga: Tiga Hakim PN Ruteng Harus Dicopot)

Floresa sempat bertanya, bukankan dengan tidak mengajukan banding sementara ia sendiri sudah tahu bahwa delik tersebut sudah dicabut, maka ia sama saja menyetujui sebuah putusan yang tidak sah, lagi-lagi Jeramun tetap beralasan sama.

“Kita tidak bisa menjamin bahwa banding membuat mereka bebas. Ikuti saja yang sekarang. Paling warga akan bebas sebentar lagi”, katanya.

Jawaban Jeramun membuat sejumlah pihak mengaku heran.

“Kok aneh sekali. Masa alasannya demikian. Bukankah ketika ia tahu, bahwa delik tersebut sudah dicabut, ia harus banding karena para petani didakwa dengan delik bermasalah”, kata Irvan Kurniawan dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Manggarai Timur (HIPMMATIM), yang pada awal pekan ini datang ke Tumbak untuk ikut mendampingi warga.

Ia menjelaskan, kalaupun Jeramun tidak tahu saat persidangan bahwa pasal tersebut sudah dicabut, maka seharusnya setelah ia tahu, ia harus berani nyatakan bahwa hakim keliru.

“Justeru ketika ia tidak mau nyatakan banding, sulit untuk tidak mengatakan bahwa si pengacara tidak tulus membela petani”, jelasnya.

Seharusnya, kata Irvan, yang ia lakukan adalah mencari keadilan.

“Para petani adalah korban ketidakadilan. Mereka diperlakukan semena-mena oleh pengadilan. Seharusnya sebagai pngacara ia membantu para petani”, jelasnya.

Melky Nahar dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT menambahkan, persoalannya saat ini, bukan hanya sekedar lamanya hukuman sebagaimana yang menjadi pokok alasan Jeramun, tapi bagaimana para petani mendapatkan keadilan.

“Alasan bahwa lebih baik menerima vonis itu karena ringan sangat tidak masuk akal. Saya jadi heran dengan pengacara ini”, kata dia.

Penuntasan kasus ini, kata dia, merupakan bagian dari upaya mereformasi performa penegak hukum.

“Justeru kalau hal ini dibiarkan, maka di masa mendatang, akan terjadi lagi. Jeramun harusnya segera siapkan upaya banding,” katanya.

Ikuti terus info kasus tambang Tumbak dalam topik: Prahara Tambang Tumbak

 

 

spot_img

Artikel Terkini