NTT Dimekar Jadi Tiga Provinsi, Pengamat: Itu Mustahil!

Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng

Floresa.co – Akhir-akhir ini wacana pemekaran Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mengemuka. Wacana yang muncul menginginkan NTT dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Provinsi Flores, Provinsi Sumba dan Provinsi NTT. Perjuangan yang cukup serius adalah pembentukan Provinsi Flores yang digerakan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Panitia Persiapan Pembantukan Provinsi Flores (P4F).

P4F diketuai oleh Bupati Ngada Marianus Sae yang saat ini masih berstatus sebagai tersangka kasus blokir Bandara Turelelo-Soa. Sementara Sekertarisnya adalah Adrianus Jehamat.

Menanggapi upaya pemekaran ini, pengamat Otonomi Daerah yang sekaligus Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, langkah pemekaran NTT menjadi tiga provinsi sangat mustahil minimal untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan. Menurutnya, pemerintah pusat sedang berupaya mengerem laju pembentukkan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang selama ini dinilai tidak berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Mustahil NTT dimekarkan menjadi tiga provinsi. Apalagi pemekaran provinsi NTT tidak terdapat dalam Desain Besar Penataan Daerah (Desertada) sampai 2025 yang menjadi rujukan pemerintah melakukan pemekaran daerah baru,” ujar Endi saat dihubungi Floresa.co, Sabtu (8/11/2014).

Dia mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah membuat Desertada periode 2010 sampai 2025. Dalam Desertada itu, Indonesia akan memiliki 44 provinsi dan 541 kabupaten atau kota hingga tahun 2025, meningkat dari keadaan saat ini, di mana hanya terdapat 34 provinsi dan 508 kabupaten atau kota.

“Apalagi, Provinsi NTT tidak termasuk dalam usulan 87 DOB yang ditangguhkan pembahasannya oleh DPR Periode 2009-2014. Usulan DOB ini harus sesuai dengan Desertada,” jelasnya.

Endi juga mengungkapkan, pemekaran Provinsi  NTT menjadi tiga provinsi semakin sulit dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada 23 September 2014. Salah satu pasal yang disepakati dalam RUU tersebut adalah mekanisme pengusulan daerah otonomi baru (DOB).

“Semangat tersembunyi dengan pemberlakukan UU Pemda yang baru sebenarnya mengendalikan laju DOB yang berdasarkan evaluasi pemerintah tidak terlalu berdampak positif untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.

Dalam UU Pemda baru ini, lanjutnya, syarat pembentukkan DOB diperketat. Dia menguraikan dua perubahan substansial dalam UU Pemda baru, yakni, pertama, pengusulan DOB hanya melalui satu pintu, yaitu pemerintah, dalam hal ini Kemendagri. Hal kedua, kata Endi, daerah yang diusulkan untuk pemekarantidak langsung menjadi DOB, tetapi akan menjadi daerah persiapan.

“Usulan DOB tidak bisa lagi melalui DPD dan DPR, tetapi harus melalui Kemendagri dan itu tidak mudah,”tuturnya.

“Kita boleh berjuang membentuk DOB baik untuk tingkat kabupaten atau kota maupun provinsi, tetapi tetap harus melihat dinamika politik nasional dan peraturan yang ada sehingga kita tidak berjuang untuk sesuatu yang mustahil dan menutup mata terhadap persoalan-persoalan yang ada di NTT,” lanjutnya. 

Sebelumnya, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengatakan, mekanisme pengajuan daerah pemekaran berlangsung satu pintu di Kemendagri. Pintu usulan melalui DPD dan DPR, kata dia, sudah ditutup.

Usulan yang masuk ke Kemendagri akan dikaji mulai dari aspek administrasi, fisik wilayah, dan syarat teknis.Selain itu, juga akan dilakukan pengkajian terkait persoalan dana, cakupan wilayah dan sengketa batas, kelembagaan, badan kepegawaian serta keuangan.

Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, jelasnya, pemerintah akan menolak usulan daerah pemekaran yang diajukan. Namun, jika memang memenuhi persyaratan, daerah tersebut akan ditetapkan menjadi daerah persiapan melalui peraturan pemerintah (PP). Daerah persiapan ini sendiri akan berlangsung selama tiga hingga lima tahun. 

Selama masa persiapan, statusnya menjadi kota/kabupaten administratif, begitupun untuk provinsi, akan menjadi provinsi administrastif.

Kepala daerahnya pun, kata dia, disebut kepala daerah administratif yang ditunjuk oleh pemerintah. Dalam jangka waktu persiapan tersebut, jelas Djohermansyahtidak akan dibentuk lembaga DPRD. (TIN/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini