Pak Gubernur, Kok Kabur?

Detik-detik saat Gubernur NTT Frans Lebu Raya kabur dari kantor berhasil direkam kamera anggota Formaya. Ia memilih lari dari kesempatan untuk bertemu mahasiswa yang hendak beraudiensi terkait masalah privatisasi Pantai Pede. (Foto: dok. Formaya)
Detik-detik saat Gubernur NTT Frans Lebu Raya kabur dari kantor berhasil direkam kamera anggota Formaya. Ia memilih lari dari kesempatan untuk bertemu mahasiswa yang hendak beraudiensi terkait masalah privatisasi Pantai Pede. (Foto: dok. Formaya)

Beberapa hari lalu, tepatnya, Kamis (6/11/2014), mahasiswa di Kupang yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Manggarai Raya (Formaya) menggelar unjuk rasa di depan kantor Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Mereka mendesak Lebu Raya  mencabut izin privatisasi Pantai Pede, di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar).

Namun, apa yang terjadi, Lebu Raya bermain kucing-kucingan dengan mahasiswa. Gubernur yang separtai dengan Presiden Joko Widodo ini, memilih kabur dari kantornya ketika hendak ditemui oleh perwakilan mahasiswa.

Aksi ini menimbulkan pertanyaan dalam benak publik. Kalau pembuatan MoU antara Pemda NTT dan PT Sarana Investama Manggabar berlandaskan pada aturan hukum yang jelas dan dalam spirit mensejahterakan rakyat NTT, khususnya Mabar, mengapa Anda kabur Pak Gubernur? Pak Gubernur tampaknya melempar batu sembunyi tangan.

Kami yakin, Pemda NTT sadar bahwa ruang publik – seperti Pantai Pede, harus menjadi milik pemerintah. Artinya, pemerintah memiliki hak penuh mengelola sebuah kawasan tetapi tetap untuk kepentingan publik. Hal ini bertujuan untuk menghindari berbagai macam bentuk komersialisasi oleh pihak swasta. Dengan demikian, ruang publik tersebut dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat secara cuma-cuma.

Namun, penandatangani MoU ini mempertontonkan secara vulgar kepada publik bahwa Pemda NTT mengingkari dan mengkhianati kesadarannya sendiri. Lagi pula, menyimak alasan penolakan privatisasi Pantai Pede oleh Gerakan Masyarakat Selamatkan Pantai Pede dan Pulau-Pulau (Gemas P2), tampak jelas bahwa Pantai Pede adalah aset milik Pemda Manggarai Barat. Di sini, Pemda NTT mementaskan sebuah arogansi kekuasaan karena sudah bertindak di luar batasan kewenangannya.

Karena itu, langkah Gemas P2 menyurati Gubernur dan DPRD NTT patut diapresiasi. Ini sebuah langkah elegan dan rasional, sesuai dengan kapasitasnya sebagai masyarakat sipil. Namun, Pemda Manggarai Barat  sebagai pihak yang berhak atas Pantai Pede, seharusnya berjuang tidak sebatas kata “sepakat” dengan masyarakat. Sudah saatnya, Pemda Mabar melakukan aksi konkrit, seperti mengambil jalur hukum, untuk menuntaskan persoalan privatisasi Pantai Pede.  Kalau tidak, Pemda Mabar sama saja dengan Pak Gubernur NTT yang bermain kucing-kucingan dengan rakyatnya. (Redaksi)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini