Deno Jelaskan Maksud Melarang STKIP Berperan Dalam Politik

Wakil Bupati Manggarai, Deno Kamelus
Wakil Bupati Manggarai, Deno Kamelus

Ruteng, Floresa.co – Wakil Bupati Manggarai Deno Kamelus yang beberapa waktu lalu menyampaikan pernyataan kontrovesi terkait larangan agar STKIP Ruteng tidak mengambil peran dalam bidang politik, memberi penjelasan terkait maksud di balik pernyataannya itu.

Penjelasan Deno merupakan tanggapan terhadap pertanyaan mahasiswa saat Deno hadir sebagai pemateri pada acara rekonsiliasi gerakan mahasiswa STKIP di Susteran Wae Lengkas Ruteng, Minggu (30/11/2014).

Deno yang mengutip UU Perguruan Tinggi No 12 tahun 2012 menjelaskan, “tugas kampus berada di barisan terdepan untuk melaksanakan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat”.

“Organisasi kampus memiliki tempat dalam konteks itu”, jelasnya.

Salah seorang mahasiswa STKIP mempersoalkan pernyataan Deno, yang seolah-olah mengingatkan agar kampus tidak boleh terlibat dalam politik.

“Mengapa kampus tidak boleh terlibat dalam politik?,” tanya mahasiswa itu.

Menjawabi pertanyaan itu, Deno mengatakan, berpolitik adalah hak asasi setiap warga negara dan tidak ada larangan untuk menggunakan hak itu.

“Hanya saja, berpolitik karena digiring demi kepentingan praktis tidak cocok untuk sebuah lembaga tinggi yang mestinya memiliki kajian kritis”, kata Deno.

Ia mengatakan, dirinya mengakui bahwa mahasiswa merupakan elemen penting dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia.

Deno berharap mahasiswa tetap berada di garda depan dalam memperjuangkan kebaikan bersama.

“Ketika organisasi mahasiswa memperjuangkan hal yang benar, demi kesejahteraan masyarakat dan masa depan bangsa, dan menjalankannya dengan jujur dan konsekuen, maka organisasi itu diakui dan didukung oleh masyarakat”, ungkap Deno.

“Maka di sini militansi memperjuangkan tujuan organisasi menjadi mutlak”, lanjutnya.

Mahasiswa STKIP yang hadir dalam acara di Susteran Wae Lengkas Ruteng, Minggu (30/11/2014). (Foto: Floresa/ADB)
Mahasiswa STKIP yang hadir dalam acara di Susteran Wae Lengkas Ruteng, Minggu (30/11/2014). (Foto: Floresa/ADB)

Sebelumnya, Deno pernah ramai dikecam terkait pernyataannya yang melarang STKIP Ruteng memainkan peran politik.

“Tidak boleh memainkan peran politik di kampus ini. Sebab, itu di luar amanah UU tersebut,” kata Deno, saat memberi sambutan pada acara wisuda 1.034 lulusan STKIP, Sabtu 8 November lalu.

Selain dicecar di media sosial Facebook, Deno juga dikecam oleh mantan aktivis STKIP serta warga Manggarai di diaspora.

Vito Dandung, mantan aktivis mahasiswa STKIP tahun 2003-2008 mengatakan kepadaFloresa.co, sepertinya Deno sudah terjebak dalam politik praktis yang anti kritik.

“Dia lupa kalau dia dulu adalah akademisi dari dunia kampus dan pasti memberikan sumbang saran atau kritik terhadap situasi politik”, katanya.

Vito menambahkan, kalau kampus atau mahasiswa terlibat dan peduli dengan kondisi politik  di Manggarai, itu artinya kampus atau mahasiswa sedang menjalankan fungsi pengabdian.

Ia mengatakan, dirinya sangat mendukung sepenuhnya setiap gerakan STKIP yang membawa pencerahan politik bagi masyarakat Manggarai.

“Terutama untuk mengkritisi setiap kebijakan Pemda yang tidak populis,” kata mantan Sekjen Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) ini.

SementaraEdi Danggur, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta menilai, dengan mengatakan demikian, Deno sedang menegasi arti mendasar dari politik, yang pada hakikatnya merujuk pada upaya mencapai kesejahteraan umum.

Padahal, kata dia, mengambil peran dalam politik merupakan hak dan kewajiban konstitusional bagi setiap warga negara, termasuk mahasiswa.

“Sebab tujuan kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah mewujudkan kesejahteraan umum itu”, kata Edi kepada Floresa.co, Rabu, 12 November 2014. (ADB/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.