[Kaleidoskop dan Proyeksi] Ketika Fulus Mengalir ke Desa, Waspadai Penyimpangan

 

uu desa

Floresa.co menghadirkan laporan khusus berupa kajian dan proyeksi terhadap isu-isu yang sudah, sedang dan akan dihadapi masyarakat Flores khususnya dan NTT umumnya. Kajian ini yang dilaporkan berseri merupakan hasil kerja sama tim riset Floresa.co.

 

Floresa.co – Tahun 2014 sudah berlalu dan kita melangkah ke tahun 2015. Salah satu regulasi penting yang terbit selama tahun 2014 adalah UU No 6 tahun 2014 tentang Desa yang diundangkan pada 15 Januari 2014.

UU ini diantaranya mengamanatkan adanya dana untuk desa yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan pasal 72 ayat (1) huruf d, alokasi dana desa merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota.

Setelah menerbitkan peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2014 pada 21 Juli 2014, pemerintah dalam APBN 2015 mulai menganggarkan alokasi dana untuk desa. Total yang dianggarakan adalah sekitar Rp 9 trilun.

 

Namun, pemerintah pusat berencana menaikan alokasi dana untuk desa ini dalam APBN-Perubahan 2015 menjadi sekitar Rp 20 triliun. Tambahan ini terjadi karena adanya efisiensi anggaran Negara sebesar Rp 230 triliun setelah pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 18 November 2014 lalu.

Dengan adanya tambahan alokasi dana desa tersebut, secara rata-rata setiap desa di seluruh Indonesia akan mendapatkan dana sebesar Rp 750 juta dari APBN pada tahun 2015. Jumlah yang tidak sedikit untuk ukuran desa-desa di Flores.

Belum lagi dana perlindungan sosial yang juga diperkirakan akan mengalir deras pada tahun 2015 sebagai kompensasi kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak.

Adanya fulus yang mengalir ke desa ini diharpakan membuat roda perekonomian di desa berputar kencang. Infrastruktur dasar dibangun seperti air bersih, fasilitas kesehatan, irigasi, serta jalan raya yang lebih baik.

Pembangunan infrastruktur ini diharapkan juga bisa menciptakan lapangan kerja di desa sehingga orang-orang di Flores tak lagi tergoda untuk menjadi tenaga kerja di Malaysia. Singkatnya, dana desa ini diharapakan bisa mengatasi berbagai problem sosial ekonomi yang selama ini membelit desa-desa di Flores, seperti kemiskinan dan pengiriman tenaga kerja ilegal ke luar negeri.

Tetapi di balik sejumlah harapan itu, ada juga kecemasan. Dana yang besar itu bukan tak mungkin rawan penyalagunaan baik sengaja maupun tak sengaja karena rendahnya kapasitas aparat desa.

Memang saat ini, banyak aparat desa di Flores yang berpendidikan tinggi bahkan ada yang berlatar belakang sarjana. Dengan pelatihan manajemen pengelolaan keuangan, diharapakan para aparat desa ini makin cakap menggunakan dana desa itu.

Tapi problemnya adalah ketika integritas tak ada. Tak bisa dimungkiri, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sudah merasuk ke berbagai lapisan pemerintahan mulai dari pusat hingga ke level rukun tetangga (RT).

Karena itu, bukan tak mungkin dana desa ini membawa ekses negatif berupa menjamurnya praktik koruspsi, kolusi dan nepotisme. Dampak ikutannya pun bisa terjadi, misalnya konflik sosial di antara masyarakat. Ujung-ujungya, kehidupan masyarakat desa yang tentram menjadi penuh nuansa konflik.

Jadi, dana desa ini berpotensi membuat masyarakat desa makin sejahtera tetapi juga memunculkan ekses negatif berupa korupsi, kolusi dan nepotisme serta konflik sosial di masyarakat. (ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini