[Kaleidoskop dan Proyeksi] Pemberian Pajero Sport: Karena Murah Hati atau Untuk Barter Kasus?

Pajero

Floresa.co menghadirkan laporan khusus berupa kajian dan proyeksi terhadap isu-isu yang sudah, sedang dan akan dihadapi masyarakat Flores khususnya dan NTT umumnya. Kajian ini yang dilaporkan berseri merupakan hasil kerja sama tim riset Floresa.co.

Floresa.co – Sepanjang tahun 2014, juga tahun sebelumnya, pemberitaan soal dugaan korupsi di Manggarai Timur (Matim) sangat hangat. Pemerintahan Matim di bawah periode pertama kepemimpinan Bupati Yoseph Tote dilaporkan ke Polres Manggarai  dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi 21 miliar dana APBD Perubahan 2012.

Kasus ini yang dilaporkan Fraksi PDIP DPRD periode 2009-2014 sudah diselidiki pihak Polres. Temuannya: tidak ada kerugian negara, meski sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTT, terdapat sejumlah praktek manipulasi oleh Pemda Matim, misalnya lewat proyek-proyek fiktif.

Kesimpulan hasil penyelidikan polisi itu, muncul bersamaan dengan mengemukanya polemik terkait pemberian mobil mewah merek Pajero Sport ke Polres Manggarai.

Pertanyaan pun muncul, ada apa dibalik mobil seharga 400-an juta itu?

Banyak aktivis, termasuk kalangan mahasiswa, menegaskan, korupsi 21 miliar dan pemberian Pajero Sport adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Media pun menduga ada konspirasi di balik pemberian mobil itu. Lantas, para wartawan di Ruteng, berupaya minta penjelasan polisi, tentang: untuk apa mobil itu, apakah bentuk konspirasi, dan seterusnya.

Niko Martin, aktivis antikorupsi yang juga mantan anggota DPRD Matim periode 2009-2014 serta Irvan Kurniawan, Ketua Himpunan Mahasiswa Manggarai Timur (Hippmatim) Kupang menduga, Pejero Sport adalah gratifkasi.

“Polres Manggarai adalah penyidik dalam kasus dugaan korupsi 21 miliar di Matim. Lalu, Pemda Matim memberikan mobil mewah kepada Polres Manggarai. Apakah ini bukan sebuah gratifikasi?” kata Irvan kepada Floresa.co, Senin, (29/12/14).

Dugaan itu seakan terkonfirmasi, ketika Kapolres Manggarai, M Ischaq Said marah-marah saat diwawancarai sejumlah wartawan pada akhir Desember. Ia bahkan mencap wartawan menyampaikan berita kacangan.

Bentuk konfirmasi atas dugaan itu tidak hanya bisa dibaca dari respon Kapolres, tetapi juga dari jawaban para pejabat di Matim. Misalnya saja, Kabag Umum, menyebut mobil itu sebagai hibah, lalu Sekda mengatakan dengan tegas, itu bukan hibah tetapi pinjam pakai. Sementara, Tote menyebut itu sebagai pemberian.

Pengadaan mobil itu memang sejak awal bermasalah dan tampaknya memang punya maksud lain. Tote juga mengklaim, pengadaan Pejero Sport sudah dibahas di DPRD. Tetapi, sejumlah wakil rakyat Matim, baik yang masih menjabat maupun yang tidak lagi menjabat, mengakui, hal itu tidak pernah dibahas di DPRD.

“Tidak ada anggaran untuk pembelian mobil berjenis Pajero Sport seharga Rp 400 juta untuk diberikan kepada Polres Manggarai. Yang pernah dibahas oleh tim anggaran di perubahan anggaran, yaitu pembelian tiga unit mobil untuk tiga pimpinan DPRD yang baru,” kata John Nahas, mantan ketua DPRD Matim periode 2009-2014.

“Saya mau tanya, apakah Yosep Tote pernah ikut rapat di Komisi A membahas soal Mobil Pajero yang diberikan kepada Polres Manggarai?” demikian menurut Niko Martin.

Anggota DPRD Periode 2014-2019, Mensi Aman dan Yeremias Dupa pun mengatakah hal serupa. Mereka mengaku tidak tahu soal pengadaan mobil itu.

Hal lain yang menjadi pertimbangan, kepolisian adalah institusi vertikal yang dihidupi oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bukan oleh institusi lain, seperti Pemda. Maka, kebaikan hati Pemda Matim dengan memberikan Mobil Senilai 400 juta-an kepada Polres Manggarai patut untuk terus ditelusuri motifnya.

Pengadaan mobil itu juga mengindikasikan ketidakberpihakan Pemda Matim pada kepentingan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas. Membeli mobil mewah untuk sebuah isntitusi yang masih punya banyak mobil yang parkir di garasi, menunjukkan pemerintah yang memang tidak punya posisi etis.  Bagaimana mungkin, pengadaan mobil itu bisa diterima begitu saja, padahal, masyarakat Matim masih butuh jalan yang memadai, air untuk kebutuhan harian, listrik untuk penerangan, dan lain sebagainya. Alangkah baiknya bila uang untuk pengadaan Mobil Pajero Sport dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kasus ini, memang tidak bisa didiamkan begitu saja. Tahun 2015, masih butuh kontrol ekstra ketat publik terhadap kinerja Pemda Matim dan juga penegak hukum. Kasus pemberian mobil Pajero Sport adalah salah satu yang mesti dikawal..

Korupsi, terutama yang terjadi di lembaga pemerintahan (ekekutif) akan kian ganas ketika tidak ada elemen lain yang memberi kontrol atasnya. Cypri Jehan Paju Dale (2013) menyebut, saat ini korupsi sudah semacam bagian dari menjadi elit. Karena kalau tidak korup, maka para elit itu akan tetap menjadi orang biasa-biasa saja.

Dalam kasus Mobil Pajero, membaca itu sebagai bagian dari upaya menyelamatkan praktek dugaan korupsi tampaknya lebih logis, dibanding memahaminya sebagai bagian dari kemurahan hati Pemda Matim. (ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini