DPRD Jember: Harus Perawan dan Perjaka, Syarat Agar Lulus UN

Ilustrasi
Ilustrasis 

Floresa.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Jawa Timur (Jatim) membuat kontroversi dengan mengusulkan adanya tes keperawanan dan keperjakaan sebagai salah satu syarat kelulusan bagi siswa-siswi SMP dan SMA di kabupaten itu.

Usulan ini disampaikan Komisi D DPRD Jember saat rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan, Rabu (4/2/2015) lalu.

DPRD Jember rencananya akan membuat Raperda Akhlakul Karimah, yang salah satu isinya adalah keperawanan dan keperjakaan menjadi syarat kelulusan.

Alasan usulan tersebut, kata mereka, karena di Jember siswa-siswi SMP dan SMA sudah banyak yang melakukan hubungan seksual di luar nikah.

“Yang membuat tercengang lagi mereka itu telah berhubungan beberapa kali dengan pasangan yang berbeda,” ujar Habib Isya, anggota Komisi D DPRD Jember seperti dilansir  Detik.com, akhir pekan lalu.

Politisi dari Partai Hanura ini menegaskan, pihaknya berusaha membentengi generasi penerus agar tidak semakin rusak.

“Apalagi Menteri Sosial kemarin juga menyatakan jika saat ini Indonesia dalam situasi darurat pornografi, ini yang membuat pemikiran kita kuat kearah sana,” tambahnya.

Selain itu menurut Habib, juga diperkuat dengan data dari Rumah Sakit di Jember, dimana sejak 2006 pengidap HIV/AIDS mencapai 1.200 orang, 10 % diantaranya pelajar dan mahasiswa.

“Butuh upaya agar anak-anak kita bisa kita lindungi dan Jember harus berani memunculkan suatu upaya untuk menyelamatkan anak-anak kita,” tandasnya.

Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) Jember meminta agar Komisi D meninjau ulang hal tersebut, karena jika perda itu diterapkan, bisa berdampak pada situasi psikologi pada siswa-siswi.

“Saya harap usulan raperda terkait keperawanan sebagai syarat kelulusan ditinjau lagi. Kasihan pada siswa jika itu kemudian diterapkan,” kata Kepala Kemenag Rosadi Bahar.

Dampak yang akan terjadi jika raperda itu dilakukan, menurut Rosadi, bisa menyebabkan siswi tertekan, hingga mempengaruhi konsentrasi belajar.

Untuk itu, ia meminta agar reperda Akhlakul Karimah dikaji ulang.

“Ayo bersama-sama membahas itu sebelum menjadi raperda,” pungkasnya.

Usulan DPRD Jember ini juga ditentang oleh psikolog, salah satunya, Herlina Harsono Njoto, alumni S2 Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.

Ia menjelaskan, jika tes ini diberlakukan, siswa-siswi bisa saja hilang konsentrasi belajar, takut hasil tes salah, dan akhirnya nilai akademik jelek.

“Padahal tes belum dijalani, siswa sudah terbebani secara psikologis,” kata Herlina.

Ia mengingatkan, tes ini akan membuat siswa yang benar-benar masih perawan dan perjaka merasa terlecehkan. Sedangkan yang sudah tidak perawan dan perjaka bisa menempuh banyak cara supaya hasil tes bisa dimanipulasi.

Celah jual-beli hasil tes bisa dimanfaatkan oknum.

“Untuk mutasi siswa antarsekolah saja bisa menjadi celah bagi oknum sekolahan mengambil keuntungan, apalagi yang seperti ini,” sebut Herlina yang juga ketua Komisi A DPRD Surabaya ini.

Kalau hasil tes keliru, kata Herlina, secara agama ini bisa masuk kategori fitnah.

“Misalkan siswa masih perawan atau perjaka, terus hasil menyebut sebaliknya, tentu ini menjadi beban siswa dan orangtua. Dari segi agama, ini bisa jadi sebagai fitnah tidak langsung,” sebut ibu tiga anak ini.

Herlina juga mengingatkan tidak semuanya siswi yang tidak perawan karena sudah melakukan hubungan layaknya suami istri (Pasutri).

Bisa saja robeknya selaput dara lantaran olahraga ekstrim atau pemicu lain.

“Prinsipnya, saat akan maupun sesudah dilakukan (tes) tetap tidak menguntungkan bagi siswa secara psikologis,” tegasnya. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini