Ternak Warga di Sumba Barat Terus Dirampok, Polisi Diduga Lakukan Pembiaran

polisiFloresa.co – Kejadian miris dialami warga di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana hewan ternak mereka menjadi korban perampokan sejumlah oknum.

Tak tanggung-tanggung, berdasarkan laporan sementara yang diterima Floresa.co dari Frans Namang, Sekertaris Jenderal Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan (LKAK), terdapat 90 ekor ternak, seperti kerbau, sapi, kuda, kambing dan babi milik warga Desa Desa Lingo Lango, Kecamatan Tanarighu yang digasak maling.

Kasus ini awalnya terjadi pada Oktober 2014 lalu. Menurut pengakuan Yulianus Umbu Pati (30), jumlah hewan yang hilang terus bertambah, karena dalam beberapa hari terakhir kasus perampokan masih terjadi.

“Beberapa hari lalu, terjadi lagi perampokan di desa tetangga, Desa Desa Malumada, Kecamatan Tanarighu,” katanya kepada Floresa.co, Selasa (24/2/2015) via telepon, tanpa menyebut persis jumlah ternak yang hilang.

Menurut Yulius, kejadian pertama berlangsung pada 18 Oktober 2014, yang menimpa salah satu keluarga dekatnya.

“Yang dirampok saat itu, satu babi dan tujuh kambing,” katanya.

Sehari setelahnya, kasus ini dilaporka ke Polres Sumba Barat dengan nomor laporan TBL/270/X/2014/Res. Sumba Barat oleh pelapor bernama Yohanes Lende Lalo.

Para terlapor kala itu adalah Malo Dairo Als Ama Nona, bersama rekan-rekannya.

Empat bulan sudah kasus itu di tangan penegak hukum, namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kemajuan.

Yulius mengisahkan, kondisi di Kecamatan Tanarighu saat ini sangat mencekam.

“Warga takut keluar rumah. Bayang-bayang munculnya perampok selalu ada,” katanya.

Sejak kasus perampokan pertama pada Oktober 2014 lalu itu, di desanya sudah terjadi lima kasus.

Satu orang warga, kata dia, bahkan dibunuh para perampok, ketika warga itu sedang mempertahankan ternaknya.

Kepala Desa Lango, jelasnya, bahkan ikut menjadi sasaran perampokan. Empat kerbau miliknya juga digasak pelaku.

Polisi lakukan pembiaran?

Meski tak punya bukti kuat, namun, Yulius mencium ada indikasi pembiaran oleh polisi.

“Anehnya, meski kondisi kian parah, polisi sepertinya cuek. Mereka tahu dengan kasus-kasus perampokan selama ini, tetapi belum ada tindakan apapun”, kata Yulius.

Indikasi pembiaran, juga disampaikan oleh Ibrahim Kopong Boli, pengacara warga dari Tim Pengacara Ombakareke.

Ia menjelaskan dalam pernyataan tertulis yang diterima Floresa.co, pada tanggal 22 Desember 2014, Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Waikabubak sudah menerbitkan P-19 disertai dengan petunjuk baik formil maupun materiil terhadap kasus yang dilapor warga pada 19 Oktober 2014.

Seharusnya, kata dia, sesuai ketentuan, penyidik Polres Sumba Barat mengembalikan berkas perkara tersebut kepada JPU maksimal pada 4 Januari 2015. Namun, jelasnya, ternyata penyidik baru mengembalikan berkas tersebut pada 26 Januari 2015.

“Sehingga  mengakibatkan penahanan Tersangka Malo Dairo Als Ama Nona lepas atau bebas demi hukum, karena,  penahahan atas tersangka berakhir pada tanggal 13 Januari 2015”, katanya.

Lepasnya dua tersangka, kata dia, juga karena kelalian penyidik, di mana menurut pengakuan JPU, ada beberapa petunjuk sebelumnya yang dikirim ke penyidik tetapi tidak dipenuhi.

Hal itu, jelas Ibrahim, terungkap dalam Surat Kepala Kejaksaan Negeri Waikabubak kepada Tim Pengacara Ombakareke dengan No. B-276/P.3.20/Ep.1/02/2015 tanggal 9 Pebruari 2015 sebagai tindak lanjut atas surat mereka kepada dengan No. 02/TPO/I/15 tanggal 29 Januari 2015.

Berdasarkan hal tersebut, kata Ibrahim, penyidik Polres Sumba Barat dianggap tidak mengedepankan profesionalisme dalam melakukan proses penyidikan.

Mereka pun mendesak Kapolres Sumba Barat untuk memerintahkan penyidik melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Mereka juga meminta Kapolres memerintahkan penyidik untuk menangkap dan menahan tersangka Malo Dairo Als Ama Nona yang dinyatakan oleh Penyidik sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Karena sampai dengan saat ini masih berkeliaran dimasyarakat sesuai informasi dari pihak keluarga Yohanes Lende Lalo”, kata Ibrahim.

Harapan agar polisi bekerja profesional dan tidak main mata dengan pelaku, juga menjadi harapan warga.

Kata Yulius, profesionalitas polisi dalam menangani kasus ini sangat dibutuhkan.

“Kami ini petani dan peternak, yang mengandalkan hidup dari kerja di ladang. Kalau perampokan terus terjadi, lalu bapak-bapak polisi tidak mengambil tindakan apa-apa, bagaimana nasib kami,” katanya. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini