Simak Tiga Program Unggulan Flori Sangsun Bila Dipercaya Pimpin Manggarai

 

Florianus Sangsun (Foto : FB)
Florianus  Sangsun (Foto : FB)

Floresa.co – Nama Florianus Sangsun Purnama Suria muncul sebagai salah satu bakal calon bupati Manggarai yang akan bertarung dalam pemilihan umum kepala daerah Desember nanti. Dikenal sebagai pengacara, Flori, begitu dia biasa disapa, masih tergolong muda. Usianya belum empat puluh tahun.

Lahir di Tenda, Ruteng pada 5 Mei 1977, sarjana hukum lulusan Universitas Gajah Mada ini berkeyakinan menjadi pemimpin harus dilandasi motivasi “mengorbankan diri untuk orang banyak bukan untuk memperkaya diri, keluarga atau kelompok”.

“Sampai sekarang ini saya juga masih harus terus menguji motivasi itu. Karena kesiapan untuk menjadi pemimpin itu bukan hanya sekedar persiapan-persiapan yang sifatnya teknis, tapi lebih penting adalah kesiapan diri itu (motivasi),”ujarnya saat berbincang dengan Floresa.co, pada Jumat (6/5/2015).

Bila kelak dipercaya masyarakat untuk memimpin Manggarai, lulusan Program Magister  Hukum Eknomi Universitas Indonesia ini, sudah menyiapkan sejumlah hal yang akan dia jalankan.

Dia berkenan membagikan kisi-kisinya. Tapi detil program katanya nanti akan disampaikan dalam sosialisasi langsung dengan masyarakat. Setidaknya ada tiga agenda utama yang menjadi prioritasnya bila kelak terpilih.

Pertama, memperkuat peran Badan Usah Milik Daerah (BUMD) dalam pembangunan di Manggarai.

“Pemerintah ini kan tidak bisa berbisnis, dia harus menciptakan sebuah kendaraan, BUMD itulah sebenarnya yang bisa menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam hal peningkatan ekonomi,”ujarnya.

Memperkuat BUMD dilakukan dengan menambah suntikan modal pada BUMD yang sudah ada seperti PT Komodo Jaya. Tak hanya itu, juga dengan menempatkan orang-orang profesional di manajemen perusahaan. Selain itu, dimungkinkan pembentukan BUMD baru sesuai kebutuhan.

BUMD ini, kelak tugasnya antara lain mengelolah peternakan dan hasil-hasil pertanian masyarakat. Pengelolaan tidak hanya pada sisi hulu tapi juga hingga pemasaran hasil-hasilnya.

Di bidang peternakan, BUMD akan mengelolah peternakan modern. “Selama ini peteranakan kita itu kan peternakan rakyat. Jadi, harus ada pembentukan zona peternakan modern pada lahan-lahan tidur yang jumlahnya banyak di Manggarai,”ujarnya.

Peternakan, kata dia, dipilih karena sejalan dengan program pemerintah provinsi NTT yang sudah bekerja sama dengan BUMD milik pemerintah provinsi DKI Jakarta di bidang peternakan. Mereka berencana membangun pembibitan peternakan di Kupang.

Tak hanya itu, BUMD milik Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov NTT juga akan membangun rumah potong hewan (RPH) modern sehingga nanti NTT tidak mengekspor sapi hidup ke Jakarta melainkan daging sapi segar. Kabarnya, akan ada dua kapal pengangkut daging yang disiapkan.

“Nanti kita usahakan supaya kapal itu juga singgah di Pelabuan di Manggarai, baik di Pelabuhan Reo maupun Nanga Ramut, Dintor,”ujarnya.

Karena itu, nanti juga akan dibangun Rumah Potong Hewan (RPH) di Manggarai sehingga Manggarai bisa menjual dagingnya bukan sapi hidup.

BUMD tidak semata-mata mengelola peternakan miliknya sendiri. Tetapi, menurutnya, masyarakat juga bisa menjual ternakannya ke BUMD. Selain itu, petugas dari BUMD bisa memberi pendampingan kepada masyarkat bagaimana cara beternak yang baik dan benar.

Bila zona-zona peternakan ini terbentuk, menurutnya usaha lain yang terkait pertenakan juga akan muncul. Seperti usaha pakan ternak atau usaha pupuk organik yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.

Terkait lahan untuk peternakan ini, menurutnya skemanya bisa dengan menyewa lahan milik masyarakat atau sistem bagi hasil dengan masyarakat pemilik lahan.

Program prioritas kedua adalah pengelolaan hasil-hasil bumi. Menurutnya, masalah utama dalam pengelolaan hasil bumi selama ini adalah terkait distribusi. Masyarakat harus mendistribusikan sendiri hasil buminya ke kota yang tentu membutuhkan biaya.

“Misalnya, kita punya ase kae itu punya kopi satu sak, lalu dia harus jual ke Ruteng dengan menempuh perjalanan yang jauh karena kontur wilayah yang berbelok-belok, hampir tidak ada untung nanti, karena dipotong dengan biaya-biaya pemasaran,”ujarnya.

Solusi untuk masalah ini, menurutnya adalah keterlibatan BUMD dalam distrubusi hasil bumi milik petani. “BUMD harus menjemput hasil-hasil itu,”ujarnya.

Dengan adanya undang-undang desa saat ini, kata dia, desa dimungkinkan untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa. Nanti, harapannya, BUMD milik pemerintah kabupaten bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa dalam distribusi hasil pertanian. BUM-Desa bertugas mengumpulkan hasil-hasil pertanian lalu menjualkan ke BUMD.

Dengan begitu, masyarakat tidak perlu pergi sendiri ke kota menjual hasil pertaniannya, tetapi langsung menjual di tempat. “Ini berarti sistem pengumpulan hasil pertanian itu harus diatur mekanismenya supaya petani tidak menanggung biaya pemasaran,”ujarnya.

BUMD Kabupaten juga nantinya bertugas memasarkan hasil pertanian dan peternakan baik dalam daerah maupun ke daerah lainnya. Misalnya untuk peternakan BUMD bisa melakukan kerja sama jual hasil peternakan dengan BUMD di Jakarta atau kota lain yang membutuhkan.

“Kalau hasil bumi, selama ini kan wilayah pemasaran kita itu ada yang ke Makasar, ada yang ke Surabaya, ada yang ke Denpasar. Nah, menurut saya, si BUMD ini harus dia cari wilayah pasarannya makanya ditempatnya orang-orang profesional di situ,”ujarnya.

Program ketiga adalah pengembangan usaha-usaha baru. Selama ini, menurutnya, Manggarai dikenal dengan usaha pertaniannya baik hortikultura maupun perkebunan seperti kopi dan vanili. Namun, sektor lain seperti perikanan dan pariwisata tak diurus serius.

Sektor perikanan, misalnya, karena mayoritas orang Manggarai tinggal di gunung, bukan orang pantai, sektor ini pun tak pernah dianggap sebagai sektor andalan. Padahal, perikanan tak hanya bicara perikanan tangkap di laut, tetapi juga perikanan tambak atau perikanan air tawar. Secara historis, menurutnya, Manggarai memang tidak memiliki kealihan di bidang perikanan. “Maka SMK (sekolah menengah kejuruan) kita harus ada yang membahas soal itu (perikanan),”ujarnya.

Demikian juga sektor pariwisata. “Karena Wae Rebo itu sudah jadi ikon, maka di seputaran Wae Rebo itu harus diperhatikan. Akes jalan dari Manggarai Barat ke Wae Rebo itu harus diprioritaskan terutama di akses selatan sehingga tidak lewat tengah lagi, tetapi lewat Nanga Lili, selatan, terus sampai Wae Rebo. Karena tamu itu pintu masuknya lewat Labuan Bajo. Sekarang bagaimana jarak dari Labuan Bajo ke Ruteng itu tidak dianggap menjadi hambatan turis-turis untuk masuk Wae Rebo, akeses selatan harus diprioritaskan,”ujarnaya.

Dari Wae Rebo baru kemudian, para wisatawan ditarik ke Ruteng ke Liang Bua misalnya.

Hal lain juga yang menjadi perhatian adalah memperjuangkan kepemilikan pemerintah daerah di Pembangkit Listrik Panas Bumi Ulumbu. “Pemerintah daerah harus punya saham di situ,”ujarnya.

Dengan begitu, selain pemerintah mendapatkan keuntungan dari kepemilikan saham itu, seluruh masyarakat Manggarai juga bisa dijamin menikmati listrik. (PTD/Floresa)

 

Biografi Singkat:

  1. Jabatan : Senior Lawyer
  2. Tanggal Lahir : Tenda, 5 Mei 1977
  3. Pendidikan:
  • 1983 : SDK Ruteng I
  • 1989 : SMP Seminari Pius XII Kisol
  • 1992 : SMA Seminari Pius XII Kisol
  • 1995 : Kuliah Fakultas Hukum UGM Yogyakarta
  • 2000 : Lulus Sarjana Hukum (S-1) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
  • 2006 : Pendidikan Profesi Advokat-Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
  • 2007 : Pelantikan Advokat
  • 2013 : Lulus Pasca Sarjana Magister Hukum (S-2) Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini