Lukai Gereja dan Masyarakat NTT, Badan Kehormatan DPR Dituntut Periksa Novanto

Setya Novanto
Setya Novanto

Floresa.co – Badan Kehormatan DPR diminta untuk memeriksa Ketua DPR RI Setya Novanto menyusul pernyataan kontrovesialnya yang telah melukai Gereja dan masyarakat NTT. Sebagai Wakil Rakyat yang diberi mandat oleh rakyat NTT, apalagi menjadi orang nomor satu di parlemen, Novanto tidak selayaknya mengeluarkan pernyataan yang melukai hati pemberi mandat.

Sebelumnya, Novanto menunturkan dalam acara HUT Ke-410 Gereja Protestan Masuk Indonesia di Kupang, Kamis (26/2/2015) ”Daerah ini kaya mangan, marmer, emas, dan pasir besi. Namun saat investor hendak mengelola potensi sumber daya alam selalu ada penolakan dari LSM yang berlindung di bawah gereja. Karena itu, gereja sebagai elemen penting dalam pembangunan di NTT, harus memberi pencerahan kepada masyarakat termasuk LSM agar menerima investor yang memiliki niat baik membangun daerah ini,”

“Terkait pernyaataan Novanto, Badan Kehormatan DPR harus segera memeriksa Novanto terkait pernyataan kontroversialnya itu. Sebagai anggota DPR yang berasal dari dapil NTT dan juga ketua DPR RI, Novanto tak selayaknya berkata demikian,” ujar Koordinator Kampanye Publik Jaringan Anti Tambang (Jatam) Umbu Wulang T. Paranggi saat dihubungi Floresa.co, Senin (9/3/2015).

Menurutnya, BK DPR bisa menjatuhkan sanksi kepada Setya Novanto karena telah melanggar etika dan norma-norma dalam berkomunikasi dengan konstituen sehingga membuat Gereja dan masyarakat NTT terluka.

“BK harus segera ambil tindakan, kalau tidak kami cabut mandat kami pada Novanta dan mendesaknya mundur dari DPR,” tegas pemuda asal Sumba, NTT ini.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tolak Tambang di NTT menggelarkan konferensi pers di kantor Jatam (Minggu, 8/3/2015) dan mengungkapkan sejumlah alasan mengapa Gereja, LSM dan masyarakat NTT menolak tambang.

Berikut adalah alasan Koalisi dan Gereja menolak tambang di NTT.

Pertama, potensi terbesar yang ada di NTT bukanlah berasal dari tambang melainkan berasal dari sektor pertanian, perternakan, perikanan, kelautan, perkebunan dan pariwisata. Jadi, investasi yang paling mungkin mendatang kesejahteraan masyarakat NTT adalah investiasi di sektor pertanian, perternakan, perikanan, kelautan, perkebunan dan pariwisata. Sementara investasi di sektor tambang cenderung destruktif.

Hal ini diperkuat dengan fakta yang diungkapkan Walhi NTT bahwa sektor pertambangan di NTT hanya menyumbang 0,012 persen untuk PAD. Sektor pertanian dan peternakan menyumbang hampir 50 persen untuk PAD.

Kedua, NTT terdiri pulau-pulau kecil yang rentan terhadap bencana, keterbatasan pangan dan air. kehadiran tambang dapat memperparah situasi tersebut.

Ketiga, tambang telah memarginalisasikan masyarakat NTT mulai dari proses perizinan, eksplorasi dan eksploitasi. Misalnya, tahap perizinan, masyarakat sering tidak dilibatkan dalam pemberian izin sehingga masyarakat tidak mengetahui bahwa di daerahnya akan dilakukan aktivitas tambang. Perizinan menjadi ruang kongkalingkong antara antara penguasa dan pengusaha. Padahal, dalam UU Minerba diharuskan ada persetejuan dari warga untuk melakukan investasi pertambangan. Pada tahap perizinan ini sangat berpotensi terjadinya korupsi.

Sedangkan pada tahap eksplorasi dan eksploitasi, proses marginalisasi terjadi karena masyarakat NTT yang notabene umumnya mempunyai pekerjaan di sektor pertanian, peternakan dan perkebunan hanya menjadi buruh tambang. Mereka bekerja di bidang yang mereka tidak kuasai sehingga konsekuensinya mereka hanya menjadi pekerja dengan upah rendah.

Keempat, pertambangan di NTT telah menyebabkan terjadi degradasi lingkungan. Aktivitas pertambangan terbukti telah menimbulkan kerusakan lingkungan atau ekologis. Bahkan kebanyakan tambang di NTT dilakukan  di daerah  hutan lindung. Kerusakan ekologis ini tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh dari tambang. Tambang juga dapat meracuni air bersih, menyebabkan polusi udara, merusak hutan dan lahan pertanian serta ekosistem alam.

Kelima, tambang di NTT juga telah menghancurkan tatanan sosial masyarakat adat di NTT, menghancur hak ulayat masyarakat, mencaplok tanah milik warga, menciptakan konflik horizontal (antara sesama warga) dan vertikal (antara warga dengan penguasa dan pengusaha), menghancurkan masa depan generasi penerus dan menimbulkan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. (TIN/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini