Situs Adat di TTU Rusak Akibat Perusahan Tambang

Situs adat di TTU yang rusak karena aktivitas PT ERI.
Situs adat di TTU yang rusak karena aktivitas PT ERI.

Floresa.co – Aktivitas penambangan mangan yang dilakukan PT Elgary Resources Indonesia (ERI) di Desa Oinbit, Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), mendapat reaksi penolakan dari warga setempat.

Pasalnya, PT ERI diduga melakukan penyerobotan tanah ulayat milik 3 suku yakni Suku Taesbenu, Suku Naikofi, dan Suku Ataupah yang mendiami wilayah Desa Oinbit.

Aktivitas penambangan PT ERI juga dikhawatirkan akan merusak hutan dan sumber-sumber air milik masing-masing suku, serta padang gembalaan sapi yang dijadikan area peternakan warga Oinbit.

“Pengrusakan situs adat terjadi pada 2014, ketika perusahaan mulai melakukan pembukaan jalan raya ke lokasi tambang,” jelas Martinus Tahu, salah satu anggota Suku Naikofi, Minggu lalu (22/3/2015).

Akibatnya, lanjut Martinus, di tempat situs adat yang telah rusak itu muncul dua lubang besar, yang dikeruk PT ERI untuk mengambil material jalan.

Martinus menambahkan, PT ERI juga menutup akses warga ke kawasan tambang, padahal di sana terdapat berbagai situs, tempat ketiga suku biasa melakukan ritual adat, dan kandang-kandang berisi sapi yang dipelihara warga.

Terkait pengrusakan situs adat, kata Martinus, pihak PT ERI telah dijatuhi denda adat sebesar tiga belas juta rupiah oleh suku Naikofi, sementara situs adat milik Suku Ataupah dan Taesbenu terancam rusak bila aktivitas penambangan dilanjutkan oleh PT ERI.

Menurut penuturan warga desa Oinbit, aktivitas penambangan batu mangan di desa ini telah dimulai pada 2008, dalam bentuk tambang tradisional yang dikerjakan warga setempat.

Ketika itu. melalui pertemuan di balai desa, hasil galian tambang warga hanya diperbolehkan untuk diserahkan ke PT ERI dengan harga Rp 300-400/kg.

Namun, sejak 2011, aktivitas penambangan oleh rakyat ini dihentikan, karena merusak kebun dan lahan garapan milik warga.

Aktivitas penambangan dalam skala besar dengan menggunakan peralatan modern baru dilakukan pada Agustus 2014 oleh PT ERI setelah mengantongi IUP yang diberikan pemerintah daerah TTU.

“PT ERI pernah melakukan pendekatan secara adat kepada suku Ataupah dengan memberi sebotol sopi dan uang sejumlah seratus ribu rupiah,” kata Andreas Ataupah, Ketua Suku Atapuah.

Namun, lanjut Andreas, uang dan sopi ini dikembalikan kepada pihak PT ERI sebagai simbol penolakan segenap anggota suku Ataupah terhadap aktivitas tambang di atas tanah ulayat suku Ataupah.

Setelah tujuh bulan PT ERI melakukan aktivitas penambangan di Desa Oinbit, gejala kerusakan alam mulai terlihat cukup jelas.

Apalagi, sesuai IUP yang dikantongi, PT ERI bakal menguasai lahan seluas 1.623 ha yang mencakup 14 titik penambangan dimana 11 titik ada dalam wilayah Desa Oinbit sedangkan 3 titik sisanya masuk dalam wilayah Desa Loeram.

Tidak hanya itu, area ini juga mencakup 120 Ha lahan yang telah bersertifikat atas nama warga setempat, sehingga ada indikasi penyerobotan lahan yang dilakukan PT. ERI. (Gusti Fahik, Kontributor Floresa)

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini