Teka-Teki Tahun Kelahiran  Sekolah Perintis di Manggarai Raya

                                             Oleh: Yasintus Ratu

Harian Kompas edisi Minggu 30 November 2014 di kolom Nusantara mempertanyakan keberadaan tiga lembaga pendidikan perdana di Manggarai Raya yang kelahirannya mendahului kelahiran Gereja Katolik di daerah itu.

Frans Sarong, wartawan senior Kompas di wilayah Nusa Tenggara Timur menulis, catatan kehadiran tiga sekolah perdana itu memang agak berbeda dengan publikasi yang dipaparkan dalam buku Iman, Budaya & Pembangunan Sosial, Refleksi Yubelium 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai Raya (2012).

Buku khusus yang diterbitkan Keuskupan Ruteng itu antara lain mencatat tiga sekolah perdana tersebut didirikan tahun 1911. Catatan itu tentu saja memancing pertanyaan karena setahun lebih awal dari kehadiran gereja Katolik di Manggarai Raya (1912).

Frans selanjutnya menulis pertanyaannya, mungkinkah tiga sekolah perdana berlabel Katolik didirikan sebelum Gereja Katolik hadir?

Pastor Hubert Muda SVD dalam kapasitasnya sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Agama dan Pastoral (STIPAS) Ruteng yang juga dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Santo Paulus Ruteng mengakui tim penerbit buku sempat mendiskusikan catatan itu.

Namun, kuat dugaan catatan tersebut keliru. Manggarai Raya seharusnya memiliki tiga sekolah perdana sejak 1912 seiring kehadiran gereja Katolik di kawasan tersebut.

Perbedaan Data

Didorong rasa penasaran, saya  membaca buku yang dirujuk  koran Kompas tersebut. Saya membandingkannya dengan buku lain sebagai referensi dalam tulisan ini.

Data yang diangkat Kompas dari buku Iman, Budaya dan Pergumulan Sosial merupakan appendiks tulisan Agustinus Bandur, Ph.D tertera data SDK Reo I tanggal/tahun pendirian 1911, SDK Labuan Bajo 1 12 Januari 1911 dan SDK Labuan Bajo II, 12 Januari 1911.

Data yang dipaparkan itu sangat berbeda dengan data yang ada pada buku Sejarah Persekolahan di Flores terbitan Ledalero (2008) yang ditulis oleh Eduard Jebarus, Pr .

Romo Eduard Jebarus, Pr secara runut menulis pada 20 Februari 1911 di Lela diadakan rapat “tingkat tinggi” mengenai persekolahan di Flores. Rapat tersebut dihadiri Lulofs dari Batavia, Residen Kupang C.H.Van Rietschoten, Kontrolir Anton Hens dan para pastor yang dipimpin oleh  Pater Arnold van der Velden. Pokok pertemuan adalah kalau misi sanggup dan mau, maka persekolahan untuk seluruh Flores diserahkan di bawah pimpinan misi. Tawaran itu diterima oleh misi.

Pada catatan kakinya, imam projo keuskupan Larantuka ini dengan mengutip Karel Steenbrink dan Vriens, menyebutkan bahwa pertemuan itu diadakan pada 20 Februari 1911. Wakil misi yang hadir adalah pater-pater: Jos Hoeberechts, Arnold van der Velden dan Henricus Looymans.

Nama terakhir Pater Henricus Looymans SJ inilah yang pada 17 Mei 1912 singgah di Jengkalang- Reo dan  membaptis lima orang Manggarai pertama masuk Katolik, yakni Katarina Arbero, Hendrikus, Agnes Mina, Caecilia Waloe dan Helena Loekoe.

Romo Eduard Jebarus, Pr mencatat pada Juni 1911 diadakan pertemuan di Larantuka untuk membicarakan kerja sama antara pemerintah dan Misi dalam menyelenggarakan sekolah-sekolah di Flores. Pertemuan tersebut menghasilkan 11 kesepakatan. Kesepakatan kesebelas berbunyi dalam waktu tiga tahun harus didirikan sekolah di Ende dan Flores bagian barat (wilayah Ngada dan Manggarai).

Lebih lanjut imam kelahiran Ntaur-Manggarai Timur ini mengungkapkan, kesepakatan 1911 segera berdampak, yaitu didirikannya beberapa sekolah baru di wilayah Ende – Lio (Ngalupolo, Watuneso, Nggela dan Nangapanda). Di wilayah Ngada: Boawae (1912) dan Bajawa (1912). Di wilayah Manggarai: Labuan Bajo (1911), Reo (1911), Pota (1911) dan Ruteng (1912).

Data kembali berbeda dengan buku yang ditulis Romo Eduard Jebarus, Pr dan buku Iman, Budaya dan Pergumulan Sosial. Seri Katekese Umat No.22/2012 yang diluncurkan saat Yubelium 100 tahun Gereja Katolik Manggarai tahun 2012 mencatat imam Yesuit membuka sekolah misi di Labuan Bajo pada Januari 1911, di Reo pada September 1911 dan di Ruteng pada Agustus 1912. Di seri Katekese Umat ini tidak menyebutkan Pota.

Jejak Jesuit di Manggarai Raya

 Sebelum Societas Verbi Divini (SVD) berkarya di Timor dan Flores, misi di wilayah ini ditangani Serikat Yesus (SJ). John Dami Mukese, SVD dan Eduard Jebarus, Pr pada buku Indahnya Kaki Mereka, Telusur Jejak Para Misionaris Belanda 4 Percetakan Arnoldus Ende 2013 hal 6 menulis,  pada 1 Maret 1913 di Lahurus, Timor, berlangsung penyerahan Misi Timor dari Yesuit kepada SVD.

Pada 16 September 1913 Nusa Tenggara, kecuali Flores, menjadi satu wilayah prefektur. Pada 8 Oktober 1913 Pater Petrus Noyen diangkat menjadi Prefek Apostolik Kepulauan Sunda Kecil. Pada 20 Juli 1914 Flores dimasukkan ke dalam Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil.

Dalam salah satu surat Mgr.Petrus Noyen,SVD Prefek Apostolik Kepulauan Sunda Kecil yang pertama menulis: Yesuit telah mendirikan sekitar 40 buah sekolah desa selama 3 tahun terakhir ini dengan murid sekitar 3.000 orang. Sekarang harus dengan segala tenaga diusahakan ke arah itu.

Bertolak dari  surat yang ditulis Uskup Noyen, sebelum Serikat Sabda Allah tiba dan mulai bermisi di Flores, Serikat Yesus sudah mendirikan sekitar 40 buah sekolah. Sayang, data penyebaran 40 sekolah itu belum terungkap, apakah meliputi seluruh Flores atau hanya di Sikka dan Flores Timur saja.

Dengan demikian untuk mendapatkan kepastian kapan persisnya sekolah perdana di Manggarai Raya dimulai atau dibuka sebaiknya perlu mencari informasi atau data  pada arsip yang dimiliki Serikat Yesus.

Patut dicatat, peristiwa pembaptisan perdana orang Manggarai di Reo tahun 1912 bukanlah kejadian pertama orang Manggarai dan tanah Manggarai berkontak dengan para imam Serikat Yesus (SJ). Seri Katekese Umat No 22/2012 mencatat jauh sebelum tahun 1912 para misionaris Yesuit sesekali datang dari Larantuka ke Manggarai untuk mengunjungi orang Katolik Larantuka yang bekerja sebagai penyelam mutiara dan menetap di Labuan Bajo. Tercatat, bulan Juni 1911 Pastor Engbers, SJ menumpang kapal Kapten de Kock, datang dari Maumere menuju Labuan Bajo untuk mengunjungi orang Katolik Larantuka. Para misionaris Yesuit juga berpastoral di Reo bahkan sampai di Ruteng.

Hari Pendidikan Lokal

 Kabur dan gelapnya data sejarah kapan persis dimulainya pendidikan formal di Manggarai Raya memperkuat tesis masyarakat kita memiliki ingatan yang pendek dan pelupa. Padahal rentangan waktunya baru kurang lebih sekitar 103 tahun lalu. Sehingga kekaburan dan kegelapan sejarah ini sebaiknya cepat dihalau sehingga tidak menjadi utang untuk generasi berikutnya.

Kadang saya berangan-angan, seandainya tanggal dan tahun kehadiran lembaga pendidikan formal di Manggarai Raya sudah pasti dan jelas, alangkah elok dan indahnya bila hari itu dijadikan sebagai hari pendidikan lokal Manggarai Raya.

Bila selama ini seluruh insan pendidikan di tanah air merayakan hari pendidikan nasional pada tanggal 2 Mei setiap tahun, maka tanggal dimulainya pendidikan formal di Manggarai Raya dapat dijadikan hari pendidikan regional Manggarai Raya. Karena tanggal itu dijadikan sebagai tanggal yang istimewa bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Manggarai Raya.

Untuk mengatasi kekaburan dan kegelapan sejarah lembaga pendidikan, maka arsip dan kronik perjalanan setiap lembaga pendidikan atau sekolah yang ada mutlak dan perlu. Sehingga momen-momen tertentu yang terkait langsung dengan keberadaan sebuah sekolah sebaiknya dirayakan secara khusus dan istimewa di tingkat sekolah, seperti hari ulang tahun sekolah. Pada momen seperti itu berbagai kegiatan yang telah, sedang dan akan dibuat sekolah dapat dipaparkan kepada masyarakat. Jadikan hari ulang tahun sekolah  sebagai peristiwa yang spesial bagi seluruh warga sekolah.

 Penulis adalah Alumnus STKIP St.Paulus Ruteng, saat ini bekerja di SMP Negeri 7 Ruteng-Cumbi

 

spot_img

Artikel Terkini