Tommy Kurniawan: Bersama Gitar Sepanjang Waktu

Kolom ini, disediakan khusus oleh Floresa.co untuk tempat berbagi pengalaman, cerita-cerita bagi anak muda, putera-puteri asal NTT . Isinya tak seserius – kalau boleh dikatakan demikian – dengan tulisan-tulisan lain yang dipublikasi Floresa.co. Di sini, kami membagi tulisan-tulisan santai, yang ringan untuk dicerna. Jika Anda tertarik menulis di sini, silahkan kirim artikel ke [email protected].

Masih muda namun berbakat, itulah sekilas tentang David Kristomi Kurniawan. Selain sibuk kuliah di Universitas Nasional Jakarta, kini pemuda asal Manggarai ini sudah sering mendapat tawaran manggung dalam pelbagai event seperti pernikahan, ulang tahun, dan lain sebagainya. Kelihaian jemarinya memainkan senar gitarlah yang  menjadi alasannya.

Akan tetapi, di belakang kehebatannya itu, hanya segelintir orang  saja yang tahu bagaimana ia bergulat dengan hobby tersebut. Perkenalannya dengan dunia “gitar” sejak kelas satu SMP ternyata menuntut pengorbanan yang tidak ringan. Ia sempat menelantarkan waktu sekolah hanya karena ingin bermesraan dengan gitar. Akhirnya ia berpindah-pindah sekolah. Selain itu, ia juga pernah berjualan keripik di sekolah agar bisa membeli gitar dan senar.

Ketika merenung atas perjuangannya itu, Tommy, begitu ia biasa dipanggil, ingin membagikan refleksinya. Silakan simak pesan tersebut pada bagian akhir dalam tulisannya berikut ini:

Pertama kali saya mengenal gitar pada saat kelas 1 SMP, pada saat kami diwajibkan bisa bermain gitar oleh guru seni budaya. Kebetulan, saat kelas 1 SMP itu juga saya mengikuti kursus bahasa Inggris, dan guru privatnya mahir bermain gitar. Setiap kali selesai kursus saya selalu minta guru privat itu untuk mengajarkan saya bermain gitar. Setelah sekian lama belajar bersamanya, saya mulai lancar bermain gitar.

Kemudian saya mulai bergabung dengan teman-teman lain dan membentuk sebuah grup band kecil.  Band kecil tersebut sering mengikuti festival-festival di sekitar Ruteng. Dalam suatu festival band itu sukses masuk dalam sepuluh besar. Karena kesuksesan itu band itu menjadi lebih dikenal dan agak populer. Pelan-pelan “band kecil” itu dipercaya dan bahkan pernah diundang untuk mengisi sebuah acara resmi di Kota Ruteng.

Selama hampir setahun saya lebih fokus dengan hobby saya bermain gitar dan mengabaikan belajar dan sekolah. Ternyata keseriusan itu lama-kelamaan semakin mengacaukan konsentrasi belajar. Saya lebih sering tidak masuk sekolah dan tidak mengerjakan tugas-tugas karena lebih memilih untuk pentas bersama anggota Band. Akibatnya, nilai-nilai turun dan hal itu kemudian membuat saya harus pindah dari Sekolah (SMP Imaculata Ruteng) ke  Don Bosco Ruteng. Tidak sampai setahun disana,orangtua menyarankan untuk pindah lagi karena kebisaan lama saya masih bertahan.

Setelah sekian lama merenung, saya memutuskan untuk menyetujui saran dari orangtua untuk pindah sekolah ke Jakarta. Tentu saja, berpindah ke Jakarta adalah pilihan yang sulit karena harus meninggalkan keluarga, teman-teman dan sahabat-sahabat saya di Ruteng.

Di Jakarta, saya didaftarkan oleh om di sekolahnya. Sebagai kepala sekolah, ia memperkenalkan saya kepada teman-teman gurunya. Bahkan dia menceritakan ke teman-teman gurunya mengenai alasan mengapa saya dipindahkan.

Cerita itu beredar di kalangan para guru, dan  mereka menantang saya untuk bermain gitar sambil bernyanyi di depan kelas. Tidak sampai sebulan di sekolah yang baru, saya dipercayakan untuk mengikuti lomba Band antar Sekolah Se-Tanggerang Selatan. Dalam lomba tersebut, kami berhasil meraih juara Satu. Saat itu saya masih duduk di kelas 3 SMP.

11210410_1051206561574053_8883462955592107959_n
Tommy dan teman-teman sedang beraksi di atas panggung

Pada saat SMA, saya masih terus belajar bermain gitar. Setelah pulang sekolah, saya selalu sediakan waktu untuk bermain gitar. Hampir setiap hari, rutinitas saya seperti itu, bahkan saya merasa kosong jika seharian tanpa memetik gitar.

Saat kelas 2 SMA, waktu untuk bermain gitar semakin sedikit karena harus menjual keripik jamur di sekolah untuk menambah uang jajan. Sehabis sekolah, saya tidak lagi bermain gitar karena harus menyiapkan pesanan kripik untuk hari selanjutnya. Selama setahun lebih saya menjual kripik tersebut. Selama itu, saya merasa terbantu karena pemasukan dari penjualan kripik itu cukup besar. Sejak menjual kripik tersebut, uang jajan saya cukup banyak dan bisa membiayai angkot dan makan siang di sekolah. Sebelumnya, uang jajan saya hanya Rp.4000 (hanya cukup untuk uang angkot),  jatah untuk makannya tidak ada, sedangkan jam sekolah sampai sore. Bahkan saya pernah mengganti jatah uang angkot untuk beli makan karena kelaparan, sehingga saya harus berjalan kaki pulang  ke rumah sejauh 8 km lebih. Namun, sejak menjual keripik saya tidak lagi mengalami hal yang sama.

Keuntungan dari hasil penjualan keripik juga digunakan untuk membeli Gitar bekas dari seorang teman. Uang dari hasil jual keripik ternyata kurang cukup. Akhirnya di sekolah saya berjualan pulsa untuk guru-guru dan teman-teman. Ternyata usaha tersebut dikatahui oleh hampir seluruh siswa dan guru. Karena itu, untung yang saya dapatkan cukup banyak, dan bisa untuk membeli senar-senar gitar yang bagus. Rutinitas ini berjalan hingga akhir masa SMA. Kemampuan bermain gitar pun semakin berkembang.

Setelah tamat dari SMA, saya diminta untuk mengajar ekstrakurikuler musik di Yayasan Sekolah. Saya diminta untuk mengajar siswa SD, SMP, dan SMA. Sampai sekarang saya pun masih terus mengajar di Yayasan tersebut. Kini, saya harus membagi waktu untuk kuliah dan untuk mengajar di Yayasan tersebut. Setiap hari Kamis-Jumat saya mengajar dan hari-hari lainnya kuliah.

Saat kuliah saya mulai mengenal Kae Gaspar Araja, seorang musisi muda dari Manggarai dan pemain sasando hebat. Dia memiliki album sendiri yang dipromosikan secara luas, termasuk di Jakarta. Pada suatu kesempatan saya diajak untuk mempromosikan album tersebut di Mall Artha Gading, Jakarta Utara. Tentu suatu kebanggaan tersendiri bagi saya tampil bersama musisi muda yang menurut saya hebat dan luar biasa.

Sekarang, saya membentuk band sendiri yang siap untuk mengisi acara-acara di tempat-tempat umum, acara-acara remsi (wedding, ulang tahun, dsb). Semua anggota band baru ini adalah anak muda. Sejak pembentukannya kami sudah mulai ‘manggung’ di beberapa tempat dengan bayaran yang cukup untuk pemula.

Tawaran untuk “manggung” cukup banyak karena mereka sering melihat saya “manggung” di beberapa tempat. Kembali saya mendapat kesempatan yang berharga untuk tampil bersama salah satu Grup Vokal “East Voice”, sebuah grup yang berasal dari Indonesia Timur yang sudah berkarya selama 4 tahun. East Voice ini sering tampil di acara-acara resmi dan acara kenegaraan.

Perjalanan musik saya,  membuat saya berpikir apabila seseorang ingin mendalami bidang apapun, ia harus punya komitmen dan dedikasi yang tinggi.

spot_img

Artikel Terkini