“Presumption of Innocence” dan Diskresi dalam Kasus Marsel Ahang vs Osy Gandut

Oleh: MICHELS ZORO

Dua pekan jelang akhir bulan Mei yang lalu, publikasi Floresa.co tentang kasus antara dua wakil rakyat di Kabupaten Manggarai – Marselinus Nagus Ahang dan Osy Gandut – menguras perhatian publik.

Divisi Hukum Angkatan Muda Antikorupsi NTT (AMAK NTT) pun secara cermat turut mengikuti perkembangan kasus ini sejak pemberitaannya pertama kali oleh Floresa.co.

Sebagai sebuah peristiwa hukum, kasus yang melahirkan hak dan kewajiban di antara pihak itu patut ditelaah lebih dalam. Ikhtiar membaca secara jeli peristiwa hukum yang melibatkan kepentingan para pihak dalam kasus tersebut tidak boleh dipisahkan dari prinsip presumption of innocence.

Pertama, prinsip ini perlu digarisbawahi keberadaannya, mengingat titik tumpu aduan pelapor terhadap terlapor bersangkut paut dengan pembuktian tentang ada tidaknya diskresi yang mengarah pada tindak pidana.

Kedua, prinsip yang sama juga penting diperhatikan dalam rangka penggunaan diskresi oleh Polres Manggarai terkait Manajemen Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012.

Ketiga, prinsip tersebut pun penting untuk mengingatkan nilai esensial adagium klasik yang berbunyi, Ubi Ius, Ibi Remedium (dimana berlaku hukum, disitu diperoleh keadilan).

Karena itu, melalui tulisan ini, Divisi hukum AMAK NTT berupaya mengumpulkan anasir-anasir hukum yang penting berkenaan dengan kasus antara Marsel Ahang dan Osy Gandut.

Langkah Para Pihak

Para pihak telah mengambil langkah guna memprioritaskan kepentingannya masing-masing. Menurut informasi yang dirilis oleh Floresa.co, Marsel Ahang melayangkan pengaduan atas Osy Gandut kepada Polres Manggarai terkait isu proyek penunjukan langsung (PL) pada APBD tahun 2015 di Kabupaten Manggarai yang ditangani oleh anggota DPRD.

Dalam aduannya itu, Marsel Ahang mendesak agar polisi melakukan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) dan penyelidikan pada Osy Gandut karena diduga bermain anggaran APBD tahun 2015 dengan modus menitipkan sejumlah paket proyek pada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Manggarai.

Osy Gandut, melalui kuasa hukumnya, pun melayangkan surat bantahan dan somasi terhadap Marsel Ahang. Sebagaimana dimuat Floresa.co, apabila somasi tidak diindahkan, pihak Osy Gandut berencana melaporkan MNA ke Polres Manggarai karena telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) dan (2) dan Pasal 311 ayat (1) KUHP dengan hukuman maksimal 4 tahun.

Pihak Osy Gandut pun akan menuntut Marsel Ahang karena dianggap telah melanggar Pasal 27 ayat (3) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Sejak mencuat ke permukaan, kasus ini mendapat perhatian penuh BK DRPD Kabupaten Manggarai dan pihak Polres Manggarai, serta tidak lepas dari sorotan publik. Para pihak pun dikabarkan telah islah. Meski demikian, islah hanyalah solusi peredam efek konflik para pihak. Bahkan, terlepas dari ada tidaknya islah itu, pihak Polres Manggarai tetap dituntut untuk menjalankan kewajiban mencari ada tidaknya tindak pidana dan atau membuat terang perkara tersebut.

Tindak Lanjut

Penetapan seseorang sebagai tersangka tindak pidana tidaklah dapat didasarkan pada pengaduan semata. Namun, laporan tersebut dapat tetap menjadi dasar dilaksanakannya suatu upaya penyelidikan dalam rangka penyidikan, sebagaimana diatur dalam 11 ayat (1) poin [b] dan ayat (3) poin [a], [b], dan [c] Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012.

Hal ini tentu dilaksanakan sambil menjunjung tinggi asas hukum pidana presumption of innocence, sebagaimana juga  semboyan “tiada hukuman pidana tanpa kesalahan” (Geen straf zonder schuld), serta memperhatikan prinsip legalitas, profesional, proporsional, prosedural, transparan, akuntabel, efektif dan efisien manajamen penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012.

Desakan Marsel Ahang kepada kepolisian dapat dipahami sebagai upaya untuk membuktikan telah terjadi tindak pidana korupsi oleh karena penyalahgunaan wewenang atau diskresi Osy Gandut selaku wakil ketua DPRD Kabupaten Manggarai.

Menanggapi desakan Marsel Ahang, kepolisian harus dengan sangat hati-hati mendalami kasus ini dalam rangka membuktikan dugaan MNA atas Osy Gandut. Mahkamah Konstitusi, dalam putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang  Hukum Acara Pidana terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pun mengisyaratkan bahwa prinsip kehati-hatian haruslah dipegang teguh oleh seorang penegak hukum dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Keberadaan bukti permulaan yang cukup karenanya menjadi sangat penting dalam seluruh proses lidik dan sidik.

Dalam kasus tersebut, penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, harus dapat membuktikan bahwa terlapor diduga keras melakukan tindak pidana atapun tindak pidana korupsi. Harus ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah guna melanjutkan ke tahap pemanggilan, penangkapan ataupun upaya paksa lainnya, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Paragraf 3 Upaya Paksa Pasal 26 huruf [a] sampai [f].

Kepolisan harus dapat membuktikan bahwa Osy Gandut telah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Unsur-unsur tindak pidana korupsi yang harus diperhatikan dalam rangka pembuktian itu merujuk pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.

Jika terbukti, Osy Gandut dapat dipidana penjara dan denda berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal satu miliar rupiah. Jika terbukti dan telah disahkan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsden), maka sesuai Pasal 189 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014, Osy Gandut diberhentikan dari jabatannya.

Namun, ceritanya berbeda jika Osy Gandut tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diadukan oleh Marsel Ahang. Dalam hal ini, kepolisian dapat menindaklanjuti tuntutan terkait pencemaran nama baik sebagaimana disampaikan kubuh Osy Gandut.

Penulis adalah Staf Divisi Hukum Angkatan Muda Antikorupsi NTT (Amak NTT)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini