Kapolda NTT Berang Dengar Ada Oknum di Polres Manggarai Selundup BBM Bersubsidi

Floresa.co – Kapolda NTT Brigadir Jenderal Polisi Endang Sunjaya marah dan mendesak Kapolres Manggarai untuk mengusut keterlibatan polisi dalam kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kepada kontraktor yang terungkap pekan lalu.

Sebelumnya, di Ruteng, berhasil diungkap media, keterlibatan oknum polisi pada Satuan Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polres Manggarai, Brigadir Polisi Krisno Ratuloli, sebagai pemasok BBM bersubsidi jenis solar ke PT Wae Kuli di Ruteng.

“Saya perintahkan Kapolres Manggarai untuk segera mendalami kasus tersebut. Kalau terbukti, yang bersangkutan harus ditindak. Jangan bikin malu institusi kepolisian” kata Kapolda kepada wartawan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Selasa, (9/6/2015) sebagaimana dilaporkan Viva.co.id.

Menurut Kapolda, kini para kontraktor sedang memasuki masa pengerjaan proyek yang membutuhkan banyak BBM.

“Proyek galian dan HRS yang butuh BBM berskala besar. Kontraktor mestinya membeli BBM harga industri. Tapi supaya untung banyak, mereka membeli BBM nonsubsidi jatah masyarakat. Agar mulus, dipakailah jasa polisi sebagai pemasok,” ujarnya.

“Kalau urung ditindak, jangan-jangan Kapolres juga sudah menerima setoran dari anggota-anggota nakal. Sangat memalukan polisi jadi kaki tangan kontraktor,” dia menambahkan.

Dia mengaku kecewa dengan ulah oknum polisi di wilayah hukum Polda NTT yang akhir-akhir ini ramai disorot media.

“Institusi Polri benar-benar dicoreng dengan keberadaan polisi-polisi nakal itu. Sekali lagi saya tegaskan, tidak akan memberi ampun kepada polisi yang terlibat dalam kejahatan apa pun,” katanya.

Sebagaimana diberitakan Floresa.co sebelumnya, kasus penyelundupan BBM bersubsidi itu berhasil terungkap lewat pengakun seorang sopir angkutan yang memuat BBM hasil penyelundupan tersebut.

Rino, pengemudi angkutan kota bernomor polisi EB 1003 E  di Lao, Kelurahan Wali, Ruteng berhasil diamankan sejumlah anggota Reskrim dari Satuan Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) pada Rabu petang (3/6/2015).

Ia ditangkap saat sedang mengangkut 25 jerigen yang masing-masing berisi 33 liter solar. Saat diinterogasi, ia mengaku, BBM itu yang dipasok dari SPBU Carep hendak dibawa ke PT Wae Kuli.

Masih menurut Rino, tugasnya untuk mengantar solar ke kontraktor atas suruhan pengawas SPBU Carep bernama Atok, di mana ia dibayar Rp.100 ribu per sekali muat. “Atok yang meminta saya mengantarkan BBM jenis solar ke PT Wae Kuli,” katanya. “Ini sudah (yang) kesekian kali.”

Karena dituding berbohong, ia berusaha meyakinkan aparat bahwa ia hanya sebagai pengantar BBM itu. “Saya panggil Atok ke sini sekarang. Supaya semuanya terang benderang” lanjutnya.

Tak lama berselang, Atok hadir di lokasi. Ia pun membeberkan nama-nama orang yang berada di balik penyelundupan BBM ini.

“Betul saya diminta anggota Jatanras (Subdit Kejahatan dan Kekerasan – red) atas nama  Krisno untuk mengisi solar subsidi setiap hari sebanyak-banyaknya,” kata Atok.

Tidak hanya menyeret anggota Jatanras yang belakangan diketahui bernama Brigpol Krisno Ratuloli, Atok juga menyebut jika bisnis BBM ilegal itu sudah lama dilakoni sejumlah oknum polisi.

“Sejumlah polisi terlibat. Tiap hari mereka memesan solar masing-masing 50 jerigen ke saya untuk diselundupkan ke beberapa kontraktor di Ruteng,” ujarnya.

Dia menjelaskan, di SPBU solar dibeli sesuai harga subsidi yakni Rp 6.900 per liter. Namun, sampai ditangan kontraktor dijual hingga Rp.10.000 rupiah per liter.

“Kontraktor menghindari harga non nubsidi atau BBM industri. Supaya murah makanya ambil di SPBU. Supaya aman, dipakai jasa preman anggota” ungkap Atok.

Terkait dugaan keterlibatan Brigpol Krisno, polisi itu membantah saat dihubungi Floresa.co. “Siapa yang omong itu, kemarin (Rabu 3 Juni) saya di Borong, pulang jam setengah tujuh malam, kok ada saya punya nama,” ujarnya, Kamis malam (4/5/2015).

Krisno mengatakan namanya hanya dicatut. Dirinya juga heran mengapa polisi yang melakukan penangkapan itu tidak membawa Rino dan Atok ke kantor polisi setelah ditangkap.

“Saya punya kafe (di Borong) penghasilan Rp 45 juta tiap bulan, saya rasa cukup untuk saya, dari pada dapat itu (uang hasil penyelundupan BBM),” ujarnya. (Ari D/ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini