Meriahnya Upacara Pentahbisan Gereja Cewonikit

Pembukaan pintu Gereja oleh Mgr Huber Leteng Pr, simbol pentahbisan Gereja Paroki St Vitalis, Cewonikit (Foto: William)
Pembukaan pintu Gereja oleh Mgr Huber Leteng Pr, simbol pentahbisan Gereja Paroki St Vitalis, Cewonikit (Foto: William)

Ruteng, Floresa.co – Pada Minggu pagi kemarin (19/72015), semua umat Paroki St Vitalis Cewonikit, Keuskupan Ruteng-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) berbondong-bondong menghadiri upacara pentahbisan Gereja baru mereka.

Upacara itu dipimpin oleh Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng Pr.

Pembangunan Gereja itu membutuhkan waktu sembilan tahun dan menelan biaya hampir Rp 7 miliar.

Dalam khotbah Misa syukur kemarin, Mgr Huber mengatakan, “Gereja ini adalah rumah Tuhan, di mana Tuhan tinggal di sini”

“Gunakan tempat ini untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Lagi pula tempat yang megah ini dibangun sebagai persembahan umat dari kekurangannya. Kita sudah memiliki beberapa tempat ibadah yang megah di kota ini,” katanya.

Sementara itu, Pastor Paroki Cewonikit, Romo Yosef Karus Pr dengan penuh haru sambil meneteskan air mata bertutur tentang suka duka membangun Gereja itu.

“Saya sering mengadu bahkan pernah marah pada Tuhan ketika uang untuk membangun gedung Gereja ini tidak ada,” ungkapnya.

Ia mengatakan, dirinya sungguh menyadari campur tangan Tuhan untuk menyelesaikan pembangun Gereja.

“Melalui komunikasi sesuai cara saya maka para donatur selalu mengirim bantuannya pada saat yang tepat,” katanya.

“Daftar panjang para donator saya simpan rapi dalam buku arsip paroki ini, sehingga mereka akan selalu didoakan oleh imam yang merayakan kurban Ekaristi di tempat ini,” lanjutnya.

Upacara penthabisan Gereja ini dihadiri hampir enam ribu umat paroki, ditambah para donator dan undangan.

Usai upacara pentabisan dilanjutkan dengan resepsi yang dilaksanakan di aula paroki.

Hadirkan Nuansa Adat

Upacara puncak pentahbisan Gereja ini pada Minggu kemarin, sebelumnya diawali dengan sejumlah rangkaian acara adat Manggarai.

Pada Kamis lalu rangkain ritual dimulai dengan acara wisi loce (bentang tikar), tanda dibukanya kegiatan menyambut pemberkatan Gereja itu.

Dalam ritual itu, ada pemotongan hewan kurban, berupa seekor ayam berbuluh putih.

Sementara pada Jumat malam dilakukan ritual adat wee (simbol  para tamu mulai berkumpul), di mana ditandai dengan pemotongan seekor kambing jantan.

Sementara pada Sabtu, ada upacara pemotongan kerbau di pelataran Gereja dalam acara yang disebut kebeng mbaru. (William/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini