Di Mana Tanah Air Beta?

11870633_446413798879600_8921934889216252321_n
Ini adalah pintu cinta yang dirancang oleh seniman muda dari Komunitas Lontart Galeri

Floresa.co-Semua orang butuh uang. Tetapi ketika terancam kehilangan tanah air dan ruang hidup; uang menjadi relatif dan orang berjuang untuk mempertahankan ruang. Setidaknya tidak tersingkirkan darinya.

Di tengah booming industry pariwisata yang mencetak uang di Labuan Bajo, berbagai kelompok orang muda justru bersuara lain: kami butuh ruang, bukan uang.

Hal itu menjadi salah satu penegasan dalam Festival Pantai Pede 2015. Berbagai komunitas gerakan social dan seni di Manggarai Barat menyelenggarakan festival yang berlangsung 15-17 Agustus 2015. Festival ini juga sekaligus merayakan 70 Tahun Indonesia Merdeka. Selama tiga hari mereka menggelar berbagai atraksi seni seperti music, lukis, ukir, tenun dan pameran instalasi.

Monster Privatisasi

Di bawah tema “Di Mana Tanah Air Beta”, festival ini juga menegaskan posisi berbagai elemen masyarakat di Manggarai Barat terhadap privatisasi sumber daya publik demi bisnis pariwisata.

11896138_446413762212937_6387002319071737210_n
Anggota Komunitas Bolo Lobo sedang menaikkan bendera Merah Putih

Kasus yang menghangat selama tiga tahun terakhir ini adalah privatisasi pantai Pede. Lahan seluas 4 hektar di Pantai Pede ini merupakan satu-satunya ruang publik yang kini tersisa di Manggarai Barat. Yang lain sudah diserahkan kepada pihak swasta pengelolahannya.

Sayangnya, belakangan lokasi satu-satunya yang selama ini dipakai sebagai pantai publik, malahan hendak diprivatisasi lagi. Pemerintah Provinsi NTT menyerahkan pengelolahannya kepada PT Sarana Investama Manggabar. Perlu diketahui, sebagian besar sahamnya adalah milik ketua DPR RI, Setya Novanto.

Privatisasi ini kontan menuai penolakan publik yang menghendaki Pantai Pede tetap sebagai ruang public terbuka, tempat rekreasi dan interaksi masyarakat, serta tempat menggelar acara-acara kerakyatan. Hingga kini, tarik ulur atas status Pantai Pede masih terus berlanjut.

Masifnya ekspansi privatisasi, tidak hanya terjadi di pantai Pede. Privatiasi ruang public yang sama terjadi di dalam Taman Nasioanl Komodo. Lahan yang sebelumnya diambil alih dari masyarakat demi kepentingan konservasi, kini malah diprivatisasi dengan cara menyerahkan pengelolahannya kepada pihak swasta.

Celah yang dilakukan untuk itu adalah mengubah aturan zonaese. Rupanya semua itu dilakukan demi mengubah kawasan konservasi menjadi kawasan bisnis.Ironisnya, pihak swasta yang dimaksud adalah sekaligus politisi dan pejabat publik. Kasus yang terkini adalah privatisasi pengelolaan Pulau Padar di dalam taman nasional komodo ke tangan PT. Komodo Wildlife Ecotourism yang disinyalir merupakan milik para pejabat dan politisi nasional.

Di tengah tren privatisasi ini, masyarakat tersingkirkan, tidak saja dari kepemilikan dan akses terhadap sumber daya, tetapi juga dari proses dan manfaat pembangunan.

Di mana Tanah Air Beta?

Di tengah tren privatisasi yang mencaplok ruang dan sumber daya public serta manfaat pembangunan atas nama investasi itu, orang muda Manggarai Barat menggugat, “Di mana tanah air beta?”. Tema itu pulalah yang mereka usung dalam festival tiga hari ini. Mereka menggugat privatisasi dan pencaplokan sumber daya public, dan menegaskan posisi politik mereka akan pembangunan yang inklusif.

Ruang, yaitu ruang hidup, tempat bermain, tempat berinteraksi, menjadi salah satu inti perjuangan. Pesan itu paling baik terungkap dalam lagu di Mana Tanah Air Beta yang khusus diciptakan untuk festival ini

Ketika tanah titipan leluhur

Dan mata air yang diwariskan turun temurun

Diprivatisasi atas nama investasi

Oleh kepentingan penguasa berkompromi

Dan di mana tanah air beta

Ketika pemimpin yang kita pilih

Yang mestinya menjaga harga dini negeri ini

Memilih menjadi kaki tangan korporasi

Demi kepentingan elit-elit bekompomi

Dan di mana tanah air beta.

Dan di mana tanah air kita

Orang muda Manggarai Barat sudah menegaskan posisi politik mereka. Lebih lanjut dalam syair itu

Di sini tanah air beta

Di sini kita semua berdiri

Untuk memimpin diri kita sendiri

Membangun harga diri

Demi masa depan tanah air ini. ( CPD/Gregorius/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini