KWI Ajak OMK untuk Peduli pada Politik

Floresa.co – Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak orang muda katolik (OMK) untuk peduli pada politik, dan menjauh kecenderungan untuk antipasti ketika berbicara tentang politik.

Sebagai bagian dari ajakan itu, pada Jumat-Minggu (18-20/9/2015) akhir pekan lalu, Komisi Kepemudaan KWI menggelar pendidikan politik bagi OMK, lewat program “Sekolah Demokrasi Untuk OMK.”

“Ada gejala apatisme terhadap politik di kalangan OMK kita, karena mereka menganggap politik itu kotor, penuh intrik,” kata Sekertaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI Romo Antonius Haryanto sebagaimana dilansir Indonesia.ucanews.com.

Kaum muda yang terlibat dalam program ini berasal dari Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bandung, Keuskupan Bogor, Keuskupan Makassar dan Keuskupan Weetebula.

Menurut Romo Haryanto, pelatihan ini, yang merupakan pelatihan pertama kali, dibuat saat ini, karena dalam rangka menyambut Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang, yang disinyalir akan tetap rawan dengan praktek politik uang dan kampanye-kampanye hitam.

“Peserta pelatihan, akan digerakkan untuk mengambil bagian dalam persiapan Pilkada ini, misalnya dengan membantu menyadarkan sesama mereka, tentang bagaimana harus memilih, bagaimana mengontrol penyelengggaran Pilkada agar bisa berlangsung secara demokratis dan apa yang bisa mereka lakukan untuk mengontrol pemimpin terpilih,” katanya.

Hal-hal konkret dan teknis terkait hal itu, kata dia, akan diserahkan ke masing-masing kaum muda di setiap keuskupan, terutama yang akan mengikuti Pilkada.

“Kami mengajak kaum muda bahwa keterlibatan dalam politik sebagai bagian dari panggilan menjadi orang katolik,” kata Romo Haryanto.

“Harapannya mereka akan mengumpulkan teman-teman lainnya, setelah pelatihan di sini,” katanya.

Program sekolah demokrasi, jelasnya, akan dilanjutkan dengan memberi pelatihan kepada OMK di beberapa keuskupan, yang sudah meminta Komisi Kepemudaan KWI untuk menjadi fasilitator.

Joannes Joko, salah satu fasilitator mengatakan, dalam pelatihan ini ia menggerakan kaum muda untuk tidak saja sibuk memikirkan diri mereka sendiri, tetapi memiliki kepekaan pada urusan politik.

“Kaum muda mesti merasa bahwa politik itu sebagai hal yang berkaitan dengan hidup mereka sehari-hari,” katanya.

Hambatan selama ini, kata dia, persepsi di kalangan kaum muda bahwa politik itu kotor, memuakkan, terutama karena menyaksikan perilaku politisi yang diberitakan media.

Kegiatan ini, katanya, tentu tidak bertujuan untuk mencetak politisi.

“Tetapi mengingatkan kaum muda untuk menyadari bahwa mereka juga dipanggil untuk berbuat sesuatu, demi mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera” katanya.

Yohana Lobo, salah satu OMK dari Keuskupan Makassar mengatakan, memang selama ini, pengalamannya, banyak di kalangan OMK yang masih melihat pemisahan tegas antara Gereja dan politik.

“Kaum muda alergi dengan politik. Mereka hanya tertarik pada urusan sosial karitatif, seperti donor darah, bakti sosial.” kata umat Paroki St Paulus Tello, Makassar ini.

Hal ini, selain karena faktor kesadaran yang kurang di kalangan OMK, juga kuranya upaya pembinaan dari Gereja sendiri.

“Di keuskupan kami, upaya memberi pemahaman tentang mengapa perlu dan apa dasar keterlibatan dalam politik, masih kurang,” katanya.

Ketika kembali ke Makassar, kata dia, ia akan menggerakan OMK lain untuk membuat program khusus, bagaimana memperdalam kesadaran orang muda terkait politik.

“Kami mungkin akan mengunjungi paroki-paroki yang tahun ini akan mengikuti Pilkada serentak,” katanya.

Yasintus Runesi, OMK dari Paroki St Stefanus Cilandak, Jakarta mengatakan, dalam pelatihan ini, ia menimba semangat untuk bagaimana menjadi politisi yang katolik.

“Saya belajar bagaimana identitas  kekatolikan mempengaruhi saya dalam politik,” kata Runesi, OMK yang bercita-cita menjadi politisi.

Ia mengatakan, dari apa yang ia pelajari selama pelatihan, hal penting yang mesti menjadi pedomaan bagi politisi Katolik dan orang Katolik yang mau peduli pada politik adalah, memahai ajaran sosial Gereja.

“Dari semua konsep Gereja tentang politik, saya melihat, ajaran sosial Gereja menjadi panduan tentang bagaimana berpolitik yang baik dan apa yang mesti diperjuangkan dalam politik,” katanya.

Persoalan selama ini, kata dia, pendampingan Gereja kepada kepada orang-orang Katolik yang terlibat dalam politik, masih kurang.

“Program sekolah demokrasi ini, semoga menjadi awal yang baik, agar perhatian Gereja lebih intens, terutama untuk mengingatkan agar siapapun yang terlibat dalam politik, jangan meninggalkan nilai-nilai kekatolikan, yang tentunya mendorong terwujudnya kebaikan bersama,” katanya. (Indonesia.ucanews.com/ARL.Floresa)

 

 

spot_img

Artikel Terkini