Kini, Pater Marsel Agot Minta Bertemu dengan Lebu Raya

Floresa.co  – Pada Kamis pekan lalu, Pastor Marsel Agot SVD, imam aktivis di Manggarai Barat (Mabar) menolak hadir dalam pertemuan dengan Gubernur Frans Lebu Raya, yang datang untuk sosialisasi rencana pembangunan hotel oleh PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) di Pantai Pede, Labuan Bajo.

Meski diundang khusus, namun ia lebih memilih mengikuti acara lain hari itu.

Ia beralasan, dirinya adalah bagian dari Gerakan Masyarakat Peduli Pede (Gemas P2), sementara dalam undangan rapat yang dikirim oleh Penjabat Bupati Mabar, Tini Tadeus, ia diminta hadir dalam kapasitas sebagai tokoh agama.

Ia pun menegaskan, dirinya menghomati Gemas P2, karena itu, lebih baik tidak menghadiri pertemuan itu.

BACA: Tolak Temui Gubernur, Apa Alasan Pastor Marsel Agot?

Keputusan Pater Marsel saat itu sempat mendapat kritikan, karena sebelumnya, ia menantang Lebu Raya untuk tidak perlu takut datang ke Labuan Bajo.

Menjawab kritikan-kritikan itu, ia berkali-kali menegaskan, ketidakhadirannya di pertemuan itu dipicu oleh undangan yang tidak menghargai Gemas P2.

Seminggu usai kejadian itu, hari ini, Pastor Marsel bersama sejumlah kawannya menemui Tini Tadeus dan menyampaikan intensi khusus untuk menemui Lebu Raya.

“Tadi pater dan teman-temannya minta untuk ketemu bapa gubernur sekali lagi. Nanti saya fasilitasi,” kata Tini, Kamis siang.

Namun, ia mengatakan, hal itu belum bisa dipastikan waktunya, karena harus disesuaikan dengan agenda Lebu Raya. “Tergantung bapa punya waktu kapan,” katanya.

Ia menegaskan, Pater Marsel datang bersama beberapa orang lain. Namun, kata Tini, ia tidak tahu persis nama mereka. “Muka (mereka) saya tahu, (tetapi) nama kurang hafal. Ibunya ada dua. Tadi disebut ada nama Sil, tapi Sil siapa, kurang tahu juga,” jelasnya.

Ketika ditanya apa saja yang dibicarakan dengan Pater Marsel, meski enggan menjelaskan lebih detail, namun Tini mengatakan, Pastor Marsel meminta agar semua pihak “satu bahasa terkait pembangunan hotel.”

Tini mensinyalir Pater Marsel dan kawan-kawannya tidak menolak pembangunan hotel PT SIM.

“Kalau soal membangun (hotel), saya kira mereka juga setuju, hanya perlu kesamaan persepsi,” katanya.

Ia menambahkan,  “yang mereka inginkan antara lain misalnya tanah itu bisa diserahkan ke Pemkab Mabar.”

“Saya bilang, kalau soal itu ada prosedurnya. Harus tanya di DPRD Provinsi. Kan tidak bisa serta-merta, ini ada kaitan dengan inventarisasi aset. Ini ada kaitan dengan neraca, dengan uang,” katanya.

Ketika hal ini dikonfirmasi ke Pater Marsel, Kamis, ia mengakui pertemuan dengan Tini. Selain itu, kata dia, mereka juga berdialog dengan Kapolres Mabar.

Terkait apa yang nanti akan dibicarakan dengan gubernur, ia mengatakan, ingin agar Lebu Raya menunjukkan bukti-bukti terkait status lahan Pantai Pede.

“Diminta agar gubernur transparan asal-usul tanah dan disertai bukti-bukti. Lalu, membahas pemanfaatan lahan Pantai Pede,” katanya kepada Floresa.co.

Perbedaan Sikap

Posisi Pater Marsel dan kawan-kawannya di Gemas P2 terkait rencana pembangunan hotel, sebagaimana disampaikan Tini, memperlihatkan gejala adanya perubahan sikap, dibanding kelompok aktivis lain di Mabar saat ini.

Informasi yang dihimpun Floresa.co, Komunitas Bolo Lobo – kelompok anak muda yang selama ini gencar menolak privatisasi Pantai Pede -, misalnya, masih seratus persen menolak pembangunan hotel itu, yang mereka nilai, akan membuat masyarakat setempat kehilangan satu-satunya ruang publik yang masih tersisa di pesisir pantai di Labuan Bajo.

Perbedaan sikap itu, tampak diafirmasi oleh Pater Marsel, yang saat bertemu dengan Tini, mengaku tidak mengenal Komunitas Bolo Lobo.

“Tadi Pater bilang, Bolo Lobo itu bukan mereka punya grup. Itu grup pendatang baru. Mereka juga tidak tahu itu darimanaa. Dan mereka tidak terdaftar di Gemas P2 itu,” kata Tini kepada Floresa.co.

Senada dengan Pater Marsel, Tini juga mengaku asing dengan Komunitas Bolo Lobo.

“Saya juga tidak tahu Bolo Lobo itu dari mana, saya juga tidak tahu,” kata Tini.

Terkait sikap dalam polemik Pede, dalam wawancara dengan Floresa.co, beberapa waktu lalu, Pastor Marsel memang tampak berupaya menghindar untuk menjawab dengan pasti.

BACA JUGA: Privatisasi Pantai Pede dan Ketiadaan “Legitimasi” Sosial

Ia memang mengatakan, “seharusnya sikap saya tidak perlu dipertanyakan. Saya menolak”. Namun, ia pun segera memberi catatan. “Tapi, jangan sekedar tolak, tolak dengan dasar apa. Harus ada dasar dong, mengacu pada UU apa. Harus ada dokumen dong,” katanya.

Saat ditanya lebih lanjut, setelah membaca UU yang ia jadikan rujukan, apa kemudian sikapnya, ia mengatakan, “baca lagi pernyataan-pernyataan saya sebelumnya. Saya tidak perlu mengulangi lagi.”

Gereja Tegas Menolak

Munculnya sinyal perubahan sikap Gemas P2, tidak hanya berseberangan dengan sikap anak muda di Mabar, tetapi juga juga tidak sejalan dengan sikap yang diambil Keuskupan Ruteng saat ini.

BACA: Uskup Ruteng: Gereja Tolak Privatisasi Pantai Pede, Itu Sudah Jadi Keputusan Sinode!

Mgr Huber Leteng Pr mengatakan kepada Floresa.co baru-baru ini, Keuskupan Ruteng sudah mengambil sikap tegas berhadapan dengan kasus Pantai Pede.

“Gereja tegas menolak privatisasi. Itu sudah keputusan sinode,” katanya.

Ia menegaskan, karena itu merupakan hasil sinode, maka sikap itu mesti menjadi pegangan para imam, juga umat di wilayah keuskupan.

Ia juga menegaskan dukungannya terhadap upaya para aktivis di Mabar, yang menolak privatisasi.

“Saya mendukung apa yang mereka lakukan. Saya juga meminta, bila ada tanda-tanda mulai ada aktivitas di lahan itu, maka mesti ada gerakan. Masyarakat mesti proaktif,” katanya.

Ketika ditanya Floresa.co, apakah ia bersedia untuk ikut dalam aksi bersama warga bila pemerintah tetap bersikeras, ia menegaskan, “Kalau pas waktunya, kenapa tidak?”

“Kalaupun saya tidak ikut dalam aksi-aksi mereka, karena persoalan waktu misalnya, yang pasti saya mendukung dari belakang,” tegasnya. (Petrus D/Ari D/ARL/Floresa)

 

spot_img

Artikel Terkini