Pentas Drama “Titik”, Cara Sanpio Maknai Hardiknas

Floresa.co – Komunitas Seminari Pius XII Kisol (Sanpio), Manggarai Timur memilih mementaskan sebuah drama, untuk memaknai Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei tahun ini.

Drama berjudul “Titik”yang dimainkan oleh para siswa kelas X SMA itu disutradarai oleh Bram Garung, Tian Gunardo, dan Valdi Nggarang, serta dikoordinasi oleh Fr. Kristo Selamat dan Fr. Oriol Dampuk.

Pementasan diadakan pada Sabtu, 1 Mei 2016, pukul 20.00 WITA, yang disaksikan oleh anggota komunitas Sanpio dan undangan lainnya, termasuk dari SMA Negeri 1 Ruteng.

Drama ini mengisahkan tentang pengorbanan seorang anak cacat untuk membela kaum miskin.

Adi, nama anak itu yang tangan kiri dan kakinya tak berfungsi dengan baik. Ia dikisahkan  mempunyai seorang ayah bernama Pak John dan seorang kakak bernama Chris.

Kisah dimulai saat Pak John tampil  pada acara talkshow bernama Teropong di Reality TV. Ia hadir untuk menceritakan pengalamannya bersama kedua anaknya yang ditulis dalam sebuah buku.

Buku tersebut dibuat untuk mengenang jasa anaknya yang rela berkorban. Pak John mulai menceritakan kisahnya ketika ia bekerja pada sebuah proyek pertambangan.

Watak Pak John yang keras dan kasar ditonjolkan ketika mengawasi pekerjaan tambang. Ia tak segan memukul para pekerja yang malas bekerja.

Pada adegan selanjutnya, latar rumah Pak John ditampilkan. Saat itu terjadi percakapan antara Adi dan Chris, di mana Chris memarahi Adi karena membuang waktu hanya untuk menulis.

Chris ingin agar Adi tetap mendukung pertambangan yang dilakukan oleh ayahnya. Namun Adi bersikeras untuk menentang proyek itu.

Adegan berikut menampilkan kisah saat utusan pemerintah datang untuk menawarkan kontrak kerja kepada perusahaan Pak John.

Kontrak itu disetujui oleh Pak John, dengan syarat perjanjian itu harus dirahasiakan. Tak ada seorang pun yang tahu isi perjanjian itu.

Saat itu pula, ditampilkan bagaimana para pekerja secara tak sengaja mendengar isi perundingan itu. Mereka bersepakat untuk melakukan demo.

Adegan selanjutnya terjadi di rumah Pak John. Adi tetap sibuk menulis. Adegan ini diawali dengan percakapan antara Pak John dan Chris, di mana Pak John memuji perkembangan kuliah Chris.

Salah satu adegan dalam drama Titik. (Foto: Fr Oriol Dampuk)
Salah satu adegan dalam drama Titik. (Foto: Fr Oriol Dampuk)

Konflik muncul saat Pak John mengetahui isi tulisan Adi tentang tambang. Selama ini Adi giat menulis tentang penolakan terhadap tambang.

Pak John pun menjadi marah dan geram terhadap Adi. Ia tak menyangka bahwa anak kandungnya sendiri yang menolak usahanya.

Namun, Adi tetap pada pendiriannya. Ia ingin cacat yang dialaminya tak menghalangi perjuangan membela kaum miskin.

Keterbatasannya justru menjadi alat untuk menolak perusakan alam dan ketakadilan terhadap kaum lemah.

Pada adegan selanjutnya, dengan latar lokasi tambang, diceritakan bagaimana Pak Anton, teman kerja Pak John mengetahui opini dan berita tentang penolakan tambang.

Ia memberitahu hal tersebut kepada Pak John, yang membuatnya kemudian menjadi marah atas opini dan berita yang ditulis oleh Adi.

Para pekerja tambang kemudian menggelar demonstrasi, meminta upah yang lebih tinggi. Pak John pun menyetujui kenaikan upah.

Namun, masalah semakin rumit saat datang utusan pemerintah, lalu membatalkan perjanjian kontrak kerja. Alhasil, perusahaan Pak John tak dapat lagi bekerja di daerah itu.

Kawannya, Pak Anton tak menerima keputusan itu. Ia menuduh Adi sebagai biang kegagalan itu, lalu menyuruh teman dekatnya untuk melakukan rencana jahat.

Pada adegan selanjutnya, pesuruh Pak Anton pergi ke rumah Pak John dan membunuh Adi. Lalu dikisahkan bagaimana Pak John dan Chris menyesali semua perbuatannya.

Adi rela mati demi membela kebenaran meski tubuhnya cacat.

Pada adegan terakhir dengan latar studio TV, Pak John memberikan pesan khusus kepada para penonton.

Pengorbanan

Melalui drama yang berdurasi 45 menit ini, para penonton diajak untuk memahami bahwa keterbatasan adalah jalan utama menuju kebahagiaan.

Keterbatasan atau kekurangan yang dialami oleh setiap orang hendaknya bukanlah menjadi cambuk untuk berdiam diri pada kelemahan itu, melainkan menjadi senjata ampuh untuk menghasilkan mahakarya.

Keterbatasan itu bukanlah akhir dari pendidikan melainkan awal dari perkembangan kepribadian yang utuh. Pendidikan harus dimaknai sebagai tonggak melawan segala macam bentuk ketidakadilan.

Judul “Titik” dipilih dengan maksud agar setiap orang  melihat persoalan tidak untuk berhenti pada tanda titik, tetapi mampu mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang terjadi.

“Titik” menghadirkan saran untuk menerima keadaan hidup dan menggunakannya menuju kebaikan bersama. (Kontributor Fr Oriol Dampuk/ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini