Refleksi Diri

Pengantar Redaksi:

Artikel ini ditulis oleh sejumlah guru di SDK Ruteng II – Manggarai, Flores,NTT. Menurut keterangan kepada redaksi Floresa.co, artikel ini sebagai tanggapan mereka atas opini seorang guru lainnya yang dimuat di media lokal Pos Kupang, 3 Mei 2016.

 Untuk menjadi seorang guru profesional yang melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang baik tidaklah mudah, karena sasaran dari apa yang dilakukan oleh seorang guru adalah bukan saja sekedar seseorang itu mengetahui sesuatu, akan tetapi juga harus memahami apa yang ia ketahui. Dan, selanjutnya secara sadar ia mampu berbuat dan dapat bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan itu baik terhadap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan lebih jauh lagi ia mampu mempertanggungjawabkan semuanya kepada Tuhan.

Sebuah ulasan opini di Pos Kupang (3 Mei 2016) menarik perhatian para guru khususnya yang output S1 Kualifikasi dan S1 Percepatan atau PSKGJ, judulnya: “Sarjana Paksa Diri Sebagai Catatan Hari Pendidikan”. Di momen Hardiknas tahun ini, persoalan yang menjadi prioritas adalah kualifikasi pendidikan yang menjadi prasyarat bagi seorang pendidik. Kualitas bangsa dan perkembangan peradaban manusia sangat ditentukan oleh tulisan manusia, yang erat kaitannya dengan proses pendidikan untuk memperoleh predikat gelar sarjana. Dalam ulasan opini tersebut, semua pihak diajak untuk merenung bahwa sarjana kita saat ini mudah diproses, gampang didapat, dan akhirnya nihil dalam kualitas, sehingga muncullah istilah sarjana instan. Sering juga disebut sarjana abal-abal karena hanya mempelajari modul kuliah tanpa turun melihat realitas pendidikan di lapangan, didukung oleh mudahnya mahasiswa, calon sarjana, memperoleh dan mencuri karya ilmiah dalam dunia maya.

Secara tidak langsung ulasan opini “Sarjana Paksa Diri” mengingatkan kita tentang pentingnya refleksi diri. Refleksi diri bagi seorang pendidik, juga termasuk penulis opini “Sarjana Paksa Diri” yang bekerja sebagai guru honor di SDK Ruteng II, bisa membawa perubahan terutama pada tugas pokok kita khususnya dan mencapai kualitas manusia yang sesuai perkembangan peradaban manusia yang baik pada umumnya.

Bagaimana mungkin guru yang juga disebut pendidik, pada pundaknya ada tugas dan tanggung jawab membimbing dan mendidik anak-anak menjadi generasi penerus yang berkualitas, tapi bersikap melecehkan sesama pendidik dengan sebutan “sarjana paksa diri”, sarjana instan, sarjana abal-abal dan sarjana pencuri?

Setidaknya kita perlu merenung diri, apakah kita sebagai pendidik termasuk penulis opini “Sarjana Paksa Diri” patut dicontohi oleh anak-anak didik lebih khusus peserta didik yang ada di SDK Ruteng II kalau pribadi kita sendiri tidak mencerminkan pendidik yang berkualitas?

Penulis opini “Sarjana Paksa Diri” bekerja sebagai guru honor di SDK Ruteng II, sering tidak datang sekolah dalam jangka waktu yang lama untuk urusan pribadi tanpa meninggalkan tugas untuk siswa. Masuk kelas, ya!!!! Tetapi untuk berinteraksi dengan siswa pun sebaliknya, tidak dilakukan, karena sibuk dengan kutak-katik handphone sepanjang proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung. Dimanakah proses terciptanya manusia berkualitas menurut penulis opini “Sarjana Paksa Diri” dalam mendidik anak didik menjadi generasi penerus bangsa ini? Sarjana apapun namanya lihat dulu mutu diri kita sendiri, sejauh mana kualitas pribadi kita bagi orang lain, sejauh mana kita membimbing siswa yang bermasalah melalui pendekatan yang tepat sehingga bisa memecahkan masalah yang dihadapi siswa, karena itulah tugas seorang pendidik termasuk penulis opini “Sarjana Paksa Diri”. Buru-buru menyelesaikan masalah yang besar sementara masalah tugas pokok sebagai guru dalam menjalankan tugas sebagaimana mestinya harus diabaikan.

Jangan hanya beropini untuk mencari popularitas demi sebuah nama, sementara bukti dari kualitas dari manusia yang beradab tidak dilakukan. Mari kita introspeksi diri supaya bisa membawa perubahan untuk diri kita sendiri dan juga untuk orang lain. Kerja, kerja, dan kerja demi anak-anak generasi penerus bangsa.

Guru-Guru SDK Ruteng II

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini