Uskup Hubert Tegaskan Pantai Pede Sebagai Ruang Rekreasi untuk Semua Orang

Labuan Bajo, Floresa.co – Uskup Ruteng, Mgr Hubert Leteng Pr menegaskan Pantai Pede adalah ruang rekreasi untuk semua lapisan masyarakat, bukan hanya untuk kelompok kaya.

Hal itu ditegaskan Mgr Hubert dalam kotbah saat misa penutupan bulan suci Rosario di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, Selasa 31 Mei 2016.

Misa ini dihadiri ribuan umat Katolik baik yang ada di kota Labuan Bajo maupun utusan dari sejumlah paroki di Manggarai Barat. Sebelum misa, umat mengarak patung Bunda Maria dari Paroki Roh Kudus Labuan Bajo menuju Pantai Pede. Sesampai di Pede, patung Bunda Maria ditempatkan sekitar 10 meter dari bibir pantai.

“Pede ini merupakan ruangan rekreasi untuk semua orang dari segenap lapisan,golongan, dari segenap suku bangsa. Pede bukan untuk mereka kelompok kaya dan borjuis. Mari kita selamatkan pantai ini demi kebersamaan diantara keragaman,”ujar Mgr Hubert dalam kotbahnya.

Umat menghadiri misa penutupan bulan Rosario di Pantai Pede, Selasa 31 Mei 2016 (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)
Umat menghadiri misa penutupan bulan Rosario di Pantai Pede, Selasa 31 Mei 2016 (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)

Mgr Hubert mengatakan perjuangan menolak privatisasi Pantai Pede adalah perjuangan untuk orang-orang kecil dan sederhana, bukan untuk untuk kepentingan orang-orang besar dan orang berduit.

“Pertahankanlah pantai ini bagi ruang publik. Bila kita mau mencintai orang-orang kecil dan sederhana, perhatikanlah mereka dengan menjadikan pantai ini menjadi milik semua orang,”ujarnya.

Usai memimpin misa, Uskup selanjutnya menaman pohon. Saat menanam pohon, Mgr Hubert berdoa menggunakan bahasa Manggaria.

“Haju, ite paka mose,kudu rinding agu pande mbau ce natas Pede ho’o,”ujarnya yang berarti semoga pohon ini tumbuh untuk melindungi dan menyejukan Pantai Pede.

Selain Uskup, sejumlah perwakilan umat, tokoh masyarakat dan DPRD Manggarai Barat juga ikut menanam pohon di pantai itu. Tampak diantaranya mantan Bupati Manggarai Barat, Fidelis Pranda; Ketua DPRD Belasius Jeramun; mantan Kapolres Manggarai Barat Butce Helo serta sejumlah aktivis.

Mgr Hubert Leteng Pr (tenga), Vikep Labuan Bajo, RD Robert Pelita (kiri) dan Ketua DPRD Manggarai Barat Belasius Jeramun (kanan) menanam pohon di Pantai Pede, Selasa 31 Mei 2016 (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)
Mgr Hubert Leteng Pr (tenga), Vikep Labuan Bajo, RD Robert Pelita (kiri) dan Ketua DPRD Manggarai Barat Belasius Jeramun (kanan) menanam pohon di Pantai Pede, Selasa 31 Mei 2016 (Foto: Ferdinand Ambo/Floresa)

Romo Edi Manori dalam sambutanya mengajak umat untuk tidak membiarkan Pantai Pede yang dia sebut sebagai “natas labar”, diprivatisasi.

“Ini ruangan untuk berbagi kasih. Kita yang berkumpul di sini adalah orang-orang kecil yang tidak punya apa-apa. Yang tersisa pada kita hanya doa dan kata, itulah sebabnya kita menyapa dia adalah Bapa.”

“Saat ini kita sedang mengalami kegelisahan hati, maka marilah kita mendengar lagu ini. Pede dami e anak,senget koe ta (Anak, dengarkan pesan kami).”

“Ketika air mata menetes di pantai ini, itu karena suara pede (pesan) nenek moyangmu tidak kamu hargai. Pede damai e anak,senget koe ta (Anak, dengarkan pesan kami).

“Ketika kita menjadi mendi (budak) dan asing di tanah sendiri, itu karena kita melupakan apa yang telah dikatakan nenek moyang kita. Ketika kita menangis karena tanah warisan nenek moyang digadai demi kepentingan bisnis dari segelitintir orang, maka kita sedang melupakan Pede dise ende,ledong dise empo (pesan nenek moyang).”

“Inilah adalah natas bate labar (ruang publik) tempat nenek moyang kita menitip pesan agar kita orang Mangggarai bersaudara bersatu dan menghargai alam serta menghargai sang Pencipta,”tandasnya.

Pantai Pede saat ini sedang menjadi polemik. Pasalnya, pemerintah Provinsi NTT menyerahkan pengelolaannya kepada PT Sarana Inevstama Manggabar (PT SIM). Sementara di sisi lain, masyarakat menolak rencana itu, sebab akan membatasi akses publik masuk ke pantai itu. Apalagi di sekitar kota Labuan Bajo, Pantai Pede merupakan satu-satunya pantai yang masih bisa diakes bebas untuk rekreasi umum. Sementara yang lainnya, sudah dikapling sebabagai milik privat. (Ferdinand Ambo/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini