Tebar Pesona Para Kandidat

Oleh: EPIFANIUS SOLANTA

Momentum menjelang pemilihan bupati dan gubernur kerapkali digunakan sebagai ajang untuk tebar pesona bagi para kandidat yang akan bertarung.

Ruang publik pun banyak dihiasi oleh wajah-wajah mereka dengan berbagai macam tawaran ide serta pemberitaan tentang prestasi-prestasi yang telah diraih.

Menariknya, ruang-ruang tersebut tidak pernah berisi kegagalan ataupun kejadian-kejadian masa lalu yang memilukan yang pernah mereka alami.

Tentu saja di sini saya tidak sedang memvonis bahwa sebelumnya mereka pernah melakukan kesalahan besar kepada rakyat.

Pertanyaannya adalah, apakah mereka salah untuk mempopulerkan dan melakukan tebar pesona di ruang publik?

Realitas

Tebar pesona yang saya maksudkan merujuk pada cara untuk mempopulerkan diri baik melalui media massa maupun dengan gaya blusukan ke daerah-daerah terpencil.

Saat ini, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah bermunculan foto-foto para figur di media massa dan juga yang dipajang di tempat-tempat strategis seperti di jalan raya.

Tagline yang digunakan pun berupaya menghipnotis dan memikat hati rakyat. Pertarungan simbolik cukup nyata terjadi di sana.

Tujuannya tentu saja sama yaitu memenangkan hati rakyat supaya bisa terpilih saat pemilihan nanti.

Beberapa daerah yang sebelumnya tidak pernah dikunjungi kini mulai dilirik.

Jalan yang berlumpur, penuh batu-batu besar dianggap bukan jadi soal, yang penting bisa bertemu dan melihat secara langsung bagaimana kondisi rakyat.

Di sana mulai diutarakan janji-janji manis. Dan, kadang terjadi black campaign.

Dalam satu birokrasi yang sama misalnya, terjadi saling lempar tanggung jawab.

Salah satu contoh, ketika ditanya oleh rakyat, mengapa jalan menuju kampung halaman mereka tidak pernah berubah, krisis air minum terus terjadi dan akses terhadap fasilitas kesehatan sangat sulit didapat?

Dengan santai mereka menjawab, itu adalah kesalahan pemimpin lain.

Kondisi-kondisi pahit yang sedang dirasakan oleh masyarakat seperti jalan raya yang tidak terawat, krisis air minum, minimnya fasilitas kesehatan kemudian akan menjadi obyek kampanye bagi para kandidat.

Mereka berjanji, ketika terpilih, maka persoalan tersebut segera diatasi.

Sikap Kritis

Masyarakat perlu kritis agar tidak mudah terbuai dengan kata-kata manis para kandidat.

Hal yang selalu penting diperhatikan adalah melihat rekam jejak mereka, melacak latar belakang, motivasi dan keberpihakan merekakepada rakyat.

Mesti ada kesesuaian antara apa yang dibicarakan dengan apa yang dilakukan.

Namun, perlu juga menepis anggapan umum yang mengatakan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang sedikit omongnya tetapi tindakannya banyak.

Mari kita melihatnya secara komprehensif bahwa tidak selamanya yang banyak omong tetapi sedikit berbuat, juga sebaliknya.

Sinergisitas antara keduanya adalah sesuatu yang sangat penting.

Catatan terakhir semoga kita tetap menjadi insan yang kritis dan tidak terhipnotis dengan cara mereka “meninggikan diri”.

Penulis berasal dari Mukun-Manggarai Timur, mahasiswa sosiologi Universitas Atma Jaya, Yogyakarta

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini