Diduga Lakukan Kriminalisasi, TPDI Minta Kapolri Copot Kapolres dan Kasat Reskrim Sikka, NTT

Jakarta, Floresa.co – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang diwakili oleh Petrus Selestinus dan Robert B. Keytimu telah melaporkan Kapolres Sikka AKBP. I Made Kusuma Jaya dan Kasat Reskrim Polres Sikka AKP. Henry Susanto Sianipar kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kapolda NTT Brigjen Pol. Widiyo Sunaryo karena diduga keras melakukan kriminalisasi.

Kriminalisasi berupaya mempidanakan kasus perdata dengan menjadikan pengusaha di Maumere Sdr. Cendranata Nikolay alias Cen menjadi tersangka, ditahan bahkan saat ini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Maunere.

Cen dituduh memindahtangankan barang bergerak yang telah disita dalam perkara perdata, melanggar Pasal 231 ayat (3) atau ayat (1) KUHP yaitu disangka: dengan sengaja menarik suatu barang yang disita berdasarkan ketentuan undang-undang atau yang dititipkan berdasarkan perintah hakim atau dengan mengetahui barang ditarik dari situ atau menyembunyikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (3) atau ayat (1) KUHP.

“Padahal casus bellinya adalah, Sdr.  Cen mempunyai hubungan hukum berupa jual beli atau pinjam meminjam alat berat berupa satu unit Excavator Hitachi Model ZX210F M/N yang hingga saat ini merupakan obyek sengketa perdata dalam perkara gugatan antara Cen sebagai Penggugat melawan Sdr. Alfonsus Tjin sebagai Tergugat di Pengadilan Negeri Maumere,” terang Petrus di Jakarta, Minggu (13/11).

Petrus menjelaskan, dalam gugatan rekonvensi Alfonsus Tjin,  satu unit Excavator itu ditetapkan disita sebagai sita revindicatoir oleh Hakim Perdata. Namun Excavator dimaksud tetap berada di tangan Cendranata Nikolay, dititipkan untuk dijaga dan dirawat serta tidak boleh dipindahtangankan sesuai dengan tujuan penyitaan dalam perkara gugatan perdata.

“Jadi keberadaan Excavator di tangan Cendranata Nikolay itu sah karena memang sedang disengketakan kepemilikannya dan juga dititipkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Maumere untuk dirawat, dijaga dan tidak dipindahtangankan,” tandas dia.

Petrus menilai, dengan dasar tersebut, maka Cendranata Nikolay tetap boleh mengunakan Excavator dimaksud untuk usahanya mengerjakan proyek-proyeknya sesuai fungsi Excavator. Untuk itu, pada tanggal 5 Agustus 2016 yang lalu Cen membawa Excavator dimaksud ke Larantuka untuk suatu pekerjaaan proyek dari Kupang

“Namun dalam perjalanan menuju Larantuka, oleh Kapolres Sikka AKBP. I Made Kusuma Jaya, dan Kasat Reskrim AKP. Hendry Susanto Sianipar,  langsung melaporkan pembawaan Excavator tersebut di Polres Flores Timur, ditahan oleh penyidik Polres Sikka, tanpa penyelidikan tetapi langsung penyidikan tanpa ijin Pengadilan dan langsung disita oleh penyidik Polres Sikka dengan sangkaan Pasal 231 ayat (3) atau ayat (1) KUHP,” jelas dia.

Padahal, lanjut Petrus, Excavator yang disita secara perdata itu tetap di tangan Cen dalam keadaan baik dan tidak disembunyikan atau untuk dipindahtangankan. Menurut, Petrus dalam lalu lintas Hukum Acara Perdata sita revindicatoir atau sita consevatoir hanya dimaksudkan agar selama sengketa berlangsung barang yang disita itu tidak dipindahtangankan demi menjamin hak-hak Penggugat manakala gugatanya dimenangkan.

“Artinya barang itu tetap boleh digunakan oleh Tergugat atau Penggugat asal tidak dijual/dipindahtangankan kepada pihak ketiga demi menjamin hak yang menggugat manakala Penggugat memenangkan gugatannya itu,” kata dia.

Sementara Peneliti TPDI Robert B. Keytimu menilai apa yang dilakukan oleh Kapolres Sikka AKBP I Made Sukma Jaya dan Kasat Reskrim Sdr. Andry Susanto Sianipar adalah tindakan yang patut diduga sebagai “kriminalisasi”. Robert menduga keras adanya faktor suap atau memperdangnagkan pengaruh di balik perbuatan dimaksud.

“Karena berdasarkan informasi dari penyidik bahwa tindakan mentersangkakan, menangkap dan menahan Cendranata Nikolay berdasarkan permintaan Anggota DPR RI Dapil NTT I yang sekarang menjabat Ketua Komisi III DPR Beny K. Harman. Terlebih-lebih juga tindakan Polres Sikka tanpa melalui tahapan penyelidikan, tanpa ijin penyitaan terlebih dahulu seakan-akan peristiwa tertangkap tangan melakukan pencurian atau penggelapan,” jelas Robert.

Tindakan Kapolres Sikka AKBP Imade dan Kasat Reskrim AKP. Hendry, kata dia jelas telah melawan dan membangkangi kebijakan dan perintah Kapolri yang saat ini tengah berupaya keras membenahi perilaku oknum epolisian yang sering melakukan perbuatan tidak terpuji. Perbuatan tersebut, seperti pungli, kriminalisasi untuk memeras pencari keadilan, KKN dan backing, ungkap dia, telah mencoreng wajah Polri sebagai pelindung, pengayom, penjaga tertib hukum dan pelayan keadilan.

“Untuk itu, TPDI meminta Kapolri agar segera mencopot Kapolres AKPB I Made Kusuma dan Kasat Reskrim AKP. Hendry dari jabatannya dan tidak lagi memberikan jabatan strategis lainnya kepada ke dua perwira Polri tersebut, karena berdasarkan keluhan masyarakat Sikka, selama yang bersangkutan memimpin Polres Sikka, masalah pelayanan publik di bidang hukum sangat jelek, termasuk dugaan melakukan  praktek tidak terpuji dalam kasus Cendranata Nikolay,” pungkasnya.  (Yus/ Floresa).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini