TdF 2017 Tetap Digelar, Ini Sejumlah Masukan untuk Penyelenggara

Floresa.co – Tour de Flores (TdF) dipastikan akan digelar bulan ini di tengah munculnya banyak catatan kritis terhadap event berskala internasional itu.

Arief Yahya, Menteri Pariwisata secara resmi meluncurkan TdF di Jakarta, Rabu 5 Juli 2017.  Event ini akan berlangsung pada 14-19 Juli  2017. Upacara pembuka diadakan Kamis malam, 13 Juli 2017 di Larantuka, Flores Timur.

TdF 2017 digelar selama enam hari, menempuh rute sepanjang 721,6 km yang terbagi dalam enam etape. Etape pertama, Larantuka-Maumere dengan jarak tempuh 138,5 km; etape kedua, Maumere-Ende (141,3 km); etape ketiga, Ende-Mbay (111 km); etape keempat, Mbay-Borong (151 km); etape kelima yang merupakan etape terpendek, Borong-Ruteng (58 km); serta etape keenam atau etape terakhir, Ruteng-Labuan Bajo (121,5 km).

Ajang balap sepeda di bawah pengawasan Union Cycliste Internationale (UCI) ini akan diikuti 20 tim, di mana 16 tim dari luar negeri dan empat tim dalam negeri. Semua atlet yang tergabung dalam 20 tim itu adalah pesepeda bertaraf internasional.

Peserta dari luar negeri, antara lain berasal dari Inggris, Uni Eropa, Afrika, Jepang, Korsel, RRT, Australia, Thailand, dan Malaysia. Sekitar 50 persen tim yang tahun lalu mengikuti TdF, kini bertarung lagi.

Marius Jelamu, Kepala Dinas Pariwisata NTT mengatakan, tidak hanya menyedot kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara, “event ini juga mampu menggerakkan ekonomi daerah dan mendorong perbaikan infrastruktur.”

Primus Dorimulu, chairman TdF mengatakan, event ini bertujuan mempromosikan dan mengangkat pariwisata Flores.

“Jadi tidak sekedar lomba balap sepeda. Event ini diharapkan dapat mempromosikan pariwisata Flores, mendorong terbentuknya Flores Tourism Authority (FTA) untuk mewujudkan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata prioritas, dan mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di Flores,” kata pria asal Nagekeo ini.

Catatan Kritis

Penyelenggaraan TdF, yang pertama kali digelar pada tahun lalu, masih menyisahkan perdebatan di kalangan orang Flores.

Catatan sejumlah pihak menyoroti masalah anggaran, termasuk soal tranparansi, juga soal dampak event itu bagi masyarakat Flores.

Selama beberapa pekan terakhir, di media sosial Facebook, pembicaraan terkait TdF menghangat.

Primus Dorimulu pun sempat membuat tanggapan resmi melalui akunnya, di mana ia menegaskan soal dampak positif event yang diagendakan digelar setiap tahun itu.

Di tengah berbagai perdebatan itu, Ignas Iryanto Djou, salah satu tokoh asal Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai, event itu pada prinsipnya, mesti dilihat sebagai upaya mempromosikan Flores sebagai sebuah destinasi wisata.

Dalam konteks itu, ia menyatakan, pemberitaan mengenai TdF itu sejalan dengan pemberitaan mengenai objek-objek wisata yang ada di seluruh Pulau Flores.

“Jadi, TdF sendiri menarik orang datang tetapi pada saat yang sama, lebih penting malah, pemberitaan mengenai TdF menciptakan top of mind dari pendengar atau pembacanya, yaitu Flores sebagai objek wisata yang menarik,” ujarnya.

Menurut Ignas, ajang seperti TdF juga dilakukan di daerah lain dan juga negara lain.  Sebagai sebuah marketing tour, menurutnya, memang butuh waktu supaya pesan yang disampaikan menjadi top of mind dari pembaca atau penonton.

Ignas Iryanto Djou bersama Presiden Joko Widodo. (Foto: dok)

“Seperti halnya iklan di TV yang diputar berulang-ulang sehingga menciptakan top of mind pada khalayak, TdF juga demikian, tidak bisa hanya dalam satu kali penyelenggaraan sudah berhasil menciptakan top of mind,” katanya.

“Karena itu benar kalau ini dikemas sebagai annual event atau ajang tahunan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, salah satu contoh soal dampak TdF bagi kunjungan wisatawan bisa dilihat dari kenaikan jumlah pengunjung ke NTT dalam 2 tahun terakhir.

Secara umum, kata dia, ada kenaikan sebesar hampir 15 % dari tahun 2015 ke 2016.

“Hal tersebut sangat mungkin juga dipengaruhi oleh adanya TdF,” katanya.

Ia mengatakan, karena TdF dilaksanakan di 2016 maka kontribusi TdF hanya baru terlihat dari trend 2016 ke 2017,” ujarnya.

Ia mengatakan, dirinya tetap berharap masyarakat mendukung kegiatan TdF tahun ini. Dengan catatan, kata dia, dana yang digunakan harus diaudit.

“Saya menghimbau kita semua tetap mendukung TdF tahun ini dengan kewajiban audit akuntan publik. Dan bersama kita perbaiki seluruh aspeknya di tahun depan, termasuk dengan mengorganisir acara-acara pendukung yang dapat memberi manfaat langsung bagi masyarakat kita,” jelasnya.

Catatan lain disampaikan oleh Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Ia menyebut, TdF belum mampu melibatkan masyarakat lokal. “Pemerintah masih hanya sebatas menghimbau masyarakat untuk berpartisipasi, namun tidak pernah secara sungguh-sungguh melakukan pemberdayaan sosial bagi masyarakat untuk siap secara mental dan ekonomi menjadi pelaku bisnis dalam ajang TdF,” katanya.

Petrus mencontohkan, dalam persiapan pelaksanaan TdF 2017, publik sudah mendengar adanya persiapan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten se-daratan Flores dan panitia penyelenggara.

“Tapi, kita tidak pernah dengar persiapan masyarakat Flores yang seharusnya menjadi pelaku utama tur tersebut,” katanya.

Sementara itu, bagi Yanto Fulgenz, direktur lembaga kajian kebijakan publik Areopagus Indonesia, publikasi hasil eveluasi event itu yang bisa diakses publik, merupakan keharusan karena telah menggunakan uang rakyat yang terdapat dalam formula APBD.

“Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi tersebut,” katanya. (ARJ/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini