Pentingnya Pendidikan Usia Dini

Floresa.co – Ignas Iryanto Djou, salah satu bakal calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2018-2023 mengakui kompleksnya masalah pendidikan di NTT. Bahkan secara nasional, menurutnya, sistemya tidak terintegrasi dan benar. Padahal, tugas utama pendidikan adalah menyiapkan setiap orang hidup secara beradab.

Maka, menurutnya harus dicarikan solusi tepat untuk menyelesaikan persoal tersebut, misanya dengan mengoptimalkan pendidikan usia dini.

“Semuanya harus disentuh dan dilakukan oleh pemerintah. Pertama, ia sentuh dulu di pendidikan usia dini. Lalu, disentuh di ujung (perguruan tinggi),” ujar alumnus SMA Syuradikara Ende tersebut.

Pentingnya pendidikan usia dini menurut Ignas, karena banyak teori-teori sains yang mengatakan bahwa karakter manusia dibentuk di usia dini.

Untuk konteks NTT, kata Ignas, banyak orang katakan jika orang NTT dikenal sebagai orang nekat, pemberani. Keunggulan itu, menurut Ignas, kalau tidak diarahkan secara benar, bisa menjadi destruktif. Tapi, kalau diarahkan secara benar, maka, bisa menghasilkan sesuatu yang kreatifdan konstruktif. Dan itu harus diarahkan sejak usia dini.

Persoalannya, tidak setiap desa di NTT ada pendidikan anak usia dini (PAUD). Padalah, sudah diperintah secara nasional, satu desa harus memilki satu PAUD. Maka, menurutnya, pemerintah harus buat supaya satu Rukun Warga (RW) harus ada satu PAUD atau minimal setiap desa memilki dua.

“Itu mempersiapkan generasi ke depannya lebih baik dari sudut karakter. Dari sudut pengendalian diri,” tegas alumnus Berlin-Jerman itu

Ignas mencontohkan metode yang digunakan di perusahaan tempat ia bekerja. Metode yang digunakan adalah PHBK (Pendidikan Holistik Berbasis Karakter). “Nah, itu bisa dipakai di seluruh pelosok, suku dan agama. Dan menurut saya, itu salah satu kurikulum yang bagus,” katanya.

Selain itu, di tengah banyaknya evaluasi soal mutu, kualitas guru, dan lain-lain dalam pendidikan kita, Ignas menyoroti kurikulum yang mengatur pendidikan iman dan takwa yang diklaim menjadi dasar dari pendidikan.

Dalam kurikulum itu, diatur pendidikan agama dapat porsi lebih dari pelajaran lain. misalnya 8 pelajaran setiap minggu.

“Dari mana itu. Belum tentu bisa menghasilkan orang dengan karakter yang benar. Dia hafal seluruh kita suci perjanjian lama, belum tentu,” jelasnya.

Oleh karena itu, tegasnya, antara pendidikan usia dini dan pendidikan menengah, biasa maupun kejuruan harus kuat dan bermutu sehingga nantinya dapat searah dengan kurikulum dan tuntutan di perguruan tinggi, baik perguruan tinggi biasa maupun politeknik.

“Nah, kalau di sininya (pendidikan usia dini dan menengah) lemah, walaupun politeknik kita bikin standar tinggi, itu juga tidak ada guna,” tandas alumnus Universitas Gajah Madah itu. (Ario Jempau/Floresa).⁠⁠⁠⁠

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini