TPDI: KPK Bisa Tetapkan Status Tersangka Baru bagi Novanto

Jakarta, Floresa.co – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menetapkan status tersangka baru disertai penahanan terhadap Setya Novanto pasca putusan Hakim Praperdilan yang mengabulkan Permohonan Praperadilan Novanto.

Menurut Petrus, hal tersebut sah dan menjadi wewenang Penyidik KPK sebagaimana sering dipraktikkan oleh Penyidik Polisi dan/atau Jaksa dalam setiap menghadapi putusan praperadilan yang mememangkan Pemohon/Tersangka.

“KPK bisa langsung menetapkan status Tersangka baru bagi Novanto, meskipun Putusan Hakim Praperadilan membatalkan Status Tersangka Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek nasional e-KTP,” ujar Petrus di Jakarta, Jumat 29 September 2017.

Selain status tersangka baru untuk pasal korupsi penyalahgunaan wewenang, kata Petrus, KPK juga bisa menetapkan Novanto sebagai pemberi suap dan/atau penerima suap dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Hal ini di samping Novanto sebagai pelaku turut serta dalam korupsi e-KTP sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan/atau 3 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang saat ini sedang diuji melalui Praperadilan.

“Status tersangka Novanto yang saat ini dipraperadilankan hanya terkait dengan  peran Novanto sebagai Anggota DPR dan Ketua Fraksi Golkar karena diduga menyalahgunakan wewenang, jabatan atau sarana yang ada padanya memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi sehingga merugikan negara,”  jelas dia.

Status tersangka Novanto, kata dia, belum terkait peran Novanto sebagai orang memberikan janji atau hadiah kepada Penyelenggara Negara. Pasalnya, patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

“Jadi, Penyidik KPK bisa segera mengeluarkan Penetapan Status Tersangka baru dengan pasal sangkaan yang sama atau dengan pasal sangkaan baru sebagai pemberi suap atau penerima suap atau tindak pidana pencucian uang disertai dengan penahanan,” terang dia.

Lebih lanjut, Petrus mengatakan bahwa sejarah perjalanan praperadilan, tidak memberikan jaminan terhadap sebuah Putusan Praperadilan berakhir secara permanen, final dan mengikat. Bahkan, kata dia, banyak tersangka yang menang praperadilan harus menelan pil pahit karena ditetapkan tersangka lagi sekaligus ditahan oleh penyidik.

“Hal serupa bisa terjadi dengan kasus Novanto sehingga publik tidak perlu khawatir karena Putusan Praperadilan bukanlah akhir segala-galanya, mengingat hal demikian belum memasuki pertarungan yang sesungguhnya soal apakah Setya Novanto terbukti terlibat korupsi atau tidak dalam kasus e-KTP,  hal itu menjadi wewenang Pengadilan Tipikor untuk memeriksa dan mengadili,” pungkas dia. (TIN/ARJ/Floresa). 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini