Nelayan Ronting-Matim Selamatkan Awak Kapal Asal Banyuwangi

Ruteng, Floresa.co – Muslihi, nelayan asal Ronting, Desa Satar Kampas, Kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) menyelamatkan tiga orang awak kapal asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur di Laut Flores, persisnya di bagian utara kampung Ronting.

Ketiganya yakni Jumali, Ali, dan Junaidi. Jumali dan Junaidi merupakan warga Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan Ali berasal dari Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. Jumali sebagai nahkoda, sedangkan dua rekannya sebagai anak buah kapal (ABK).

Muslihi menuturkan, dirinya sedang melaut pada Minggu, 3 Februari 2019. Sekitar pukul 06.00 Wita, tiba-tiba ia melihat ada sebuah kapal dengan cat warna biru dan putih. Dari arah kapal tersebut, terdengar suara orang berteriak meminta pertolongan. Kemudian ia melihat tiga orang melambaikan baju.

Awalnya, ia takut untuk mendekat. Namun ketiga orang itu terus melambaikan baju sambil meminta pertolongan. Muslih pun mendekat.

“Setelah tanya-tanya mereka, akhirnya saya tolong mereka. Saya gunakan tali pukat untuk ikat mereka punya kapal. Lalu tarik pakai saya punya kapal kayu, bawa ke pantai,” tutur Muslih kepada floresa.co, Rabu, 6 Februari 2019.

Setiba di pantai, ketiga awak kapal tersebut ditolong warga lainnya. Melihat ketiganya tampak lemah, warga pun segera memberi mereka makanan dan minuman.

Jumali menuturkan, ketiganya sudah 16 hari terapung di atas laut sejak Kapal Motor Nelayan 2017 nomor 843 yang mereka gunakan putus jangkar dan kehilangan kendali di perairan Madura pada Jumat, 18 Januari 2019.

Ia mengatakan, KM Nelayan 2017 – 843 merupakan kapal milik sebuah koperasi nelayan di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat yang baru saja dibeli dari Situbondo. Jumali dan kedua rekannya disewa pihak koperasi tersebut untuk mengantar kapal tersebut ke Kayong Utara.

Mereka berangkat dari Banyuwangi pada Senin, 14 Januari 2019. Saat itu cuaca sangat buruk. Namun Jumali yang sudah berpengalaman dalam menahkodai kapal itu tak khawatir akan hal tersebut.

Namun ketika kapal sudah berjalan sejauh 60 mil atau di sekitar perairan Madura, mesin kapal mengalami kerusakan.

Di perairan Madura, mereka sempat bertahan selama empat hari sambil meminta pertolongan Basarnas. Namun gelombang tinggi yang mencapai empat meter membuat Basarnas tak bisa menolong.

“Tanggal 18 Januari itu, sekitar jam 10 malam, habis telepon, HP saya mati. Pas HP mati itu, jangkar juga putus. Selanjutnya ndak (tidak) ada komunikasi lagi. Kapal terus dibawa arus. Lari kencang kayak terbang dia mas,” tutur Jumali.

Selama 16 hari kapal tersebut diseret ombak ke arah timur, sempat ke utara, lalu ke timur lagi. Mereka menjumpai beberapa kapal seperti kapal tongkang, feri, dan kapal-kapal besar lainnya.

“Kami minta tolong, tapi ndak ada yang mendekat buat nolongin. Sampai di perairan Flores baru ada nelayan yang nolongin. Terima kasih banyak buat nelayan Flores yang udah nolongin kami” ujarnya.

Ia juga menuturkan, persediaan makanan yang terbatas membuat mereka harus bertahan hidup tanpa makanan selama lima hari.

“Selama lima hari itu kami cuma minum air asin dan air hujan. Kami bersyukur, dua kali kami dikasi hujan. Kami tampung air hujan buat minum,” katanya.

Saat mendarat di Ronting, mereka segera menghubungi keluarganya di Banyuwangi untuk memastikan bahwa mereka masih hidup. Dari balik telepon, keluarganya menangis karena mengira mereka sudah meninggal.

Camat Lamba Leda Aleksius Rahman yang mendatangi ketiga awak kapal tersebut pada Rabu, 6 Februari 2018, langsung membawa ketiganya ke Puskesmas Dampek untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Hasil pemeriksaan Puskesmas, kondisi ketiganya sudah membaik.

Ketiga ABK dan kapal motor tersebut akan melanjutkan perjalanan ke Kayong Utara, Kalbar dalam beberapa hari ke depan, sambil menunggu kondisi laut membaik.

EYS/Floresa

spot_img

Artikel Terkini