IPPA, Komodo dan Branding Destinasi

FLORESA.CO Pemerintahan Jokowi sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakannya memberi karpet merah bagi korporasi-korporasi untuk berinvestasi melalui Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Selain pertama-tama akan sangat berdampak buruk bagi konservasi ekosistem alami satwa Komodo, kebijakan ini juga amat berisiko dari sisi pembangunan pariwisata; mengingat posisi sentral TNK sebagai branding utama destinasi pariwisata di Labuan Bajo sejauh ini.

IPPA dan TNK

Babak baru investasi dalam kawasan Suaka Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Nasional dimulai sejak Pemerintah menerbitkan dua regulasi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Kedua produk regulasi ini menawarkan model investasi baru bagi pihak swasta melalui Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA). Segera setelah kedua aturan ini dikeluarkan, hingga tahun 2015 tercatat kurang lebih ada 121 perusahaan/perorangan yang telah mendapatkan Izin Pengusahaan Jasa Pariwisata Alam (IUPJWA) dan 24 perusahaan yang lain masih dalam proses mengurus persetujuan prinsip Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA), dalam kawasan Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2019 ini, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan p.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, sebagai revisi atas Permen tahun 2010. Yang tebaru dari Permen ini adalah proses perizinan yang lebih mudah melalui apa yang disebut dengan sistem OSS (Online Single Submission).

Berdasarkan Permen terbaru ini, IPPA mencakup Ijin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) dan Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA). IUPJWA adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan jasa wisata alam pada kegiatan pariwisata alam (bdk. Pasal. 4 ayat 1 point a dan b). IUPJWA ini mencakup: usaha jasa informasi pariwisata, usaha jasa pramuwisata, usaha jasa transportasi, usaha jasa perjalanan wisata, usaha jasa cinderamata dan usaha jasa makanan dan minuman (bdk. pasal 4 ayat 2). Sedangkan Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) mencakup: wisata tirta, akomodasi, transportasi dan wisata petualangan (bdk. pasal 6 ayat 1). Menurut ketentuan peraturan ini, semua usaha ini hanya dapat dilaksanakan pada areal usaha pada zona atau blok pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (bdk. pasal 4 ayat 3).

Di Taman Nasional Komodo, dengan Permen 2010 sebagai payung hukum, tercatat tujuh perusahaan yang telah mengajukkan IPPA. Dua di antaranya yaitu PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) mulai merealisasikan proyeknya pada tahun 2018.

PT. SKL diberikan IUPSWA di Pulau Rinca pada akhir 2015 lalu, di atas lahan seluas 22,1 Ha atau 0,1% dari luas Pulau Rinca 20.721,09 Ha. Di atas lahan ini rencananya akan dibangun 9 fasilitas yaitu 10 unit double deck villa (dua bedroom), 7 unit double deck villa (satu bedroom), 3 unit restaurat, 3 unit penginapan staff (12 kamar), 3 unit office park, 2 unit penginapan untuk laki-laki dan perempuan (18 kamar), 1 unit plaza open air, 1 unit gedung genset dan 1 unit pengelolaan air limbah. Sementara PT. KWE mendapat IUPSWA di Pulau Komodo dan Pulau Padar pada September 2014, di atas lahan seluas 426,07 Ha yang terdiri atas 274,13 Ha atau 19,6% dari luas Pulau Padar (1.400,4 Ha) dan 151,94 Ha atau 0,5% dari luas Pulau Komodo (32.169,2 Ha). Di atas lahan ini akan dibangun 8 fasilitas yang dibangun yaitu: 5 rumah panggung ukuran 60KM2, 2 rumah panggung dengan ukuran 120M2, 1 area servis, 1 buah jetty, 1 spa shop, 1 sollar farm, 1 buggy car dan 1 lobby.

Namun, atas penolakan yang masif dari para aktivis pro konservasi dan publik luas di Flores, aktivitas pembangunan dari dua perusahaan ini terhenti. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang lain masih dalam proses mengurus perizinan.

Branding Destinasi

Model konservasi di Taman Nasional Komodo yang membiarkan satwa Komodo, fauna dan flora lainnya hidup dalam ekosistem alami (wildlife), telah menjadikan pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai branding utama destinasi wisata di Kota Labuan Bajo sejauh ini. Selain satwa Komodo, di Taman Nasional yang memiliki luas kurang lebih 173.000 hektar itu, juga bertumbuh kurang lebih 254 spesies tanaman, termasuk padang rumput dan savana yang membentang luas di beberapa Pulau seperti Komodo, Rinca, Papagarang, Padar dan Gili Lawa. TNK juga menjadi habitat alami bagi sejumlah fauna seperti Rusa dan beberapa spesies burung. Alam bawah laut TNK juga menjadi habitat alami bagi kurang lebih 253 spesies karang dan 1000 jenis ikan.

Keunikan ekosistem alami Komodo ini pun telah beberapa kali diakui publik internasional. PBB melalui UNESCO menetapkan kawasan Komodo dan sekitarnya sebagai man and biosphere heritage pada tahun 1977. UNESCO kembali memperteguh status ini dengan menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai cultural and natural reserve pada tahun 1991. Selanjutnya pada tahun 2011, ekosistem alami satwa Komodo ini dikukuhkan sebagai salah satu dari New Seven Wonders of Nature.

Dari segi karakter destinasi, nature based tourism dalam kawasan TNK menyajikan keindahan destinasi wisata laut (marine tourism) dan darat (land tourism) kepada setiap wisatawan yang berkunjung. Di laut, para wisatawan dapat menikmati pesona keindahan pantai, melakukan aktivitas snorkelling dan dive pada hampir 50-an dive site. Sementara di daratan, wisatawan disuguhkan dengan beberapa atraksi wisata seperti hiking di Loh Buaya dan Long Liang, bird watching di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, herping di Pulau Komodo dan Pulau Rinca dan trekking di hampir semua Pulau.

Sementara dari segi length of stay, perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo dibagi menjadi fullday trip dan live abord/overnight. Untuk wisatawan overnight, mereka dapat menginap di kapal wisata atau homestay milik warga di Kampung Komodo dan Kampung Rinca. Di Pulau Komodo terdapat kurang lebih 16 homestay milik warga yang selama ini sering dimanfaatkan para wisatawan. Wisatawan juga dapat menginap di resort-resort mewah yang tersebar di beberapa Pulau di luar kawasan Taman Nasional Komodo seperti Sudamala Resort di Pulau Seraya, Angel Island Eco Resort di Pulau Bidadari, the Seraya di Pulau Seraya Kecil, Le Pirate Island di Pulau Sabolo, Xpirates Dive Camp di Pulau Sebayur, Kanawa Island Resort di Pulau Kanawa dan Komodo Resort di Pulau Sebayur.

Dampak Ekonomi

Taman Nasional Komodo dengan nature based tourism sebagai branding utama destinasi telah membawa dampak ekonomi yang cukup siginifikan bagi Kabupaten Manggarai Barat secara khusus dan NTT secara umum. Kunjungan wisatawan ke Kabupaten Manggarai Barat yang datang menikmati pesona wisata alam Taman Nasional Komodo menunjukkan tren yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data yang dirilis oleh KLHK, kunjungan wisatawan ke TNK dalam beberapa tahun belakangan ini memperlihatkan trend yang makin meningkat. Pada tahun 2014 sebanyak 80.626 orang, 2015 sebanyak 95.410 orang, tahun 2016 sebanyak 107.711, tahun 2017 sebanyak 125.069 orang dan tahun 2018 sebanyak 159.217 orang. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pungutan tiket masuk wisatawan pun makin meningkat. Untuk tahun 2014 sebesar Rp5,4 miliar, tahun 2015 sebesar Rp19,20 miliar, tahun 2016 sebesar Rp22,80 miliar, tahun 2017 sebesar Rp29,10 miliar, dan tahun 2018 sebesar Rp33,16 miliar.

Dijamin oleh pesona wisata alam TNK sebagai branding destinasi, Labuan Bajo dan sekitarnya pun menjadi lahan subur bagi investasi pariwisata belakangan ini. Bisnis hotel dan resort bertumbuh kembang di Labuan Bajo. Berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Kabupaten Manggarai Barat (2018), di Labuan Bajo sekarang ini terdapat kurang lebih 80 hotel (15 hotel berbintang, 1 hotel non bintang, 3 hostel, 45 melati, 8 penginapan, 6 Losmen, 1 P. Wisata dan 1 perkemahan). Juga terdapat 59 biro perjalanan, 16 travel agen dan 7 Informasi pariwisata yang menjual paket perjalanan wisata menuju Taman Nasional Komodo. Perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo juga menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 100 orang pemandu wisata. Sementara, dari segi aksesilibitas, perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo telah membuka kesempatan kerja bagi lebih dari 300 kapal wisata yang mempekerjakan kurang lebih 3000 karyawan. Keindahan alam Taman Nasional Komodo juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat dalam kawasan (Kampung Komodo dan Kampung Rinca) yang mengambil bagian dalam industri pariwisata melalui usaha souvenir, pengrajin, homestay, naturalist guide, guide, dive guide dan warung.

Dengan demikian, kebijakan Pemerintahan Jokowi yang membawa masuk perusahaan-perusahaan untuk mendirikan bangunan berupa resort dalam kawasan Taman Nasional Komodo, selain akan sangat berdampak buruk bagi ekosistem alami Taman Nasional Komodo, dari sisi pembangunan pariwisata, hal itu akan sangat berdampak buruk bagi pariwisata alam (nature based tourism) yang telah lama menjadi branding destinasi pariwisata di Labuan Bajo. Atas alasan ini pulalah, kendati telah mengantongi izin IPPA dari pihak KLHK, para pelaku wisata di Labuan Bajo ngotot untuk merubuhkan pagar dua perusahaan yang sempat mulai merealisasikan proyek IPPA dalam kawasan TNK pada 2018 yang lalu.

Disusun oleh Tim Peneliti Sunspirit for Justice and Peace dan Litbang Floresa.co

spot_img

Artikel Terkini