Usai Dirut yang Dinonakfifkan, Kini Dua Direktur BOP Labuan Bajo Flores Mengundurkan Diri

Labuan Bajo, Floresa.co – Direktur Pemasaran Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOP LBF) Werry Susanto dikabarkan memilih mengundurkan diri dari managemen lembaga tersebut.

Hal itu disampaikan Wery saat dihubungi Floresa.co, Rabu siang, 18 Desember 2018. “Ia benar, saya sudah mengajukan suratnya kemarin,” katanya.

Namun, belum diketahui alasan Wery membuat keputusan itu. Hingga berita ini diturunkan, Wery masih belum memberikan jawaban terkait pertimbangan keputusannya itu walaupun sudah ditanyakan.

Baca Juga: Formapp Mabar Desak BOP Labuan Bajo Flores Buka Dokumen Amdal Lahan 400 Hektar

Selain Wery, Direktur Kelembagaan Jarot Trisunu juga dikabarkan sudah mengundurkan dari. Saat dihubungi Floresa.co, Senin malam, 16 Desember 2019, dirinya membenarkan kabar itu.

“Ia (mengundurkan diri) sejak awal Desember,” kata Jarot.

Namun, ia irit bicara saat ditanya alasan pengunduran diri serta hal-hal lain terkait BOP LBF. “Ngga ada apa-apa. Biasa aja. Kita ngga ikut-ikutan lagi,” ujarnya.

Baca Juga: BOP Klaim Ratusan Hektar Lahan di Labuan Bajo

Bukan kali ini saja managemen lembaga itu mengalami perubahan. Pada Juni lalu, Direktur Utama (Dirut), Shana Fatina sempat dinonakfifkan usai polemik rencana penerapan wisata halal di Labuan Bajo. Selama beberapa bulan posisinya diisi oleh Plt, Frans Teguh, staf kemententerian pariwisata.

Kini alumnus SMA Delapan Jakarta dan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu dikabarkan telah kembali mengisi jabatan itu. Namun, tidak diketahui kapan ia kembali diaktifkan.

Pantauan Floresa.co, tak lama usai pemberitaan penonaktifannya, Shana masih sering tampil di media elektronik (Tv) dan online nasional dengan mengatasnamakan Dirut BOP LBF dan membicarakan tentang pariwisata Labuan Bajo Flores.

Baca Juga: Pemilik Perusahaan Sekaligus Ketua Tim Percepatan Ekowisata Nasional Jadi Pembicara dalam Acara BOP Labuan Bajo – Flores

Hingga saat ini, keberadaan BOP LBF masih menuai polemik. Selain karena dinilai hanya menjadi lembaga yang memfasilitasi investor untuk masuk ke Labuan Bajo, juga karena menguasai lahan seluas 400 hektar di sekitar wilayah Labuan Bajo.

Penguasaan lahan itu dinilai akan meningkatkan eskalasi konflik lahan serta berdampak pada percepatan kerusakan lingkungan di wilayah itu.

ARJ/ Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini