Apa Pesan yang Disampaikan Romo Marsel Hasan dalam Film Semesta?

Romo Marsel mengatakan, film ini mengisahkan tentang upaya antisipatif dirinya dan keenam tokoh lain dalam melawan perubahan iklim.

Floresa.co – Film dokumenter Semesta, yang salah satu pemerannya adalah seorang imam asal Keuskupan Ruteng, Romo Marselus Hasan Pr sudah tayang di bioskop sejak Kamis, 30 Januari 2020.

Selain Romo Marsel, film yang diproduseri oleh aktor Nicholas Saputra dan Mandy Marahim ini juga menampilkan enam tokoh lain yang berasal dari Bali, Kalimantan Barat, Aceh, Papua Barat, Yogyakarta dan Jakarta.

Romo Marsel mengatakan, film ini mengisahkan tentang upaya antisipatif dirinya dan keenam tokoh lain dalam melawan perubahan iklim.

Upaya-upaya itu, jelasnya, dilakukan atas dorongan nilai agama, kepercayaan dan budaya masing-masing.

Ia menceritakan, keterlibatannya dalam film itu bermula ketika rekan imamnya, Romo Edi Menori – kini ketua yayasan pendidikan di Keuskupan Ruteng – mengabarinya pada bahwa tim produksi dari Tanakhir Films ingin menemuinya.

Ia diberi tahu bahwa tim tersebut tertarik dengan karya yang sudah dilakukannya di Paroki St Damian Bea Muring, tempat ia berkarya sejak 2011.

“Salah satu karya kami misalnya pengembangan energi terbarukan dan penguatan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim melalui kegiatan ketahanan pangan, air dan mata pencaharian,” kata Romo Marsel kepada Katoliknews.com.

Beberapa hari kemudian, lanjutnya, Nicholas Saputra, tim produksi film dan Romo Edi yang mewakili keuskupan melakukan survei di Paroki Bea Muring.

“Mereka sebelumnya melakukan survei di beberapa tempat di wilayah Flores untuk menentukan tokoh yang pas diangkat dalam film Semesta,” katanya.

“Di Paroki Bea Muring mereka melihat salah satu karya yang sudah kami buat yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH),” lanjut Romo Marsel.

PLTMH mulai dirintisnya sejak 2012 dan kini di wilayah Keuskupan Ruteng sudah terdapat lima unit, dan menjadi sumber energi listrik bagi setidaknya 1.200 keluarga atau 7.000 jiwa.

Beberapa bulan setelah survei itu, jelas dia, tim produksi film memutuskan bahwa karya-karyanya lolos seleksi dan terpilih untuk diangkat dalam film Semesta.

“Setelah itu, kami bersepakat untuk melakukan kegiatan shooting pada 2018 di Paroki Bea Muring. Shooting selama sembilan hari,” katanya.

Empat Spirit

Imam berusia 38 tahun ini menjelaskan, dalam film ini ia berupaya menonjolkan empat spirit atau roh yang menjiwai karya pelayanannya sebagai seorang gembala.

Pertama, kata dia, adalah semangat kolegialitas atau gotong royong.

“Ini terkait bagaimana saya dan masyarakat bahu membahu melakukan kegiatan pembangunan,” katanya.

Kedua, jelasnya, adalah spirit kegembalaan, yaitu dengan berempati dan terlibat dalam kesulitan masyarakat.

“Dalam film ini ditampilkan tentang keterlibatan saya dalam mengatasi masalah penerangan yang dihadapi oleh masyarakat,” katanya.

“Saya tidak menonton (masalah yang ada), tetapi terlibat aktif dan menyelesaikannya,” tambah Romo Marsel.

Ketiga, jelasnya, semangat advokasi, yang ditunjukkan melalu komunikasi dengan berbagai pihak terkait untuk bersama-sama mengatasi masalah yang dihadapi.

Karena itu, kata dia, “ada pihak lain yang akhirnya membantu dan turut memikirkan masalah yang sedang dialami oleh masyarakat.”

“Dalam film ini dikisahkan tentang bagaimana saya berkomunikasi dengan pihak keuskupan yang menjadi salah satu bentuk komunikasi advokatif,” jelasnya.

Ia juga menjalin relasi dengan lembaga-lembaga lain, seperi LSM lokal, Ayo Indonesia, lembaga internasional United Nations Development Programme (UNDP), lembaga keuangan Bank NTT, koperasi, pemerintah daerah dan lain-lain.

Keempat, kata Romo Marsel, adalah spirit inovatif, perihal bagaimana ia dan umat berusaha mengembangkan teknologi yang lebih inovatif dan ramah lingkungan.

“Kami terbuka dengan berbagai perkembangan yang ada,” katanya.

Dengan spirit inovatif pula, Romo Marsel merintis berbagai karya pemberdayaan lain, seperti pengembangan tanaman holtikultura, pembuatan pupuk organik, pengembangan ternak, pengolahan kopi bubuk dan beberapa lainnya.

Lewat film ini, Romo Marsel mengatakan ingin memberi pesan agar ajaran iman harus dibuat “membumi dan membawa perubahan, lebih khusus berhubungan dengan alam semesta yang saat ini sedang menghadapi fenomena perubahan iklim.”

“Pertumbuhan dan pembangunan yang ada harus selaras dengan alam semesta, rumah kehidupan manusia,” katanya.

Hal demikian, kata dia, adalah juga selaras dengan apa yang disampaikan Paus Fransiskus dalam dokumen Laudato Si (2015), bahwa aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan hidup hendaknya memperhitungkan hak dasar kaum miskin dan dan mereka yang kurang mampu.

Katoliknews.com/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.