Upaya Mediasi Polres Mabar Diapresiasi, Namun Proses Hukum Diminta Tetap Berjalan

Jakarta, Floresa.co – Upaya Polres Manggarai Barat melakukan pendekatan ke keluarga korban penganiayaan mendapat apresiasi karena dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap adat Manggarai, tetapi mereka diminta tetap melakukan proses hukum terhadap oknum anggota sehingga peristiwa kekerasan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Pada Senin malam, 13 April 2020, pihak Polres Mabar berupaya menempuh jalur mediasi dengan mendatangi rumah salah satu korban, Edo Mense di Wae Kesambi, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo menyusul langkah pihak Edo membawa kasus penganiayaan itu ke jalur hukum.

Perwakilan dari Polres Mabar membawa bir dan uang, sambil menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa penganiayaan pada Sabtu, 11 April itu yang membuat Edo dan beberapa rekannya mengalami luka serius.

“Kedatangan perwakilan Polres Mabar dengan membawa simbol-simbol adat Manggarai Barat tentu mengagetkan semua pihak karena hal demikian jarang terjadi. Ini bukti pengakuan dan penghormatan aparat penegak hukum terhadap budaya di mana mereka berpijak,” kata Petrus Selestinus, koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dalam pernyataan tertulis yang diterima Floresa.co, Rabu, 15 April 2020.

BACA: Anggota Komisi III DPR RI Desak Polres Mabar Tindak Tegas Polisi Pelaku Penganiayaan Warga  

“Selaku praktisi hukum, ini sesuatu yang mengejutkan dan jangan dipandang sebagai hal negatif, karena Polri dalam menjalankan tugasnya pun oleh KUHAP diwajibkan menjunjung tinggi hukum yang belaku, termasuk hukum adat di mana mereka berpijak,” lanjut Petrus yang juga berprofesi sebagai advokat.

Meski keluarga Edo menyambut kedatangan perwakilan Polres Mabar itu, namun mereka mengatakan menolak menyelesaikan kasus ini dengan jalur mediasi dan konsisten menempuh jalur hukum.

Petrus mengatakan mendukung komitmen Edo agar kasus itu tetap lewat jalur hukum, apalagi dimensi kasus ini menyangkut kepentingan komunitas besar masyarakat Mabar.

“Karena itu proses pidana atas laporan pihak korban harus jalan terus dan mari kita kawal,” katanya.

Peristiwa penganiayaan ini menjadi ramai setelah Edo menceritakannya lewat sebuah video yang kemudian viral pada Minggu, 12 April.

Dalam video itu, Edo mengaku bahwa ia dan rekan-rekannya dipukul anggota Polres Mabar karena dianggap tidak mengindahkan larangan untuk berkumpul demi mencegah penyebaran Covid-19.

Menurut Edo, malam itu, ia menemui teman-temannya yang baru pulang dari daerah terpapar Covid-19. Mereka berkumpul di tempat kuliner Pendopo usai tiba di Labuan Bajo dengan menggunakan kapal.

BACA: Bawa Uang Rp 10 Juta, Upaya Mediasi Polres Mabar Ditolak Keluarga Korban Penganiayaan

Ia mengatakan, teman-temannya itu tidak mendapat tempat untuk menumpang di Labuan Bajo sebelum mereka akan ke kampung masing-masing. Keluarga-keluarga mereka, kata Edo, menolak menerima kehadiran mereka.

Menurut Edo, saat mereka tengah berkumpul, polisi datang, meminta mereka bubar dan memaki. Walaupun Edo sempat memberikan penjelasan, namun tidak diindahkan hingga akhirnya polisi memukul mereka, termasuk dirinya yang mendapat pukulan di bagian dada.

Setelahnya, mereka kemudian diangkut ke kantor polisi menggunakan mobil pengendali massa (Dalmas).

Di Polres Mabar, mereka diinterogasi, namun kembali mendapat pukulan. Tangan salah seorang polisi menghujam tepat di pelipisnya yang menyebabkan luka, sementara seorang polisi lain yang berdiri di atas meja menendang di bagian belakang kepalanya.

Sementara itu, dalam keterangan tertulis, Kapolres Mabar, AKBP Handoyo Santoso mengatakan mengakui adanya ‘tindakan tegas’ terhadap sejumlah pemuda itu dan mengklaim melibatkan Seksi Propam untuk memeriksa tindakan arogan oknum anggotanya.

Edo telah melapor kasus penganiayaan ini ke Polres Mabar pada Senin, 13 April.

Petrus mengapresiasi langkah Kapolres Mabar memproses hukum anak buahnya dan upaya melakukan mediasi.

“Terlepas dari pendekatan ini diterima atau tidak, namun satu hal yang pasti adalah Kapolres Mabar membangun sebuah budaya hukum dan mencoba mengangkat lembaga adat terlibat dalam penyelesaian masalah,” katanya.

Kasus ini telah mendapat respon dari berbagai pihak.

Benny Kabur Harman, anggota DPR RI berharap kasus ini diselesaikan sesuai dengan prosedur yang berlaku, bukan melalui jalan damai.

“Kami minta aparat yang melakukan tindak kelerasan ini diberi hukuman seberat-beratnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” katanya. “Ini (penganiayan), bukan delik aduan. Ini kejahatan.”

ROSIS ADIR/FLORESA

spot_img

Artikel Terkini