Sudah Seharusnya Cara-cara Represif Ditinggalkan

Seharusnya polisi bisa bertindak lebih bermartabat dari sekadar mendaur ulang cara kekerasan. Pelaku wisata dan warga bukan musuh, apalagi mereka hanya ingin menuntut haknya. Menabur benih kekerasan hanya akan menuai konflik berkepanjangan.

Floresa.co – Merespon aksi mogok pelaku wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat [Mabar] pada hari pertama 1 Agustus 2022, perlakuan aparat keamanan terhadap mereka sudah melewati batas nalar yang sehat. Puluhan pelaku wisata ditangkap, dipukuli, dan dibawa ke Polres Mabar. Yang lain, dipukul dan diseret di depan Polres saat sedang ingin mengunjungi rekan-rekan mereka yang masih ditahan.

Sudah seharusnya aparat tidak dangkal memahami keseluruhan situasi yang dialami pelaku wisata apalagi sampai harus memamerkan cara-cara kekerasan di kota yang dibangga-banggakan sebagai kota “super premium”.

Pelaku wisata di Labuan Bajo, yang jumlahnya sudah mencapai ribuan orang, berada di tengah situasi putus asa dengan kebijakan terbaru pemerintah yang menaikkan secara drastis tiket masuk ke Taman Nasional Komodo [TNK].

Dalam kebijakan baru ini, tiket yang selama ini 150 ribu rupiah naik drastis menjadi 3,75 juta per orang yang dibeli melalui aplikasi online yang dikontrol oleh PT Flobamor, perusahan milik pemerintah Provinsi NTT. Tarif baru itu dengan sistem keanggotaan selama satu tahun berlaku untuk wisata ke Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Pelaku wisata baru saja kembali dari status “pengangguran” akibat pandemi Covid-19, kini menghadapi pilihan ancaman kehilangan pekerjaan karena kebijakan ini, yang di sisi lain membatasi akses mereka, tetapi juga prosesnya tidak menghargai aspirasi mereka.

Sebagai sumber mata pencaharian, reaksi mereka yang menolak tegas kebijakan itu bisa dipahami.

Apakah pemerintah atau kepolisian mengharapkan mereka terima begitu saja sebuah keputusan yang merugikan mereka, semena-mena, bahkan tidak sejalan dengan prinsip konservasi yang diklaim pemerintah sebagai  landasan bagi kebijakan itu?

Jika mau adil melihatnya, bukankah kebijakan yang amburadul adalah sebuah bentuk provokasi

Patut dicatat, dalam contoh kasus di Labuan Bajo, seharusnya tidak perlu takut berlebihan terhadap aksi massa, apalagi membuat kota kecil itu dipenuhi hingga 1.000 personel aparat keamanan.

Sebelumnya, sudah berkali-kali pelaku wisata menggelar demonstrasi, setidaknya sejak tahun 2018. Semuanya berlangsung aman dan damai.

Apalagi, saat ini, alih-alih menggelar demonstrasi yang seringkali tidak dipedulikan lagi oleh politisi dan pejabat setempat, pada Senin kemarin, mereka menggelar aksi mogok, dibarengi bakti sosial. Mereka tidak mau lagi berdemonstrasi tetapi menghentikan aktivitas pelayanan wisata selama sebulan ke depan.

Polisi tidak perlu mencari-cari alasan untuk membenarkan kekerasan. Alasan Kapolres Mabar, AKBP Felli Hermanto bahwa mereka diamankan karena ada ancaman gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat [Kantimbas] di lokasi-lokasi vital negara terkesan membuat loncatan kesimpulan.

Apakah benar demikian dalam kenyataan?

Selain itu, mengandalkan informasi intelijen atau laporan satu atau dua orang untuk bertindak, tidaklah koresponden dengan perlakukan keji terhadap mereka. Lebih baik mengambil langkah antisipatif dan kedepankan perspektif yang lebih humanis, ketimbang mengedepankan kekerasan.

Seharusnya polisi bisa bertindak lebih bermartabat dari sekadar mendaur ulang cara kekerasan. Pelaku wisata dan warga bukan musuh, apalagi mereka hanya ingin menuntut haknya. Menabur benih kekerasan hanya akan menuai konflik berkepanjangan. Jangan hanya melayani kepentingan penguasa yang sebetulnya memicu “gangguan kamtibmas” lewat kebijakan yang semena-mena.

Karena itu, di atas segalanya, kita berharap pelaku wisata yang ditangkap segera dibebaskan secepatnya. Yang terluka, segera dirawat.

Sementera untuk polisi, perlulah belajar menghargai demokrasi dan kebebasan ekspresi pelaku wisata dalam aksi mogok. Kita sudah lebih dari 20 tahun meninggalkan era otoritarianisme.

Lebih penting dari itu, mengingat mogok masih berlangsung sebulan, daripada polisi memamerkan laras panjang kesana kemari di Labuan Bajo, yang membuat wisatawan dan warga merasa tidak nyaman, lebih baik fokus belajar Bahasa Inggris dan melatih keramahtamahan kepada wisatawan. Jadilah pengganti pemandu wisata dan sopir yang baik bagi para tamu di kota super premium.

Terkini

Guru Honorer di Manggarai Barat Yakin Telah Lunasi Angsuran Pinjaman, Persoalkan BRI yang Menudingnya Masih Menunggak Puluhan Juta

Nasabah ini juga menemukan penarikan tidak wajar oleh bank di rekeningnya, melebihi nominal angsuran per bulan yang seharusnya

Dugaan Korupsi Dana Kegiatan Pramuka di Manggarai Barat; Proyek Dipecah Jadi Beberapa Paket Demi Hindari Lelang Terbuka

Kejaksaan menggeledah Kantor Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Manggarai Barat pada 23 April

Jejak Bermasalah CV Patrada, Pemilik Utang Rp1,4 Miliar ke BUMD Kabupaten Manggarai yang ‘Susah Ditagih’

Pemerintah Kabupaten Manggarai pernah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja [PHK] terhadap CV Patrada pada 2019 dalam proyek pengadaan dan pemasangan 762 tong sampah di Kecamatan Langke Rembong

Populer

Jejak Bermasalah CV Patrada, Pemilik Utang Rp1,4 Miliar ke BUMD Kabupaten Manggarai yang ‘Susah Ditagih’

Pemerintah Kabupaten Manggarai pernah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja [PHK] terhadap CV Patrada pada 2019 dalam proyek pengadaan dan pemasangan 762 tong sampah di Kecamatan Langke Rembong

Gregorius Jeramu: Kendati Telah Bebas, Saya Merasa Seperti Tetap Dipenjara

Lepas dari jeruji besi lima bulan lalu karena tidak bersalah, Gregorius Jeramu masih menanti itikad negara memulihkan harkat dan martabatnya

Perusahaan Asal Sulawesi Selatan Tinggalkan Jejak Proyek Mangkrak di Ndoso, Manggarai Barat, Pengerjaan Dialihkan ke Kontraktor di Manggarai

Warga minta penegak hukum mengawasi pengerjaan lanjutan proyek dengan dana lebih dari dua puluh miliar itu

Skandal BUMD di Manggarai: Piutang yang ‘Sulit Ditagih’ Termasuk pada Anggota DPRD, Tak Hanya Orang Dalam Perusahaan

Komisaris Utama PT MMI, Heribertus Ngabut yang mendatangi kejaksaan pada 17 April mengatakan urusan utang piutang perusahaan merupakan ranah direksi

Pelajar di Labuan Bajo Tawuran, Kejar-kejaran di Jalan Sambil Pukul Lawan dengan Kayu

Ini bukan kasus tawuran pelajar pertama di ibu kota Manggarai Barat itu

Analisis Lainnya

Polemik Pemecatan Nakes di Manggarai, Bupati Nabit Harus Ambil Langkah Bijak

Alih-alih hanya memecat mereka, bupati perlu mengambil langkah agar bebas dari masalah wanprestasi

Urgensi Rasa Aman bagi Guru di Sekolah, Berkaca pada Kasus Penganiayaan Guru di Lembata

Upaya membentengi guru dari tindakan kekerasan dilakukan dengan setengah hati. Padahal, guru juga rentan terhadap tindakan kekerasan

Pilpres 2024: Kembalinya Pemilu Gaya Orde Baru

Melihat tidak ada "coattail effect" dan stabilnya suara partai di pemilihan legislatif, sangat jelas bahwa kampanye Prabowo-Gibran, dan dalam hal ini sangat dibantu Jokowi, menyasar ke Ganjar-Mahfud.

Tantangan Pemberdayaan UMKM di Tengah Industri Pariwisata Labuan Bajo

Perhatian pada UMKM menjadi penting di tengah perkembangan industri pariwisata Labuan Bajo berbasis investasi oleh korporasi, sehingga masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton