Kebakaran Kapal Cantika Express 77 di NTT: Jumlah Penumpang Tidak Sesuai Manifes dan Tidak Ada Tanda Peringatan

Kasus ini menjadi masukan penting untuk berbagai pihak agar memperhatikan aspek keselamatan berlayar.

Floresa.co – Insiden kebarakan kapal cepat Cantika Express 77 di perairan NTT yang menewaskan setidaknya 14 orang menambah daftar panjang kasus kecelakaan transportasi laut.

Temuan otoritas menunjukkan bahwa kapal yang berlayar dari Kupang menuju Kalabahi, Kabupaten Alor itu memuat jumlah penumpang yang tidak sesuai manifes – data jumlah penumpang – , sementara pengakuan penumpang yang selamat, tidak ada tanda peringatakan ketika kecelakaan itu mulai terjadi.

Kapal itu terbakar di perairan Naikliu, dekat Kupang pada Senin, 24 Oktober 2022 pukul 13.00 Wita.

Menurut I Putu Sudayana, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Kupang, hingga Selasa, 25 Oktober, mereka telah mengevakuasi 326 orang, di mana 14 orang di antaranya meninggal.

Kebanyakan para korban, kata dia, mengapung di laut selama 5-6 jam.

Ia mengatakan, tim penyelamat gabungan bersama nelayan setempat saat ini masih terus melakukan pencarian terhadap para penumpang yang diduga masih hilang.

Sudayana menambahkan, mereka tidak bisa memastikan jumlah riil penumpang dalam kapal itu, mengingat jumlah yang sudah dievakuasi sudah jauh lebih banyak dari data manifes yang dilaporkan.

Menurut data manifes, kapal itu memuat hanya 177 orang, 167 di antaranya penumpang dan 10 anak buah kapal, sementara riilnya sudah jauh lebih banyak.

“Karena itu, kami masih terus melakukan pencarian,” katanya kepada para wartawan.

Sementara itu, Mathias Asmau, salah satu korban yang selamat mengatakan, sebelum muncul kobaran api, ada suara ledakan di bagian belakang dek kapal, yang membuat sejumlah penumpang melompat ke dalam laut, termasuk anak-anak.

Mathias menyayangkan bahwa saat terjadi kebakaran, tidak ada alarm atau tanda peringatan kebakaran.

“Dari kapal tidak ada kode atau tanda bahwa kapal terbakar,” katanya, seperti dikutip Kompas.com.

Ia mengatakan, saat kejadian, masing-masing penumpang mencari keselamatan sendiri, di mana ada  yang memecahkan kaca dan mendobrak pintu kapal.

Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman Provinsi NTT mendesak investigasi menyeluruh terkait kejadian ini, termasuk soal jumlah penumpang yang tidak sesuai data manifes.

Ia juga mengatakan, kasus ini menjadi masukan penting untuk berbagai pihak agar memperhatikan aspek keselamatan berlayar.

Dinas Perhubungan Provinsi NTT, kata dia, mesti memperhatikan kelengkapan syarat memperoleh ijin operasi kapal, sementara Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) wajib memperhatikan kelayakan kapal saat memberikan ijin berlayar.

Ia menambahkan, pemilik atau pengelola kapal juga wajib memperhatikan kelengkapan aspek keselamatan, berupa jumlah sekoci kapal, pelampung, alat pemadam kebakaran, alarm/sirene darurat dan standar prosedur pelayaran lainnya.

“Butuh kedisiplinan seluruh instansi terkait melaksanakan standar prosedur operasional dan standar pelayanan dengan benar, bukan sekedar formalitas atau ala kadarnya,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Timur Isak mengatakan, saat ini mereka fokus melakukan pencarian korban dan kemudian mempersilahkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan investigasi untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap kecelakaan ini.

Kecelakaan kapal masih sering terjadi di Indonesia. Menurut KKNT, terdapat 19 kecelakaan pelayaran pada 2021 yang menewaskan 123 orang, meningkat dari 12 kasus pada 2020 dengan korban tewas 44 orang.

Kapal terbakar atau meledak menjadi kecelakaan pelayaran yang paling banyak terjadi, yakni enam kasus, lima kasus karena tenggelam, empat kasus karena tubrukan, dan masing-masing dua kasus karena kandas dan lainnya.

Dilihat dari penyebabnya, menurut KKNT, seluruh kecelakaan pelayaran pada 2021 dipicu oleh faktor manusia.

Tak ada satu pun kecelakaan pelayaran yang disebabkan oleh faktor teknis maupun cuaca, menurut KKNT.

spot_img

Artikel Terkini