Jelang Sidang Perdana Kasus Terminal Kembur, Istri Gregorius Jeramu Gelar Ritual Sumpah Adat

Sofia Nimul, yang didampingi anak dan kerabatnya menggelar ritual sumpah adat menjelang sidang perdana Gregorius di Pengadilan Tipikor Kupang pada Kamis, 17 November 2022

Floresa.co – Matahari baru saja beranjak naik dari balik wilayah pegunungan di sisi timur Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur, ketika Sofia Nimul (60) memulai ritual wada atau sumpah adat di Terminal Kembur, Rabu, 16 November 2022.

Sambil memegang sebutir telur ayam kampung, tepat di gerbang masuk terminal itu, ia berbicara dalam bahasa daerah Manggarai: “Kalau benar perbuatan mereka yang tidak mengakui bahwa tanah ini milik kami, tentu telur ayam ini yang tahu. Tetapi kalau salah, telur ayam ini juga tentu akan mencari dan memberi mereka hukuman.”

Sofia adalah istri dari Gregorius Jeramu (62), warga Kampung Kembur, Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Manggarai dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan terminal.

Sambil menatap ke sudut-sudut Terminal Kembur, air matanya menetes. Dengan suara terbata-bata, ia meminta pertolongan Tuhan, leluhur, dan alam agar terlibat dalam perjuangan mencari keadilan untuk suaminya.

“Tuhan dan leluhur kami, biarkanlah kalian yang cari orang yang tidak mengakui bahwh tanah ini adalah hasil jerih payah kami suami istri. Tanah ini sudah diklaim menjadi tanah pemerintah. Sekarang saya persembahkan keluh kesah saya melalui telur ayam ini,” katanya sembari memecahkan telur ayam itu dan meletakkannya di celah dua buah batu yang telah disiapkan.

Sofia yang didampingi anak dan kerabatnya menggelar ritual sumpah adat tersebut menjelang sidang perdana Gregorius di Pengadilan Tipikor Kupang pada Kamis, 17 November.

Gregorius telah ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Oktober bersama Benediktus Aristo Moa, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Manggarai Timur saat proses pengadaan lahan terminal.

Menurut Kejaksaan, Gregorius menjadi tersangka karena menjual tanah seluas 7.000 meter persegi atau 0,7 hektar itu yang tidak memiliki sertifikat kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.

Bayu Sugiri, Kepala Kejari Manggarai mengatakan Gregorius hanya menggunakan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) sebagai alas hak, sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, SPT PBB bukanlah alas hak atau bukti kepemilikan tanah.

Aristo Moa menjadi tersangka karena disebut tidak meneliti status hukum tanah itu sebelum membuat dokumen kesepakatan pembebasan lahan serta menetapkan harganya.

Tanah itu dibeli pemerintah pada tahun 2012 dan 2013 dengan harga Rp 420 juta atau setelah dipotong pajak menjadi Rp 402.245.455. Tindakan keduanya, kata Bayu, merugikan keuangan negara dengan nilai kerugian total (total loss) atau senilai yang telah dibayarkan kepada Gregorius.

Penetapan tersangka Gregorius telah memicu gelombang protes dari warga, yang menuduh Kejaksaan bertindak semena-mena, mengingat tanah yang dijual itu adalah milik Gregorius, meskipun belum memiliki sertifikat.

Kelompok yang menyebut diri Masyarakat Peduli Keadilan mengadakan aksi bakar lilin dan doa bersama pada 1 November dan aksi unjuk rasa di Borong dan kantor DPRD Manggarai Timur pada 2 November. Pada Senin, 7 November, mereka juga menggelar demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng.

Warga menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng pada Senin, 7 November, memprotes penetapan tersangka Gregorius Jeramu. (Foto: Rosis Adir/Floresa.co)

Terminal Kembur awalnya direncanakan untuk menjadi penghubung bagi angkutan pedesaan dari daerah di wilayah utara Borong dengan angkutan khusus menuju kota yang ada di pesisir pantai utara Flores itu. Namun, terminalnya itu tidak dimanfaatkan dan kini kondisi bangunannya rusak.

Untuk mengerjakan terminal tersebut, Dishubkominfo menelan anggaran sebesar Rp 4 miliar, di mana Rp 3,6 miliar adalah untuk pembangunan fisik terminal mulai tahun 2013 sampai 2015.

Jaksa sudah mengendus kasus terminal ini sejak Januari 2021, dengan memeriksa 25 orang saksi, mulai dari mantan Bupati Yoseph Tote, hingga beberapa mantan pejabat di Dinas Hubkominfo, seperti Kepala Dinas Jahang Fansialdus dan Kepala Bidang Perhubungan Darat, Gaspar Nanggar.

Kontraktor yang mengerjakan terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E Go.

Sejauh ini, Kejaksaan baru menindaklanjuti masalah pengadaan lahan, sementara terkait pembangunan terminal belum tersentuh, kendati total uang negara yang dikeluarkan jauh lebih besar.

Pada hari penetapan tersangka Gregorius dan Aristo Moa, Kejaksaan sempat memeriksa kembali sejumlah saksi, termasuk Jahang Fansialdus, yang kini menjadi Sekretaris Daerah Manggarai.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini