Polisi Pakai UU TPKS Tangani Dugaan Pelecehan Seksual di SMK Negeri di Manggarai, NTT

Pasal yang digunakan adalah pasal 6 huruf a yang mengatur pelecehan seksual fisik.

Floresa.co – Polisi menyatakan menggunakan Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual [UU TPKS] yang disahkan pada bulan April dalam menangani kasus dugaan pelecehan seksual di sebuah SMK Negeri di Manggarai, NTT.

“Untuk sementara kita gunakan UU yang baru itu,” kata Iptu Hendrick Rizqi Arko Bahtera Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Manggarai, Senin, 19 Desember 2022.

Ia mengatakan, pasal yang mereka gunakan khususnya pasal 6 huruf a yang mengatur pelecehan seksual fisik. Selain itu, kata dia, karena terduga korban masih di bawah umur maka juncto pasal 15 huruf g.

Hendrick menjelaskan, menurut pasal 6 huruf a, tindak pidana pelecehan seksual fisik “tidak harus berhubungan seksual” tetapi juga berbagai bentuk pelecehan seksual fisik lainnya.

Ia juga menepis anggapan umum bahwa reaksi para siswi dalam kasus ini terlalu berlebihan karena yang dilakukan guru mereka hanya memegang dan mengelus tubuh mereka.

“Coba tanya balik [kepada orang yang beranggapan seperti itu], kalau anak Anda dielus-elus [seperti para siswi itu], gimana?” katanya.

Polisi, kata Hendrick, proaktif menangani kasus ini dengan mendatangi sekolah, bertemu para siswa yang mengaku sebagai korban hingga melakukan pra rekonstruksi.

Ia mengatakan, sejauh ini penyelidikan masih terkendala karena ketidakhadiran orangtua dalam mendampingi korban.

Dari kelima siswi yang sudah melapor, jelas dia, baru satu yang sudah didampingi orangtua.

Selain menerapkan UU TPKS, katanya, polisi juga membuka kemungkinan untuk menggunakan UU Perlindungan Anak.

Harapan agar polisi menggunakan UU TPKS dalam kasus ini sempat disuarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan].

Theresia Sri Endas Iswarini, salah satu komisionernya menyatakan bahwa perintah untuk melaksanakan undang-undang itu sudah disampaikan Kapolri kepada semua aparat kepolisian melalui Surat Telegram Nomor: ST/1292/VI/RES.1.24/2022 pada 28 Juni 2022.

Bagaimana Ketentuan dalam UU TPKS?

UU TPKS yang disahkan DPR pada 12 April 2022 mengatur berbagai bentuk tindakan kekerasan seksual.

Ada 9 tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU tersebut, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain itu, terdapat 19 tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang diatur dalam ayat 2 pasal yang sama.

Beberapa di antaranya adalah perkosaan; perbuatan cabul; persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak; perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban; dan pornografi yang melibatkan anak  dan sebagainya.

Setiap jenis kekerasan seksual mengatur hukuman yang berbeda-beda.

Pasal 6 huruf a yang digunakan Polres Manggarai dalam kasus di SMK Negeri itu mengatur tentang “perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya,” di mana hukumannya adalah penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal Rp 50 juta.

Sementara pasal 15, mengatur tentang pemberatan 1/3 hukuman untuk kasus-kasus yang dilakukan dalam keluarga, oleh tenaga pendidik dan sebagainya, termasuk pelecehan terhadap anak (huruf g).

Pengakuan Siswi versus Klaim Terduga Pelaku

Kasus ini dilaporkan oleh lima orang siswi pada Sabtu, 10 Desember terhadap Guru Mata Pelajaran Agama Katolik di sekolah mereka.

Dari dokumen milik sekolah, setidaknya 17 siswi yang mengaku telah mengalami pelecehan seksual.

Floresa.co sempat mewawancarai tiga di antara lima siswi itu.

Korban A mengisahkan bahwa setiap kali masuk kelas, gurunya itu selalu mencubit pipinya dan pernah memeluknya saat sedang sendirian di kelas sambil mengelus pundak, tengkuk hingga lehernya.

Korban B mengaku bajunya pernah ditarik, lalu dipeluk dari belakang. Ia sempat menegur gurunya bahwa tindakan demikian “tidak wajar dilakukan seorang guru terhadap muridnya.”

Sementara korban C mengatakan ia dan teman-temannya sempat diancam oleh gurunya usai mereka melaporkan kasus ini ke Guru Bimbingan Konseling hingga kepala sekolah.

Dalam sebuah dokumen yang berisi pengakuan para siswi yang diperoleh Floresa.co, ada yang mengklaim pernah diraba di bagian paha, hingga diajak berpacaran dan menjadi istri guru itu.

Kepala sekolah telah memberhentikan guru itu pada 5 Desember, yang diklaim atas desakan  para siswi.

Milikior Sobe, nama guru itu, berupaya melawan tuduhan terhadapnya dengan melapor balik kepala sekolah ke Polres Manggarai pada Sabtu, 17 Desember.

Ia mengklaim bahwa kepala sekolah itu “berada di belakang” para siswi yang melapornya dan bahwa tudingan terhadapnya adalah rekayasa.

Ia bahkan menuding bahwa kepala sekolah itu berupaya menjatuhkan dirinya karena menjadi saksi kunci dalam kasus pemalsuan absensi yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Ruteng. Dalam kasus ini, terdakwa adalah kepala sekolah tersebut dengan penggugat mantan kepala sekolah.

Menanggapi langkah Melki, kepala sekolah itu mengatakan “hanya menindaklanjuti setiap laporan yang merugikan siswa.”

“Salah satunya laporan dari para siswi berkaitan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Melki,” katanya.

Jadi, katanya, “tidak ada kaitannya dengan dia sebagai saksi kunci dari mantan kepala sekolah dalam perkara pemalsuan absen.”

“Dia keluar dari sekolah itu punya dasar yang jelas. Kalaupun dia jadi saksi kuncinya mantan kepala sekolah, bagi saya itu hak dia,” tutur kepala sekolah tersebut.

Sementara itu, Kepala Unit Perempuan dan Perlindungan Anak [PPA] Polres Manggarai, Anton Habun mengatakan pihaknya tidak akan terpengaruh dengan kasus lain yang diusahakan untuk dikait-kaitkan dengan kasus dugaan pelecehan terhadap para siswi.

“Banyak yang tanya ke saya [soal ini], tapi saya bilang, kami tidak ada urusan dengan itu,” katanya.

“Tugas kami untuk meneruskan laporan siswi ini,” tambahnya.

spot_img

Artikel Terkini