Nono, Kecerdasan Ganda dan Implikasinya Bagi Pendidikan di NTT

Prestasi Nono layak diapresiasi, namun pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab adalah bagaimana berpikir serta bekerja keras untuk bisa melahirkan generasi berprestasi lainnya dari NTT di hari-hari mendatang?

Nono, bocah asal NTT sempat viral beberapa waktu lalu. Bocah dengan nama lengkap Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay ini berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.

Siswa Kelas II SD Inpres Buraen 2, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang menjuarai International Abacus World Competition 2022, yang diselenggarakan oleh International Abacus Brain Gym (ABG), mengalahkan 7.000 peserta lain dari seluruh dunia. Ajang tersebut adalah kompetisi matematika dan sempoa tingkat dunia. Ia menyisihkan pesaing terdekatnya dari Qatar dan Amerika Serikat.

Sebagai warga NTT, kita tentu patut mengapresiasi setinggi-tingginya atas apa yang telah diraih oleh Nono, sambil berharap akan ada banyak Nono lain yang akan lahir dari rahim pendidikan NTT.

Namun di atas itu, hal yang juga penting adalah dijawab adalah bagaimana berpikir serta bekerja keras untuk bisa melahirkan generasi berprestasi lainnya dari NTT di hari-hari mendatang?

Bongkar Cara Pandang Lama

Menjawab pertanyaan di atas, dalam tulisan ini, saya memilih untuk melebarkan cara pandang untuk tidak terkunci pada diskusi soal kecerdasan dalam aspek kognitif sebagaimana yang telah diraih Nono, tetapi juga dalam bidang-bidang lain seperti musik, olah raga dan sebagainya.

Harus diakui bahwa orientasi pendidikan selama ini terfokus pada bidang akademik yang sesungguhnya hanya mencakup kecerdasan matematis-logis dan bahasa. Lantas, anak yang dianggap cerdas adalah anak yang hebat secara akademik. Ukurannya adalah dua jenis kecerdasan yang selalu dipuja ini.

Pola pendidikan seperti ini dengan jelas menafikan kecerdasan lain yang dimiliki anak. Implikasinya, potensi-potensi lain yang dimiliki anak pun terkubur karena tidak mendapat tempat untuk berkembang.

Untuk ini, saya perlu secara singkat memperkenalkan jenis-jenis kecerdasan yang perlu menjadi dasar penting bagi kita untuk memikirkan masa depan pendidikan di NTT.

Howard Gardner, profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University adalah orang pertama yang menjelaskan konsep kecerdasan ganda.

Ia menulis gagasannya tentang kecerdasan ganda atau multiple intelligences dalam bukunya Frames of Mind (1983). Di dalam buku itu, ia menyebut inteligensi manusia ada tujuh dan kemudian menambahkan dua kecerdasan lagi dalam bukunya Intelligence Reframe (1999).

Selanjutnya Thomas Amstrong dalam bukunya Multiple Intelligences in the Classroom (2009: 6-7) mengembangkan teori kecerdasan ganda Gadner menjadi sembilan jenis. Apa saja jenisnya?

Pertama, kecerdasan linguistik, yang merujuk pada kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Orang yang memiliki kecerdasan jenis adalah adalah para orator, politisi, editor, jurnalis.

Kedua, kecerdasan matematik-logis yaitu kemampuan menggunakan angka dengan efektif dan berpikir dengan baik. Ini antara lain adalah mereka yang berprofesi sebagai akuntan pajak, ahli statistik, matematikawan, programmer komputer dan ilmuwan. Mereka memiliki kepekaan terhadap pola dan hubungan logis, pernyataan dan proposisi, fungsi dan abstraksi lain yang terkait.

Ketiga, kecerdasan spasial, kemampuan untuk memahami dunia visual-spasial secara tepat dan melakukan transformasi terhadap persepsi tersebut. Kecerdasan spasial dimiliki oleh pemburu, pemandu, dekorator interior, arsitek, seniman yang melibatkan sensivitas terhadap warna, garis, bentuk, form, ruang dan hubungan antar elemen ini.

Keempat, kecerdasan kinestetik yang berhubungan dengan keahlian dalam menggunakan tubuh untuk mengungkapkan ide dan perasaan dan menggunakan tangan untuk membuat atau mengubah benda. Orang yang memiliki kecerdasan kinestetik adalah aktor, pelawak, atlet, penari, pengrajin, pematung dan mekanik. Mereka memiliki keterampilan fisik khusus seperti koordinasi, keseimbangan, kecekatan, kecepatan dan fleksibilitas.

Kelima, kecerdasan musikal, yaitu kemampuan untuk menafsir, mentransformasi, dan mengekpresikan bentuk musikal. Orang yang memiliki kemampuan musikal antara lain komposer, penyanyi, musikus, memiliki sensitivtas terhadapa ritme, nada atau melodi, dan warna nada dari karya musik.

Keenam, kecerdasan interpersonal merujuk pada kemampuan untuk menafsir dan membedakan suasana hati, niat, motivasi dan perasaan orang lain. Hal ini meliputi sensitivitas terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerakan; kapasitas untuk membedakan antara jenis isyarat interpersonal yang berbeda; dan kemampuan untuk merespon secara efektif isyarat tersebut dengan cara pragmatis.

Ketujuh, kecerdasan intrapersonal. Merupakan pengetahuan-diri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengetahuan tersebut. Kecerdasan ini meliputi gambaran akurat tentang diri sendiri; kesadaran akan suasana hati, niat, motivasi, temperamen, dan keinginan batin; kapasitas untuk disiplin diri, memahami dan menghargai diri sendiri dengan baik.

Kedelapan, kecerdasan naturalis. Merupakan keahlian dalam mengenal dan mengkasifikasi spesies – flora dan fauna. Juga meliputi sensitivitas terhadap fenomena alam lainnya seperti formasi awan, gunung; dan kemampuan untuk membedakan objek mati seperti mobil, sepatu olahraga bagi mereka yang hidup di lingkungan perkotaan.

Kesembilan, kecerdasan eksistensial. Menurut Heming (2008), masih ada perdebatan mengenai kecerdasan terakhir ini. Sampai tahun  2008, kecerdasan ini belum ditambahkan Gardner secara rersmi. Kecerdasan eksistensial meliputi pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang eksistensi manusia, seperti makna hidup, mengapa orang mati, dan bagaimana manusia berakhir.

Mohamad dan Saleh menambahkan bahwa, orang yang cerdas eksistensial seperti filsuf, teolog memiliki kemampuan individu untuk menggunakan nilai-nilai kolektif dan intuisi untuk memahami orang lain dan dunia sekitar.

Implikasinya Bagi Pendidikan di NTT

Cara berpikir kecerdasan ganda ini pada gilirannya membawa implikasi pada tugas guru untuk menemukan potensi anak didik untuk dibimbing agar mencapai kesuksesan.

Sebagaimana dikatakan Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (terj.1996:49) satu-satunya sumbangan paling penting dari pendidikan untuk perkembangan seorang anak adalah membantunya menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya, yang akan membuatnya puas dan kompeten.

Karena itu, saran Goleman, sekolah mungkin harus mengurangi waktu mengurutkan kepandaian anak dan meluangkan lebih banyak waktu untuk menolong mereka menemukan bakat, minat dan kecapakan alamiah mereka dan memupuknya.

Memang diakui bahwa membangun pendidikan yang mengakomodir semua jenis kecerdasan siswa bukan perkara mudah. Fasilitas pendidikan dan sarana prasarana pendukung kita masih menjadi masalah serius. Tenaga pendidik yang kompeten pun belum tersedia secara memadai di setiap sekolah. Di sekolah A, misalnya, ada siswa yang hebat di bidang musik, tetapi alat musik tidak tersedia. Guru musik pun tidak ada.

Karena itu, berkaca pada keberhasilan Nono, yang menjadi juara karena dibimbing oleh guru dari Astra Indonesia, kerja sama dengan pihak ketiga sangat diperlukan.

Nono boleh jadi sangat beruntung karena dibimbing oleh guru dari Astra; difasilitasi untuk mengikuti perlombaan matematika dan sempoa tingkat dunia dan menjadi juara. Kecerdasan Nono berkembang karena dibimbing oleh guru yang tepat.

Di sekolah dan daerah kita, pasti ada anak-anak cerdas yang belum seberuntung Nono. Adalah tugas guru untuk menemukan potensi mereka. Dan, pemerintah wajib memfasilitasi anak-anak ini untuk mendapat bimbingan khusus agar kecerdasan mereka dapat berkembang dengan baik hingga mencapai kesuksesan.

Selain itu, pembenahan fasilitas pendidikan dan peningkatan kapasitas guru demi pengembangan potensi anak pekerjaan rumah lainnnya.

Ini semua jauh lebih penting daripada  kita memaksakan aturan sekolah jam 5 pagi hari-hari ini masih ramai dibicarakan, yang manfaatnya bagi pengembangan kecerdasan anak masih dipertanyakan.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini