Terkait Kasus Ancaman Kekerasan, Komite Keselamatan Jurnalis Desak Copot Kapolres Nagekeo

Tindakan Kapolres Nagekeo AKBP Yudha Pranata memberangus kemerdekaan pers, kata Komite Keselamatan Jurnalis

Floresa.co – Komite Keselamatan Jurnalis [KKJ] mengecam upaya kriminalisasi dan ancaman kekerasan terhadap seorang jurnalis di Flores dan mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata.

Dalam sebuah pernyataan yang diterima Floresa pada Kamis, 11 Mei, KKJ menyatakan bahwa tindakan Yudha yang diduga terlibat dalam upaya kriminalisasi dan mengancam jurnalis Tribunflores.com, Patrianus ‘Patrik’ Meo Djawa merusak citra Kepolisian Republik Indonesia [Polri] dan memberangus kemerdekaan pers.

“Mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot AKBP Yudha Pranata dari jabatan Kapolres Nagekeo,” tulis lembaga yang bertujuan untuk mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia itu.

KKJ juga meminta Dewan Pers untuk memberikan perhatian serius terhadap masalah ini, demi menjamin keselamatan jurnalis dan menegakkan kemerdekaan pers di Indonesia.

“[KKJ] mengimbau masyarakat untuk menempuh mekanisme yang diatur dalam UU Pers jika keberatan dengan sebuah pemberitaan.”

Lembaga itu menyatakan memberikan “mendukung penuh kepada semua jurnalis di Indonesia untuk tidak takut terhadap upaya intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan oleh siapapun dalam menjalankan tugasnya.”

“Saat jurnalis melakukan tugasnya, itu merupakan bagian dari pelaksanaan amanat pasal 3 Undang-Undang pers, yaitu sebagai fungsi kontrol sosial,” sebut KKJ.

Upaya kriminalisasi dan ancaman kekerasan terhadap Patrick  bermula dari peristiwa pengadangan mobil pribadi Kapolres Yudha oleh sejumlah pemuda di Aesesa pada Minggu Paskah, 9 April 2023. Polisi mengklaim para pemuda itu sedang mabuk minuman keras.

Patrik menulis peristiwa itu, di mana ia menyinggung bahwa salah satu pemuda yang diamankan polisi merupakan keponakan dari Ketua Suku Nataia, Patris Seo.

Dalam bagian lain berita itu, ia juga menyebut kontribusi suku tersebut bagi Polres Nagekeo dengan menghibahkan tanah untuk pembangunan kantor Polres, rumah jabatan Kapolres dan Wakapolres.

Berita itu yang dimuat di jaringan media Tribun, termasuk Kupang.tribunnews.com, kemudian berujung pelaporan Patrik oleh Ketua Suku Nataia ke polisi dengan tudingan pencemaran nama baik.

Setelah pelaporan itu, beredar luas tangkapan layar percakapan di grup WhatsApp KH Destro atau Kaisar Hitam Destroyer terkait ancaman kekerasan terhadapnya.

Ancaman itu dilakukan oleh Kapolres Yudha dan sejumlah jurnalis yang tergabung dalam grup tersebut.

Dalam percakapan grup itu, mereka mengancam mematahkan rahang dan beberapa kalimat ancaman lainnya.

Rencana kekerasan itu kemudian menjadi viral dan mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari Forum Jurnalis Flores-Lembata.

Forum itu pun melaporkan ancaman tersebut ke Kapolri, Dewan Pers, KKJ dan beberapa lembaga lainnya.

Sementara itu, aksi unjuk rasa dari kelompok Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia [GMNI] untuk mendesak pencopotan Yudha, juga diwarnai aksi ancaman dan kekerasan oleh dua orang jurnalis, yang dilaporkan merupakan bagian dari Grup KH Destro.

Dua jurnalis itu telah dilaporkan ke Polda NTT oleh GMNI dan seorang jurnalis yang menjadi korban kekerasan.

Polda NTT telah mengirimkan tim ke Polres Nagekeo untuk menyelidiki masalah ini. Namun, hingga saat ini hasilnya belum dipublikasikan.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini