Bagaimana Mengasah Cara Berpikir Kritis dalam Diri Siswa?

Cara berpikir kritis memungkinkan peserta didik mampu menganalisis secara kritis realitas yang terjadi di sekitar

Cara berpikir kritis, yakni kemampuan untuk berpikir secara argumentatif, logis, sistematis, serta mampu melihat sisi lain dari sebuah masalah menjadi salah satu tuntutan dasar dalam proses pendidikan.

Alasannya, pemikiran kritis merupakan dasar pijak untuk mengkritisi realitas sosial, berikut berbagai fenomena di dalamnya, guna menemukan strategi yang tepat dalam rangka memecahkan masalah secara efektif.

Karena itu, dunia pendidikan saat ini menempatkan cara berpikir kritis sebagai salah satu poin penting, bukan hanya pada level pendidikan tinggi melainkan juga pada level pendidikan dasar dan menengah. 

Beragam cara ditempuh oleh lembaga-lembaga pendidikan, para pegiat pendidikan, termasuk juga pemerintah yang fokus pada upaya-upaya mengasah kemampuan berpikir kritis dalam diri peserta didik.

Di level kebijakan pemerintah, misalnya, cara berpikir kritis dianggap paling penting dalam Kurikulum Merdeka, di tengah kondisi tsunami informasi pada era digital. 

Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim  yang juga pencetus ide Kurikulum Merdeka menyatakan pada Peringatan Hari Anak Nasional 2021 bahwa kemampuan berpikir kritis berguna agar peserta didik tidak hanya “menerima begitu saja”, tetapi “bisa mempertanyakan” realitas yang terjadi di sekitar.

Berangkat dari pengalaman nyata di Komunitas Belajar [Kombel] SD Anugerah Abadi 2 Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, saya hendak mengetengahkan pandangan tentang pentingnya strategi mengasah kemampuan berpikir kritis dalam diri peserta didik.

Syaratnya adalah topik tentang kemampuan berpikir kritis mesti menjadi pemahaman umum dan utama dalam diri guru dan lembaga-lembaga pendidikan, terlebih dalam implementasi pembelajaran di ruang-ruang kelas.

Mengapa harus berpikir kritis?

Michael Scriven dan Richard Paul dalam presentasinya saat Konferensi Internasional terkait Berpikir Kritis dan Reformasi Pendidikan atau Annual International Conference on Critical Thinking and Education Reform ke-8 mengartikan pikiran kritis sebagai kemampuan untuk membuat konsep, menerapkan, menganalisis, menyaringkan dan mengamati sebuah persoalan yang dialami manusia.

Pikiran yang kritis sanggup untuk mengkritisi segala hal yang ada di dalam dan luar diri seseorang. Ciri orang yang berpikir kritis adalah terbuka dengan pandangan orang lain, punya rasa ingin tahu yang tinggi, berani mengungkapkan pendapat dari sudut pandang yang berbeda dan memiliki sikap skeptis.

Cara berpikir sangatlah penting diasah melalui proses latihan terus-menerus dalam diri siswa. 

Karena itu, dalam pembelajaran di kelas, guru seharusnya tidak hanya berorientasi pada kemampuan siswa untuk cepat menghafal atau memahami materi. Berpikir kritis juga perlu menjadi perhatian. 

Artinya, guru harus membuka ruang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengupayakan strategi melihat, memahami dan memecahkan persoalan secara logis dan argumentatif menggunakan akal budinya sendiri.

Di era perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, cara berpikir kritis diperlukan oleh peserta didik mengingat munculnya berbagai macam persoalan terkait tsunami informasi yang berpotensi berbiak menjadi hoaks dan disinformasi. Siswa dengan pikiran kritis bisa memfilter informasi yang benar-salah dan baik-buruk. 

Kemampuan tersebut juga perlu agar peserta didik sanggup memecahkan persoalan dengan baik, juga sanggup mengambil keputusan yang berguna bagi diri dan orang lain.

Dengan itu, kelak output dari lembaga pendidikan dapat berkontribusi bagi masyarakat luas dan sanggup mengatasi kompleksitas persoalan dalam lingkungan sosialnya.

Selain itu, pemikiran kritis tidak terlepas dari moralitas pribadi, sebab setiap keputusan lahir dari pemikiran dengan pertimbangan rasional. Peserta didik yang mampu berpikir kritis dapat melihat lebih jauh dampak baik dan buruk dari keputusan dan tindakan yang diambilnya. 

Bagaimana Mengasahnya?

Guru menjadi ujung tombak dalam upaya mengasah kemampuan berpikir kritis dalam diri peserta didik.

Perlu diakui bahwa masih banyak guru yang mengabaikan dimensi pikiran kritis dalam pembelajaran, bukan karena tidak dianggap penting, melainkan tidak tahu metode yang bisa dipakai. 

Berdasarkan pengalaman saya dalam menumbuhkan pikiran kritis siswa, hal pertama yang perlu dilakukan oleh guru adalah membuka ruang diskusi dalam setiap proses pembelajaran. Dalam diskusi itu ada tiga hal yang perlu dilakukan.

Pertama, diskusi berbasis masalah. Guru menjadi pioner membuka ruang diskusi dalam kelas. Ssalah satunya dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan persoalan aktual. Guru dapat memaparkan persoalan kepada peserta didik dengan pertanyaan yang mendalam, kemudian memberi mereka kesempatan untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. 

Kedua, pertanyaan pemantik. Pertanyaan pemantik ini memancing siswa untuk berpikir, tentu saja dengan menggunakan metode sederhana. Ada tiga kata tanya yang bisa diutarakan, yakni “apa” untuk memahami objek yang ditanyakan; “bagaimana” untuk mengeksplorasi objek yang ingin diketahui, dan “mengapa.” Pertanyaan terakhir ini paling fundamental untuk mengetahui alasan peserta didik memilih sebuah keputusan dan tindakan. 

Ketiga pertanyaan berkelanjutan, yakni setiap pertanyaan yang menghasilkan jawaban baru secara kontinyu sampai pada kejelasan sebuah objek yang ingin diketahui dan dipahami. Metode ini juga bisa disebut dialektika, di mana terdapat tesis yang dapat dibantah demi mendapatkan tesis baru secara berkelanjutan.

Ketiga metode di atas memungkinkan siswa bisa menumbuhkan pikiran kritis, karena ruang kelas adalah wahana pertengkaran ide dan gagasan, baik antarsiswa maupun siswa dan guru. 

Pentingnya peran guru

Hal yang menjadi prasyarat utama dalam menumbuhkan pemikiran kritis peserta didik adalah sikap kritis guru. 

Selain itu, untuk mengasah sikap dan pemikiran kritis peserta didik, guru seharusnya menyediakan ruang kelas yang inklusif dan dialektis, tidak menutup kemungkinan pertarungan wacana. 

Guru tidak boleh malu dan merasa terpukul ketika dikritisi siswanya sendiri, apalagi menyimpan dendam jika terlibat dalam adu argumentasi dengan siswa. 

Guru yang takut dikritik, lebih baik berhenti jadi guru karena ia mematikan nalar kritis siswanya. 

Fransiskus Momang adalah Guru Agama Katolik SD Anugerah Abadi 2 Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur

Editor: Anno Susabun

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Silahkan gabung juga di Grup WhatsApp KoLiterAksi, tempat kami berbagi informasi-informasi terbaru. Kawan-kawan bisa langsung klik di sini.

Artikel Terbaru

Banyak Dibaca

Baca Juga Artikel Lainnya