Sekelompok siswa SMP Negeri 7 Maret Hadakewa di Kabupaten Lembata berdiri membentuk barisan.
Dengan peralatan kerja seperti linggis dan tofa, mereka menggali lubang biopori di atas lahan seluas sekitar 500 meter persegi. Setiap lubang berjarak satu meter.
Kegiatan itu berlangsung pada 1 November, usai sehari sebelumnya seluruh wilayah Lembata diguyur hujan deras.
“Kami diserahi tanggung jawab menggali masing-masing satu lubang biopori,” kata Anselmus Lela Tereng, pelajar kelas IX.
Lubang biopori dibuat secara tegak lurus ke dalam tanah untuk meningkatkan daya resap air hujan.
SMPN 7 Maret Hadakewa berada di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, 16 kilometer arah timur dari Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata.
Kepada Floresa Ansel – sapaannya – berkata, seperti halnya siswa lain, ia diberi tugas menggali satu lubang biopori dengan kedalaman satu meter dan diameter 30 sentimeter.
Ansel senang bisa terlibat dalam kegiatan ini yang “bermanfaat bagi proses penyimpanan air bawah tanah” untuk kemudian dimanfaatkan di sekolah.”
“Kegiatan penggalian lubang itu bisa mengatasi kekeringan yang tengah dikeluhkan warga sekolah sekarang,” kata Ansel.
Terinspirasi dari kegiatan ini, Angelina Baha Leuweheq, pelajar kelas VIII berencana menggali biopori di halaman rumahnya di Dusun Kuwela, Desa Merdeka.
“Ada hal positif dari kegiatan itu, yaitu bisa dikenalkan dengan metode pemanfaatan halaman sekolah untuk menjaga lingkungan tetap asri,” kata Alin, sapaannya.
Petronela Rosalia Da Silva, pelajar kelas VIII berkata, ia juga hendak membuat biopori di pekarangan rumahnya di Dusun Nuba Ursuban, Desa Merdeka.
Ia berkata, ini merupakan kegiatan pembuatan biopori di sekolah yang pertama kali melibatkan seluruh warga sekolah.
Libatkan Warga Sekolah
Wakil Kepala Sekolah SMPN 7 Maret, Felixsia Maria P. Apelabi berkata, pembuatan lubang biopori melibatkan seluruh warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, para guru, tenaga kependidikan dan para pelajar.
Pantauan Floresa, halaman sekolah SMPN 7 Maret banyak ditumbuhi tanaman sepanjang musim.
Di sekitar sekolah, berderet empat pohon mimba [Azadirachta indica A. Juss] dengan tinggi sekitar 20 meter, pohon mangga, gamal dan tanaman lainnya, termasuk bunga.
Lis – sapaannya – berkata, lubang biopori ditargetkan mencapai 131 yang disesuaikan dengan jumlah siswa 106 orang dan total 25 orang tenaga kependidikan.
Setiap lubang biopori kemudian diisi dengan pupuk organik dan anyaman dari bambu.
Pupuk organik memanfaatkan daun gamal dan rumput-rumput kering yang dibenamkan sampai padat dalam setiap lubang.
Pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah [OSIS], Bernadus Daniel Ola, berkata, melalui pembuatan biopori, sekolah memperkenalkan kepada para pelajar pentingnya pelestarian lingkungan dan mengajak mereka untuk semakin peduli dengan lingkungan.
“Para pelajar dibekali pengetahuan supaya mereka paham pemanfaatan lingkungan,” kata Daniel.
Selain lubang biopori, menurut Daniel, sekolah juga membuat tiga sumur resapan dengan kedalaman dua meter untuk menampung air hujan.
“Dua terdapat di depan sekolah dan satunya di belakang sekolah,” kata Daniel kepada Floresa.
Calon Sekolah Adiwiyata
Dinas Lingkungan Hidup menetapkan SMPN 7 Maret masuk dalam kategori calon Sekolah Adiwiyata.
Adiwiyata adalah program pemerintah yang bertujuan mendidik anak-anak agar mencintai lingkungan hidup.
Menurut Israfil Teba, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, terpilihnya sekolah ini karena potensi lingkungan yang luas, memiliki ruang terbuka hijau, arena bermain anak yang luas dan mempunyai kebun sekolah.
Ia berkata, sekolah lain yang memenuhi kriteria calon Sekolah Adiwiyata berasal dari Kecamatan Nubatukan, Ile Ape, Omesuri, Nubatukan dan Atadei.
“Mereka adalah SMPN I Ile Ape, SMPN I Nubatukan, SMPN I Omesuri, SMP Sinar Swasembada Hadakewa, SMPN 4 Nubatukan, daN SMPN I Atadei,” katanya.
Calon Sekolah Adiwiyata ini telah menjalankan pendampingan gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah [GPBLHS].
GPBLHS merupakan aksi kolektif yang dilakukan oleh sekolah secara sadar, sukarela, berjejaring, dan berkelanjutan untuk menerapkan perilaku ramah lingkungan hidup.
“GPBLHS ini diharapkan menyadarkan calon Sekolah Adiwiyata mengubah perilaku siswa agar kondisi fisik sekolah jadi nyaman, aman dan sejuk, serta meningkatkan ketahanan menghadapi bencana,” kata Israfil.
SMP Negeri 7 Maret Hadakewa yang berada di pinggir jalan Trans Lembata-Kedang berdiri pada 4 September 2004.
Dari sisi utara sekolah, tampak menjulang Ile Lewotolok, salah satu gunung berapi aktif di Lembata yang kerap mengeluarkan asap.
Dua gunung aktif lainnya, yakni Gunung Batutara berada di ujung timur dan Gunung Ile Werung terletak di bagian selatan dari Kecamatan Atadei.
Ile Werung memiliki kawah dan tebing yang curam, berjarak 62 kilometer dari Desa Merdeka.
Editor: Petrus Dabu