Peran Legum di Lahan Kering

Legum secara alamiah berperan menjaga kesuburan tanah, khususnya pada lahan kering. Manfaatnya perlu jadi bahan edukasi kepada para petani

Pengelolaan lahan kering untuk aktivitas pertanian, baik skala kecil, menengah, maupun besar,  membutuhkan kecermatan dan kehati-hatian demi mengurangi potensi risiko yangmerugikan para petani atau pengelola lahan kering.

Berbeda dengan lahan basah, lahan kering sarat dengan perlakuan tertentu untuk menjaga tingkat kesuburan tanahnya. Perlakuan tertentu yang dimaksud adalah terkait pola pemanfaatan tanaman lain selain tanaman pokok yang ditanam pada lahan tersebut. 

Menurut United Nations Environment Programme [UNEP], lahan kering merujuk pada keadaan wilayah yang memiliki indeks kegersangan [AI] kurang dari 0,65. Indeks ini merupakan rasio rata-rata curah hujan tahunan dan potensi evapotranspirasi [FAO, 2024]. 

Tanah lahan kering berciri mengalami kelangkaan air. Lahan kering rentan terhadap erosi angin dan air, pelapukan mineral yang intensif dan kesuburannya rendah karena kurangnya bahan organik di lapisan atas tanah.

Mengenal Legum dan Manfaatnya

Legum biasa dikenal dengan tumbuhan yang memiliki bentuk buah polong yang merupakan kelompok tumbuhan dengan anggota terbanyak ketiga di dunia [Legume Phylogeny Working Group, 2017]. 

Kelompok tumbuhan ini hidup secara kosmopolitan khususnya di daerah tropis dan subtropis yang memiliki perawakan bervariasi, mulai dari pohon, misalnya johar, flamboyan, kelor sampai kacang-kacangan seperti  buncis, kacang merah dan kacang panjang.

Anggota tumbuhan ini, khususnya kacang-kacangan, mengandung protein tinggi, karbohidrat rendah, kaya serat, vitamin dan mineral. Karena itu, pada skala global legum merupakan tumbuhan pangan penting kedua setelah kelompok padi-padian [Çakir et al., 2019]. 

Hal ini menjadikan legum sebagai perhatian penting dalam pemuliaan tanaman, mengembangkan sifat baru untuk biofortifikasi serta menunjang kesejahteraan manusia.

Selain sebagai pangan, beberapa penelitian mengungkapkan adanya keragaman genetik legum. 

Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Bogor misalnya mendokumentasikan beberapa kategori manfaat legum seperti obat, tanaman hias, pewarna alami, penghasil tanin, pakan ternak, bahan furnitur, kerajinan, dan bahan bangunan [Danarto, 2013; Hariri et al., 2021]. 

Dalam sistem pertanian, legum memiliki kemampuan remarkable yaitu memfiksasi nitrogen di atmosfer dengan bantuan bakteri yang ada di bintil akar tanaman ini. Bakteri ini disebut Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar tanaman inang.

Dikatakan “simbiosis” berarti berinteraksi dengan spesies lain untuk waktu yang lama dan pada kasus ini bersifat mutualistik atau saling mendukung.

Setelah biji legum tumbuh, Rhizobium di tanah menyerang bulu akar dan menuju akar legum. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat di akar, menyebabkan sel-sel akar inflasi dan membentuk bintil.

Selanjutnya, Rhizobium pada bintil akar kacang mengikat nitrogen di udara menjadi amonia, yang kemudian diasimilasi menjadi asam amino.

Sebagaimana kita ketahui bahwa nitrogen merupakan komponen penting dalam produktivitas tanaman. Unsur ini sangat diperlukan dalam sistem pertanian. Perannya membentuk  klorofil yang berperan dalam fotosintesis tanaman.

Penggunaan tanaman polong-polongan selama rotasi tanaman atau tumpang sari adalah metode yang ideal. Cara ini sebenarnya sudah dilakukan oleh para petani sejak zaman dahulu, dimana kacang-kacangan biasanya ditanam bersama dengan tanaman utama misalnya jagung atau sorgum. Kadang juga ditanam setelah tanaman utama dipanen.

Oleh karena kemampuan mempertahankan konsentrasi nitrogen dalam tanah untuk tanaman, maka kacang-kacangan tersebut dapat berfungsi sebagai “pupuk hijau.”

Dengan menanam tanaman legum dan non-legum secara bergantian, tanah memperoleh cukup nitrogen dari legum sehingga ketersediaan unsur hara dalam tanah tetap terjaga.

Oleh karena peranannya itu, tumbuhan legum dikenal sebagai tanaman penutup tanah atau Legum Cover Crop [LCC] yang berfungsi menekan pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban tanah, mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan kesuburan tanah [Jatav et al. 2022].

Adapun menurut Saini et al. [2023], jenis legum yang biasa digunakan sebagai tumbuhan tumpang sari atau penutup tanah adalah buncis [Phaseolus vulgaris], kacang tunggak [Vigna unguiculata], kacang nasi [Vigna umbellata], kacang tanah [Arachis hypogaea], kacang gude [Cajanus cajan], kedelai [Glycine max], alfalfa [Medicago sativa], kacang arab [Cicer arietinum], kacang ercis [Pisum sativum] dan lentil [Lens esculenta].

Lebih lanjut Ali et al., [2016] dan Suheri et al., [2021], memperkuat melalui hasil uji dan publikasi perihal kontribusi positif yang terkandung dalam kacang koro [Phaseolus lunatus], kacang tunggak [Vigna unguiculata] dan koro benguk [Mucuna pruriens] dalam meningkatkan kesuburan tanah, kadar air dan aktivitas mikroba tanah pada lahan kering.

Pentingnya Edukasi

Uraian di atas menunjukkan peran yang jelas dari tanaman legum pada lahan kering.

Selain menjadi alternatif pengganti pupuk komersial yang ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan kimia, legum juga bisa menekan pengeluaran untuk pengadaan pupuk.

Pola ini perlu diedukasikan, baik kepada pemerintah melalui instansi terkait, pemangku kepentingan lain, maupun masyarakat sebagai alternatif dalam pengelolaan lahan kering. 

Hal ini dilakukan sembari menjaga keutuhan dan kealamian tanah, sekaligus mendukung ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan.

Emilia Juliyanti Bria adalah mahasiswa Program Doktoral Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Dosen Biologi Universitas Timor

Editor: Ryan Dagur

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Silahkan gabung juga di Grup WhatsApp KoLiterAksi, tempat kami berbagi informasi-informasi terbaru. Kawan-kawan bisa langsung klik di sini.

Artikel Terbaru

Banyak Dibaca

Baca Juga Artikel Lainnya