Floresa.co – Universitas Katolik Indonesia St. Paulus [Unika St Paulus] Ruteng di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur menggelar lomba budaya Manggarai untuk pelajar SMA/SMK, bagian dari upaya mencegah gejala ‘demanggarainisasi.’
Berbagai jenis lomba yang digelar pada 14 Mei dalam rangka ulang tahun ke-65 kampus itu adalah Torok Kapu Meka Penti, Torok Tiba Woé Wagal Kawing, Torok Tiba Ema Uskup, Torok Taé du Podo Takung Misa Pentakosta, Pidato Bahasa Manggarai, Baca Puisi Bahasa Manggarai dan Fotografi Objek Budaya Manggarai.
Lomba diikuti 20 SMA/SMK dari tiga kabupaten di Manggarai Raya – Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur -, dengan peserta lebih dari 60 orang, ditambah dengan guru pendamping.
Rektor Unika St. Paulus, Romo Maksimus Regus berkata, lomba ini merupakan momen revitalisasi budaya, kerja sama dan kolaborasi antara berbagai stakeholders kebudayaan Manggarai dan upaya membangun karakter generasi muda Manggarai.
“Hal ini sejalan dengan visi Unika St. Paulus Ruteng yang menekankan tiga nilai utama, yaitu transformasi, kolaborasi dan karakter,” katanya.
Berbicara dengan Floresa, Maksimus berkata, lomba ini tidak hanya bagian dari perayaan syukur ulang tahun kampus, tetapi punya tujuan “pemberdayaan generasi muda.”
Ia berkata, selain menggelar lomba, saat ini Unika juga punya lembaga pengembangan budaya dan bahasa, dengan target menjadikan kamus itu “bagian dari proses menjadi jembatan regenerasi budaya.”
Sementara Wakil Rektor I, Marsel Ruben Payong mengaitkan lomba ini dengan fenomena demanggarainisasi, istilah yang diperkenalkan Robertus Lawang, profesor kelahiran Manggarai di Universitas Indonesia.
Robertus mendefinisikan demanggaraisasi sebagai proses dari dalam masyarakat Manggarai yang menjauhkan hidup dari nilai-nilai dasar kemanggaraian, seperti pengetahuan tentang adat istiadat, penggunaan bahasa Manggarai yang baik dan benar, hilangnya ritus-ritus adat agama lokal dan sebagainya.
Marsel berkata, fenomena demanggarainisasi sudah terlihat saat ini, hal yang mendorong pentingnya mempertahankan jati diri dan identitas lokalitas untuk bijak menghadapi pengaruh dan nilai dari luar yang tidak selalu kompatibel dengan nilai lokal.
Sementara itu Koordinator Subseksi Acara Bidang Lomba Budaya, Romo Inosensius Sutam berkata, lomba ini bertujuan untuk revitalisasi, reinterpretasi, restrukturisasi budaya Manggarai agar secara positif mampu dikontekstualisasikan pada saat ini dalam situasi yang baru.
“Secara negatif dia menjadi jawaban terhadap krisis budaya, krisis ekologis, krisis moral dan krisis sosial,” katanya.
Ia juga menyinggung soal demanggarainisasi sebagai sebuah krisis yang dipicu kurangnya kebanggaan terhadap budaya Manggarai.
Di sisi lain, Ino menyebut lomba ini memiliki sinergi dengan Kurikulum Merdeka, terutama Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila perihal eksplorasi dan elaborasi kebudayaan Nusantara yang sarinya ditemukan dalam Pancasila.
Lomba ini, kata Ino, juga kesempatan mengembangkan glokalisasi, yaitu siap menerima nilai-nilai positif globalisasi, sekaligus “mengembangkan kebudayaan lokal kita.”
Menggarisbawahi komitmen Unika St. Paulus dalam pengembangan dan pelestarian budaya, kata dia, kampung itu juga memiliki program konkret seperti Misa dalam bahasa Manggarai pada setiap Sabtu dan setiap kali menyambut tamu mengadakan kepok, ritual penyambutan tamu secara adat Manggarai.
Apa Kata Guru dan Peserta?
Yuliana Kawu, guru SMA Negeri 1 Lelak yang ikut mendampingi siswanya berkata ini lomba pertama terkait budaya yang diikuti sekolahnya.
Ia berharap lomba ini diadakan lagi karena penting sebagai cara melestarikan dan mempertahankan budaya.
“Lembaga pendidikan juga menjadi sarana bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi-potensi mereka dan mengenal lebih dalam soal budaya Manggarai,” katanya.
Peserta didik dari sekolahnya mengikuti semua lomba torok, yang diseleksi dari kegiatan budaya sebelumnya.
“Kebetulan semester lalu kami ada kegiatan dan kita ambil tema tentang kearifan lokal,” katanya.
Opin Sanjaya, salah satu guru SMA St. Klaus Kuwu berkata, lomba ini penting di tengah tren generasi muda yang tidak lagi mengenal dengan baik budaya Manggarai.
“Karena itu, kami sangat mengapresiasi dan senang bisa terlibat sehingga anak-anak kami bisa diberi ruang untuk belajar,” katanya.
“Kami juga berharap kegiatan seperti ini tidak hanya dilakukan saat momen ulang tahun kampus saja,” katanya.
Harapan serupa juga disampaikan Alin Barus, salah satu peserta lomba asal SMA Santu Klaus Kuwu.
“Harapannya kegiatan seperti ini bisa tetap berlanjut karena ini juga bagian dari cara kita mencintai tanah air, katanya.
Antonius Hanu, guru dari SMA Negeri 2 Borong menyebut lomba itu “bagian dari upaya untuk meneruskan warisan budaya dari generasi ke generasi” dan “kalau boleh, kegiatan ini berkelanjutan.”
“Ini demi menjaga kelestarian budaya Manggarai supaya tetap bisa diwariskan ke generasi selanjutnya,” katanya.
Para Pemenang
Panitia lomba telah mengumumkan para pemenang untuk untuk setiap kategori, yaitu juara I-III.
Pemenang lomba pidato berturut-turut adalah Maria Celina Nurjaya [SMKN 1 Satar Mese], Maria Rosnita Bunga[SMKN 1 Satar Mese] dan Oktaviano Dwisaputra Jurinus [SMAS St Klaus Kuwu]
Pemenang lomba puisi adalah Novela Martini Nudiya [SMK Tiara Nusa Borong], Yuliana D. D. Kojo [SMAN 1 Lelak] dan Maria Flanela Dayni Sanjusui [SMAS St. Fransiskus Xaverius Ruteng].
Sementara lomba torok dengan tema “Tiba agu kapu meka randang penti one beo,” dimenangkan oleh SMK Swakarsa Ruteng, SMAN 1 Lelak dan SMK Tiara Nusa Borong.
Lomba torok terdiri dari tiga tema. Pemenang lomba torok dengan tema “Tae du podo agu condo du randang misa Pentekosta” adalah SMAN 2 Borong, SMAN 4 Satar Mese dan SMAS St. Fransiskus Xaverius.
Untuk torok dengan tema “Tiba ema uskup ata ngo Misa one Paroki” adalah SMK Tiara Nusa Borong, SMKN 1 Satar Mese dan SMAN 1 Lelak.
Sementara untuk tema “Tiba meka woe wagal Kawing Manggarai” adalah SMAS St. Fransiskus Xaverius Ruteng, SMAN 1 Lelak dan SMKN 1 Satar Mese.
Kegiatan ini didukung dan disponsori oleh Indonesian Financial Group, bekerja sama dengan Institut Manggarai – keduanya berbasis di Jakarta.
Editor: Ryan Dagur