Tari Caci Memeriahkan Perayaan Panca Windu SMP Katolik Sinar Ponggeok di Manggarai

Pementasan tari tradisi Manggarai ini menjadi bagian dari proses belajar agar siswa mengakar pada budaya setempat, kata kepala sekolah

Floresa.co – SMPK Katolik Sinar Ponggeok di Kabupaten Manggarai memeriahkan perayaan ulang tahun ke-40 atau panca windu dengan mementaskan tari tradisi Caci yang melibatkan peserta didik dari dua sekolah lain.

Pementasan yang berlangsung di lapangan sekolah itu pada 21 September menghadirkan siswa dari SD Inpres Popol dan SD Katolik Papang sebagai meka landang, istilah dalam Caci untuk tamu undangan sekaligus lawan permainan.

SMP Katolik Sinar Ponggeok yang berada di Kecamatan Satar Mese itu menjadi ata ngara beo atau tuan rumah.

Rangkaian acara dimulai pada pukul 08.00 Wita dengan adat penerimaan meka landang, yaitu  tuak curu di pintu gerbang dan manuk kapu di halaman sekolah. Kedua istilah itu merupakan ritual penyambutan tamu secara resmi di Manggarai.

Meka landang kemudian diarahkan menuju ruangan yang disebut ndei, rumah khusus untuk tamu seperti yang dipraktikkan dalam Caci antarkampung di Manggarai. Rumah itu ditempati meka landang selama acara hingga mereka kembali ke kampung asal.

Dari ndei, tuan rumah dan tamu lalu memasuki arena caci, diiringi dengan tarian dan nyanyian adat yang disebut danding dan ronda.

Pastor Paroki St. Arnoldus Janssen Ponggeok, Romo John Mustaram dan tokoh adat dari Desa Papang, Yohanes B. J. Wargo melakukan pukulan pembuka atau paki reis, masing-masing kepada salah satu meka landang dan ata ngara beo, tanda Caci resmi dimulai.

Sementara para siswa bermain Caci yang berlangsung hingga pukul 16.00, beberapa siswi menabuh alat-alat musik tradisi seperti gong dan gendang.

Para siswi menabuh aalat musik tradisi seperti gong dan gendang untuk memeriahkan pementasan Caci. (Hilarius Hama)

Caci merupakan tari perang sekaligus permainan rakyat di Manggarai – wilayah di Flores barat – antara sepasang penari laki-laki.

Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul atau ata paki berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering yang disebut lempa

Laki-laki yang berperan sebagai penangkis atau ata ta’ang, menangkis lecutan lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang. Perisai dipegang dengan satu tangan, sementara tangan lainnya memegang agang. 

Para pemain bergiliran, satu lawan satu, mengikuti aturan adat yang menekankan sportivitas.

Tari ini, yang juga melambangkan ketangkasan dan keberanian, biasanya dimainkan pada saat syukuran musim panen atau penti dan upacara adat besar lainnya.

Dua siswa sedang bertindak sebagai ‘ata paki’ dan ‘ata ta’ang’ (Hilarius Hama)

Kepala SMP Katolik Sinar Ponggeok, Marselinus Ramut berkata, pementasan Caci tersebut adalah sebuah “festival tarian caci, bukan pertandingan Caci sebagaimana layaknya tradisi antarkampung di Manggarai”.

“Sebagai sebuah festival kebudayaan, maka yang dicari bukanlah siapa yang menang atau kalah, sebagaimana biasanya dalam suatu pertandingan, tetapi seni pertunjukkan, keindahan, persahabatan dan proses belajar,” katanya di hadapan para peserta dan penonton pertunjukan.

Ia berharap para siswa dapat mengambil nilai-nilai seni dan budaya Manggarai dari pertunjukan tersebut sebagai bagian dari proses belajar untuk tetap mengakar pada budaya.

Ia juga berharap pertunjukan tersebut menjadi langkah awal bagi terciptanya ruang pengembangan bakat para siswa.

Firminus Farlan Roman, salah satu siswa SMP Katolik Sinar Ponggeok bersyukur karena bakatnya dapat disalurkan dan dikembangkan di lembaga tersebut.

“Bersyukur sekali bisa bermain Caci di hadapan orang tua dan teman-teman. Terima kasih untuk SMPK Sinar Ponggeok, jaya selalu,” katanya.

SMP Katolik Sinar Ponggeok yang beralamat di Desa Ponggeok, Kecamatan Satarmese didirikan pada 30 September 1984 dan berada di bawah naungan Yayasan Persekolahan Sukma Pusat Keuskupan Ruteng.

Jumlah peserta didik sekolah tersebut adalah 228 orang, terdiri atas 103 perempuan dan 125 laki-laki. Guru dan tenaga kependidikan berjumlah 14 orang, terdiri atas 5 perempuan dan 9 laki-laki.

Perayaan panca windu sekolah tersebut berpuncak pada 29-30 September, dengan acara temu akbar alumni dan Misa.

Selain pementasan caci, berbagai kegiatan lainnya di internal sekolah dalam rangka panca windu adalah turnamen bola kaki dan bola voli, perlombaan grup vokal, solo vokal dan kuis Kitab Suci.

Hilarius Hama adalah guru SMP Katolik Sinar Ponggeok

Editor: Anno Susabun

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Silahkan gabung juga di Grup WhatsApp KoLiterAksi, tempat kami berbagi informasi-informasi terbaru. Kawan-kawan bisa langsung klik di sini.

Artikel Terbaru

Banyak Dibaca

Baca Juga Artikel Lainnya