Floresa.co – Seorang aktivis lingkungan mengingatkan mahasiswa anggota salah satu kelompok studi di Universitas Katolik Indonesia [Unika] St. Paulus Ruteng bahwa mereka memiliki peran penting dalam mengawal isu terkait degradasi lingkungan yang akhir-akhir ini kian mengkhawatirkan
Berbicara dalam diskusi virtual bertajuk “Generasi Hijau: Peran Mahasiswa dalam Membangun Masa Depan Bangsa” yang diadakan kelompok mahasiswa Focus Group Discussion di Unika St, Paulus pada 21 September, Gres Gracelia, staf Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi NTT] mengajak peserta berefleksi: “Bumi seperti apa yang mau kita tinggalkan?”
Ia berkata masalah-masalah degradasi lingkungan yang marak terjadi secara global dan lokal perlu menjadi perhatian mahasiswa sebagai “agen perubahan dalam mendukung generasi hijau.”
“Masalah lingkungan di satu tempat adalah masalah kita bersama,” katanya dalam diskusi yang dihadiri 20 peserta itu.
Pemaparan materi dari Gres kemudian diikuti dengan sesi tanya jawab.
Karnodetius Oche, salah seorang mahasiswa peserta diskusi mengangkat persoalan krisis air di Ruteng, yang menurutnya “ironis karena Ruteng berada di kaki gunung yang penuh dengan pepohonan besar.”
“Tetapi masyarakatnya tidak mendapatkan air yang cukup, misalnya di kos saya, air sudah tidak mengalir selama hampir seminggu,” katanya.
Sementara itu Dervina Intan, mahasiswa lainnya membagikan pengalaman di kampung halamannya di Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat.
Meski merupakan daerah persawahan yang biasa disebut “lumbung padi Flores”, cuaca yang tidak menentu menyebabkan hasil panen petani menurun drastis selama beberapa tahun belakangan.
“Warga di sana sebagian besarnya adalah petani sawah, tetapi pemerintah sebagai pemangku kepentingan membiarkan mereka sendirian berada dalam masalah. Begitu juga pihak lainnya, termasuk mahasiswa yang lebih banyak diam,” katanya.
Merespons hal itu, Gres berkata bahwa sebagai generasi muda yang juga generasi hijau, mahasiswa seharusnya aktif mengadvokasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, terutama persoalan yang menyangkut hak-hak dasar ekonomi dan lingkungan.
“Ciri-ciri generasi hijau adalah [memiliki] kesadaran lingkungan, tindakan nyata, inovasi, dan kolaborasi,” katanya.
Ia menekankan mahasiswa memiliki potensi intelektual, energi, semangat, jaringan luas, dan calon pemimpin masa depan yang dapat menjadi agen perubahan untuk mewujudkan generasi hijau.
Mahasiswa lainnya, Menansia Triana Payul, menyoroti kinerja pemerintah yang dinilai menghambat kesejahteraan lingkungan di desanya.
“Desa Bari, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat berada di dekat pantai utara, dan karena itu kami kekurangan pasokan air bersih. Anehnya, pemerintah tidak memperhatikan itu,” katanya.
Pada akhir diskusi, Trisno Arkadeus, koordinator kelompok studi itu yang juga menjadi moderator berterima kasih kepada Gres dan semua peserta yang antusias mengikuti kegiatan tersebut.
Ia berharap diskusi tersebut menggugah semangat para mahasiswa Unika St. Paulus untuk membangun inisiatif konkret dalam gerakan peduli lingkungan.
“Dengan semangat dan inovasi, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat,” katanya.
Editor: Anno Susabun