Puluhan mahasiswa Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng mengikuti kelas pelatihan menulis dan berbagi informasi soal beasiswa studi lanjut, bagian dari kerja kolaboratif “mempersiapkan masa depan akademik.”
Kegiatan tersebut, yang berlangsung di Aula Missio Unika St. Paulus Ruteng pada 19 Februari, diinisiasi oleh Focus Group Discussion [FGD], sebuah kelompok beranggotakan mahasiswa lintas fakultas yang berminat pada isu-isu sosial di kampus itu.
Wisnu Prasetya, mahasiswa doktoral University of Sheffield, Inggris hadir sebagai narasumber kelas tersebut yang berlangsung selama dua sesi pada pukul 10.30 – 12.30 Wita.
Pada sesi pertama, Wisnu membuka diskusi dengan menekankan tiga prinsip utama dalam menulis, yakni memiliki ide, kebiasaan membaca dan teknik komunikasi yang efektif melalui gaya bahasa yang menarik.
“Menulis adalah kewajiban bagi mahasiswa, terutama menjelang tugas akhir,” kata Wisnu, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.
Merujuk pada pengalamannya sebagai peneliti dan dosen, ia mengatakan masih banyak mahasiswa semester akhir yang kebingungan menemukan ide tulisan.
Karena itu, kata dia, mahasiswa perlu lebih proaktif dalam proses belajar, “bukan hanya menunggu instruksi dari dosen tetapi juga memikirkan lebih awal ide untuk menulis skripsi.”
Selanjutnya, terkait prinsip kebiasaan membaca, Wisnu menggarisbawahi “membaca bukan hanya tentang memperoleh informasi, tetapi juga tentang memahami konteks dan dinamika sosial yang ada di sekitar kita.”
“Teman-teman tidak bisa menulis kalau tidak membaca,” tegasnya.
Bagi Wisnu, kemampuan membaca kondisi atau situasi adalah bagian dari penerapan pengetahuan yang diinterpretasikan dalam bentuk tulisan, hal yang menjadi salah satu bekal penting yang dibawanya hingga studi doktoral di Inggris.
Sementara, terkait prinsip komunikasi yang efektif, ia menjelaskan pentingnya memahami bahasa yang digunakan dan kepada siapa tulisan itu dituju, sehingga sesuai dengan konteks komunikasinya.
Ia mengambil contoh penggunaan kata “stunting” oleh pemerintah, yang “bisa saja tidak mudah dipahami oleh masyarakat”.
Padalah, katanya, ada istilah yang lebih mudah untuk mengganti kata itu, yakni ‘tengkes’.
Selain tiga prinsip tersebut, Wisnu juga membagikan tips “menulis 15 menit sehari.”
“Mulailah dari hal-hal sederhana tanpa terbebani oleh konsep yang rumit,” katanya.
Sebagian besar mahasiswa, kata dia, seringkali merasa tertekan oleh standar tinggi yang dibuatnya sendiri, misalnya memikirkan konsep-konsep besar dan rumit, hal yang menyebabkan kesulitan memulai sebuah tulisan.
Menurutnya, jika “menulis 15 menit sehari” dilakukan secara rutin tanpa harus memikirkan konsep tulisan yang rumit, mahasiswa akan terbiasa mengembangkan ide dan konsep mulai dari hal-hal sederhana.
Sementara itu, merespons pertanyaan Ina Pail, seorang peserta diskusi terkait “cara menemukan ide menulis”, Wisnu berkata interaksi dan pengalaman hidup setiap hari, termasuk diskusi dengan teman bisa menjadi strategi sederhana tetapi penting.
“Kreativitas seringkali muncul dari lingkungan sosial dan akademis yang aktif,” lanjutnya.

Motivasi Studi Lanjut
Pada sesi kedua, Wisnu membagikan pengalaman pendidikannya, terutama terkait studi lanjut setelah menyelesaikan pendidikan sarjana ilmu komunikasi dari Universitas Gadjah Mada.
“Saya telah gagal 15 kali sebelum berhasil mendapatkan beasiswa S2 pada percobaan yang keenam belas,” kata peraih beasiswa LPDP itu, yang menyelesaikan program magister ilmu komunikasi di Leeds University, Inggris.
Pengalaman tersebut, kata Wisnu, membuatnya belajar untuk tidak mudah menyerah dan tetap fokus pada tujuan.
Sebagai peraih beasiswa yang sama pada jenjang studi doktoral, ia juga menjelaskan beberapa tahapan seleksi beasiswa LPDP, mulai dari seleksi administratif, seleksi bakat skolastik hingga seleksi wawancara.
“Wawancara adalah momen penting untuk menunjukkan motivasi dan visi Anda,” katanya.
Pada bagian penutup sharing, Wisnu mengingatkan para mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik sejak masa awal kuliah, agar memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan beasiswa.
Ia juga mengingatkan pentingnya keterlibatan dalam berbagai komunitas atau organisasi untuk menambah wawasan dan menunjukkan kontribusi nyata mahasiswa di tengah masyarakat.
“Kesiapan akademik dan soft skills adalah kunci utama untuk meraih kesempatan ini.”
Wisnu berada di Flores selama beberapa pekan terakhir untuk penelitian disertasi doktoralnya yang membahas soal media alternatif di Indonesia. Salah satu media yang ia kaji adalah Floresa.
Di sela-sela penelitiannya, ia ikut membagi pengetahuan dan berdiskusi dengan mahasiswa dan komunitas kaum muda di Ruteng. Salah satunya adalah dalam diskusi bertajuk Media dan Ilusi Netralitas yang digelar di Rumah Baca Aksara pada 7 Februari.
Trisno Arkadeus merupakan mahasiswa Program Studi Teologi, Unika St. Paulus Ruteng
Editor: Anno Susabun