Mencermati Janji Kandidat Pilpres 2024 terhadap Guru

Kesejahteraan guru bukan semata soal gaji tinggi dan diangkat jadi ASN

Pemilihan Presiden [Pilpres] 2024 tinggal hitungan hari. Menyambut masa tenang, semoga ada lebih banyak waktu untuk menyelisik janji ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden bagi guru.

Anggaplah masa tenang semacam eksplorasi. 

Dalam penjelajahan selama tiga hari yang bermula 11 Februari, saya hendak mengajak kita semua, para guru, untuk mencermati strategi dan solusi yang ditawarkan para paslon dalam menyelesaikan persoalan pendidikan, khususnya masalah guru.

Mengapa keduanya perlu dibedah? 

Pertama, kemajuan bangsa ini ditentukan oleh sumber daya manusia [SDM] yang berkualitas. SDM yang unggul hanya dapat dihasilkan dari pendidikan yang bermutu. 

Kedua, berkaitan dengan nasib kita, para guru. Baik atau buruknya kondisi guru sangat memengaruhi mutu pendidikan. Untuk mencetak SDM yang unggul, peran guru sebagai ujung tombak pendidikan tidak boleh disepelekan.

Tidak Ada Gebrakan

Masing-masing paslon mempromosikan sejumlah agenda prioritas dalam bidang pendidikan, sains dan teknologi. 

Paslon nomor urut 01 [Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar] mempromosikan 11 agenda prioritas. 

Paslon nomor urut 02 [Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming] menggadang-gadang empat program prioritas.

Paslon nomor urut 03 [Ganjar Pranowo dan Mahfud MD] dengan tujuh agenda prioritas.

Kendati agenda prioritas ketiga paslon terdengar padat, saya beranggapan tidak ada gebrakan yang ditawarkan dalam menyelesaikan persoalan guru. 

Semua program bersifat normatif dan sekadar pengulangan saja. 

Menurut saya, agenda ketiganya menunjukkan calon pemimpin kita belum memiliki komitmen riil guna menyelesaikan persoalan pendidikan.

Anies-Muhaimin berjanji untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan, serta memberikan kepastian jenjang dan jalur karier bagi guru. Prabowo-Gibran berjanji menaikkan gaji bagi guru ASN. Ganjar-Mahfud MD berjanji menyejahterakan guru. 

Dari konsentrasi agenda ketiganya itu, saya menangkap masalah kesejahteraan guru hanya dilihat dari aspek material: upah layak, mengangkat guru honorer menjadi aparatur sipil negara.

Padahal, kesejahteraan guru bukan terkait gaji semata. 

Kesejahteraan guru, sebagaimana dikatakan Winarno Surakhmad dalam Pendidikan Nasional: Strategi dan Tragedi, “tak hanya berkaitan dengan material, melainkan juga immaterial.”

Hal-hal yang non-fisik atau immaterial yang disebutkan Winarno termasuk jaminan akan keselamatan dan kenyamanan, beban kerja yang tak berlebihan serta waktu kerja yang layak. 

Tingginya gaji tidak akan berarti apabila hal-hal itu belum terwujud dalam keseharian guru.

Saya mencoba berkaca dari Timothy D. Walker lewat bukunya Teach Like Finland. 

Timothy, seorang guru di Finlandia di Eropa Utara, mengungkapkan salah satu keunggulan pendidikan di negaranya adalah terpenuhinya kesejahteraan para guru [dan siswa]. 

Di Finlandia, tulis Timothy, guru memiliki waktu kerja yang tidak menguras tenaga dan emosi. Selain itu, rata-rata guru di Finlandia bekerja kurang dari enam jam sehari.

Bagaimana dengan guru di Indonesia?

Di sini, guru dituntut dapat memenuhi jam belajar-mengajar hingga 24 jam dalam lima hari selama sepekan.

Ironisnya, jam kerja hanya dihitung berdasarkan waktu tatap muka bersama murid di kelas. 

Berjam-jam mengurus pekerjaan rumah murid atau berdinas di luar sekolah tak dihitung sebagai beban kerja.

Ketika kami mengurus administrasi pembelajaran, itu juga tak dihitung sedang bekerja. Berinteraksi dengan murid yang memiliki karakter beragam di luar kelas juga tak dianggap tengah bekerja.

Politisasi Guru

Dalam menjalankan tugas keguruan, persoalan lain yang kami alami kerap menjadi objek politisasi. 

Guru acapkali ‘ditarik’ dalam kegiatan politik. Politisasi guru terjadi ketika desentralisasi pendidikan diberlakukan sebagai salah satu agenda reformasi.

Dalam desentralisasi, tata kelola pendidikan, termasuk kewenangan mengelola guru diserahkan kepada pemerintah daerah. Dengan kewenangan itu, pemimpin daerah berkuasa penuh atas guru.

Penguasa juga sering memanfaatkan guru untuk kepentingan elektoral dalam pemilu. 

Figur guru yang sangat didengar dan dihargai di kampung-kampung memiliki daya tawar dalam memengaruhi massa pemilih. 

Guru pun tersandera untuk mengamankan kepentingan politik pemimpin lokal. 

Guru yang tidak mengikuti keinginan penguasa berpotensi kehilangan jabatan dan atau dimutasi ke tempat terpencil.

Desentralisasi sejauh ini tidak menghadirkan perubahan dalam dunia pendidikan. Tidak ada inovasi yang dilakukan untuk mendongkrak mutu pendidikan. 

Setelah dua dekade reformasi, mutu pendidikan tetap stagnan.

Tata kelola guru pun masih amburadul. Pengangkatan dan penempatan kepala sekolah selalu mengikuti selera penguasa lokal. 

Perekrutan guru honorer daerah juga tidak melalui proses seleksi yang transparan. Sebaliknya, didasarkan pada keberadaan orang dalam dan kedekatan dengan penguasa.

Distribusi dan pemerataan guru masih menyisakan persoalan yang tidak ditemukan solusinya. Padahal pemerintah daerah punya kewenangan penuh dalam menempatkan guru.

Harapan

Sudah saatnya wacana sentralisasi guru dibincangkan kembali. 

Terdapat beberapa upaya yang menurut saya dapat dilakukan, misalnya kewenangan pengelolaan guru dikembalikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, atau pembetukan badan khusus yang menangani guru dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Akhirnya, sebagai guru, saya berharap siapa pun presiden terpilih nanti, harus serius menyelesaikan persoalan guru. 

Bila kita ingin kualitas pendidikan kita menjadi lebih baik, persoalan serius yang segera dibenahi adalah masalah guru.

Dengan membereskan persoalan guru, separuh dari masalah pendidikan akan teratasi.

Gerardus Kuma merupakan guru di SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, Flores Timur

Editor: Anastasia Ika

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Artikel Terbaru

Baca Juga Artikel Lainnya