Menyiasati Tantangan Penerapan Kurikulum Merdeka di NTT

Tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur pendidikan di NTT, terutama di daerah pedesaan, menjadi hambatan dalam implementasi Kurikulum Merdeka yang mengandalkan teknologi dan akses informasi yang memadai.

Sejak pertama kali dikumandangkan, Kurikulum Merdeka telah menjadi perdebatan yang hangat dalam konteks pendidikan di Indonesia. 

Kini, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi No. 12 Tahun 2024, Kurikulum Merdeka telah resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh satuan pendidikan di Indonesia. 

Konsepnya, yang menekankan pada kebebasan dan kreativitas, telah menimbulkan berbagai polemik terutama dalam implementasinya di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur [NTT]. 

NTT, dengan keanekaragaman budaya dan geografisnya, menawarkan tantangan unik dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Namun, juga terbuka peluang untuk penyesuaian dan inovasi yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan lokal.

Harapan pemerintah dengan adanya Kurikulum Merdeka adalah para siswa dapat lebih mandiri dalam belajar, memiliki keterampilan yang relevan dengan tuntutan zaman, serta mampu bersaing secara global. 

Tetapi apakah Kurikulum Merdeka ini dapat diadaptasikan secara menyeluruh di daerah-daerah terpencil seperti NTT? 

Tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur pendidikan di NTT, terutama di daerah pedesaan, menjadi hambatan dalam implementasi Kurikulum Merdeka yang mengandalkan teknologi dan akses informasi yang memadai.

Selain itu, keberagaman geografis dan budaya menimbulkan kebutuhan pendidikan yang beragam, yang mungkin sulit disesuaikan dengan satu kurikulum nasional. 

Pertanyaan tentang sejauh mana Kurikulum Merdeka dapat relevan dengan kebutuhan dan realitas lokal di NTT masih menjadi perdebatan yang belum terselesaikan.

Ketidakpastian dalam implementasi Kurikulum Merdeka dapat memperburuk ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara sekolah-sekolah yang memiliki sumber daya yang cukup dan yang kurang.

Meskipun implementasi Kurikulum Merdeka terutama di daerah 3T masih terus diupayakan dan diberi kelonggaran waktu, sebenarnya banyak sekali manfaat positif dari Kurikulum Merdeka ini.

Menurut Manajemen Kinerja Guru Dalam Konteks Kurikulum Merdeka,  adopsi Kurikulum Merdeka yang mengimplikasikan perubahan mendasar dalam praktik pengajaran, menuntut guru untuk melakukan transisi dari model pengajaran tradisional yang berpusat pada guru menuju pendekatan yang lebih kolaboratif dan berorientasi pada siswa.

Aspek ini mencerminkan pemahaman bahwa pendidikan bukanlah proses satu arah, tetapi merupakan kolaborasi aktif antara guru, siswa, dan komunitas. Ini dapat merangsang kreativitas dan inovasi di antara siswa serta mengembangkan potensi individual mereka.

Kurikulum Merdeka, dengan fokusnya pada keterampilan abad ke-21, dapat membantu siswa untuk lebih siap menghadapi tantangan global dan mengikuti perkembangan zaman.

Upaya Mengatasi Polemik dan Tantangan

Berikut adalah beberapa upaya untuk menyikapi tantangan dalam implementasi Kurikulum Merdeka:

  • Penguatan Sumber Daya Manusia: Pemerintah perlu memberikan pelatihan dan bimbingan kepada guru dan tenaga pendidik untuk memperkuat kemampuan mereka dalam menerapkan Kurikulum Merdeka.
  • Adaptasi Kurikulum terhadap Kondisi Lokal: Pengembangan kurikulum yang lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan lokal di NTT menjadi penting untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya.
  • Meningkatkan Keterlibatan Stakeholder: Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk guru, orang tua, komunitas lokal, dan pemerintah, diperlukan dalam mengatasi tantangan dan memastikan keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka di NTT.
  • Memanfaatkan Platform Pendidikan Gratis Pendukung Kurikulum Merdeka: Selain Platform Merdeka Mengajar, banyak sekali platform pendidikan yang menyediakan paket bahan ajar Kurikulum Merdeka secara gratis. Mulai dari contoh asesmen diagnostik sampai dengan Booklet Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila [P5] Kurikulum Merdeka. Dengan memanfaatkan bahan ajar tersebut, guru dan orang tua dapat menjadi lebih mudah mengumpulkan berbagai informasi serta menyiapkan rencana pembelajaran.
  • Menghadapi Tantangan dengan Solusi Terarah: Dengan kesadaran akan tantangan dalam implementasi kurikulum ini, perlu adanya komitmen bersama untuk menemukan solusi yang terarah dan berkelanjutan sesuai konteks di NTT.

Kristiani Utomo adalah seorang sarjana psikologi yang tertarik dengan dunia pendidikan.

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Artikel Terbaru

Baca Juga Artikel Lainnya