Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek

Para pelajar di asrama SMAS St. Klaus Kuwu menggelar diskusi akademik pada 17 Maret yang menyoroti pengaruh globalisasi terhadap budaya lokal Manggarai.

Kegiatan ini merupakan aplikasi praktis dari lima aspek pendampingan asrama, khususnya di bidang intelektual. 

Digelar kelompok tulis dan diskusi “Pijar Asaku,” diskusi yang berlangsung di aula asrama putri pada pukul 09.00-10.45 Wita ini mengangkat tema “Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Lokal Manggarai.” 

Pijar Asaku merupakan akronim dari Pikiran Tajam dan Cerdas Asrama SMAS St. Klaus Kuwu. Kelompok ini ini menjadi wadah aktivitas menulis dan diskusi kristis untuk penghuni asrama.

Melalui kelompok ini juga penghuni asrama dilatih untuk mengasah keterampilan public speaking serta berdiskusi dengan kritis dan santun. 

Pemateri dalam diskusi ini adalah gabungan dari kelas Xl dan Xll. 

Dalam presentasinya, mereka menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek. 

Mereka menyinggung dampak globalisasi dalam bidang seni, baik tari maupun musik, aspek tata krama dan sopan santun serta adat Manggarai.

Para pemateri juga menyinggung perkembangan teknologi yang bersifat eksponensial, baik teknologi komunikasi maupun transportasi.

Menanggapi fenomena ini, di akhir diskusi, pendamping asrama Ancik Sabar mengajak peserta menjadi generasi milenial yang melek budaya. 

“Kita mesti menjadi generasi Z yang tangguh dan kritis terhadap pengaruh budaya asing,” katanya.

“Kegiatan diskusi ini adalah salah satu langkah praktis yang dapat kita buat untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal kita,” tambahnya.

Kepala SMAS St. Klaus Kuwu, Romo Valerianus Paulus Jempau menekankan pentingnya melestarikan budaya lokal.

Salah satunya, kata dia, adalah Bahasa Manggarai.

Pemateri berpose bersama Kepala SMAS St. Klaus Kuwu, Valerianus Paulus Jempau (ujung kiri). (Dokumentasi SMAS St. Klaus Kuwu)

“Melestarikan Bahasa Manggarai bukan berarti kita selalu menggunakan Bahasa Manggarai, tetapi tetap terbuka untuk belajar Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris,” kata Romo Leri, sapaannya.

Kegiatan ini dihadiri oleh siswa-siswi SMAS St. Klaus beserta para pendamping asrama.

Ditulis oleh guru SMAS St. Klaus Kuwu

Editor: Herry Kabut

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Artikel Terbaru

Baca Juga Artikel Lainnya