SMP di Manggarai Manfaatkan Lahan Tidur untuk Kebun Hortikultura

Sekolah akan membentuk kelompok tani sehingga bisa mengajukan proposal pengadaan benih dan peralatan kerja kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

Salah satu SMP di Kabupaten Manggarai memanfaatkan lahan tidur untuk kebun hortikultura, bagian dari upaya mendukung program ketahanan pangan pemerintah daerah.

Inisiatif SMP Negeri 14 Satarmese tersebut merupakan implementasi green school atau sekolah hijau, program strategis Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk mendukung ketahanan pangan.

Kepala SMP Negeri 14, Maksimus Edon berkata, program tersebut mewajibkan setiap satuan pendidikan — mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga SMP — untuk mendata aset dan memanfaatkan lahan untuk berbagai macam tanaman hortikultura.

Program tersebut digagas Dinas Pendidikan, Pemuda dan olahraga pada Maret tahun ini dan telah disosialisasikan ke berbagai sekolah oleh pengawas sekolah. 

Maksimus berkata, pihaknya merespons program tersebut dengan menanam kacang tanah dan jagung di atas lahan 25×50 meter persegi pada akhir Mei.

Panen perdana telah berlangsung pada 29-30 Agustus bersama dengan Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Satarmese.

“Ini adalah buah dari kolaborasi yang nyata antara para guru dan peserta didik,” katanya. 

Maksimus berkata, pengelolaan kebun telah masuk dalam rencana kerja tahunan sekolah sejak tahun lalu.

Setelah berdiskusi dan menganalisis aset dan potensi yang ada di sekolah, “kami membentuk tim untuk merumuskan program strategis sekolah, baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang.”

Ia menyebut pengelolaan kebun hortikultura juga merupakan kelanjutan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang dilaksanakan pada awal tahun lalu.

Kala itu, “kami menanam cabe keriting, terong dan kacang panjang.”

Pada awal program tersebut, kata dia, para guru dan peserta didik mengerjakan berbagai hal secara bersama-sama, mulai dari pembukaan lahan, persemaian benih, perawatan hingga panen. 

“Sebelumnya, kebun sekolah belum pernah diolah dan hanya ditumbuhi pohon mete yang umurnya sudah tua,” katanya.

Para peserta didik dan guru SMP Negeri 14 Satarmese saat memanen kacang tanah. (Dokumentasi Maksimus Edon)

Maksimus mengaku sengaja mengundang BPP Kecamatan Satarmese dalam panen perdana tersebut supaya “mereka bisa melihat lahan dan hasil yang kami tanam” serta “membangun kolaborasi lintas sektor.” 

Sejak tahun lalu, kata dia, pengelolaan kebun hanya bermodalkan pemahaman dan pengalaman para guru dalam menanam dan merawat tanaman.

Karena itu, masukan dan pendampingan BPP dapat meningkatkan pemahaman warga sekolah dalam bidang pertanian.

“Dengan kehadiran tim teknis, kami ingin menjadikan program green school sebagai salah satu program prioritas sekolah,” katanya. 

Kepala BPP Kecamatan Satarmese, Belasius Badur berterima kasih kepada Maksimus yang telah “memberi kesempatan kepada kami untuk memberi perhatian khusus kepada SMP Negeri 14 Satarmese.” 

“Kami sangat mendukung program ini dan akan mendorong kaum muda untuk bergerak dalam sektor pertanian,” katanya.

Ia berjanji para penyuluh akan membantu pendampingan teknis dan menyediakan benih.  

Ia menyarankan agar SMP Negeri 14 mengusulkan pembentukan kelompok tani kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sehingga setiap tahun mendapat bantuan benih dan peralatan kerja.

Selain itu, ia menyarankan tanaman hortikultura dan tanaman jangka panjang ditanam di lokasi yang berbeda sehingga pengolahan lahan lebih efektif dan hasil panen meningkat. 

“Setelah panen ini, seluruh tim yang ada di kantor, baik penyuluh maupun para pelajar SMK yang sedang magang akan datang kembali di sekolah ini untuk memfasilitasi pengolahan lahan, pembuatan bedeng, persemaian benih dan menata lahan ini secara maksimal,” katanya. 

“Kami juga akan menyerahkan benih cabe rawit, pepaya California dan alat-alat pertanian,” tambahnya.

Belasius mengaku selama program green school bergulir, “hanya sekolah ini yang berkomunikasi dan berdiskusi dengan kami.” 

Ia berharap SMP Negeri 14 bisa menjadi contoh bagi sekolah lain dalam menjalankan program pemerintah daerah. 

Kepala SMP Negeri 14 Satarmese, Maksimus Edon (kaos merah) saat berdiskusi dengan tim dari Badan Penyuluh Pertanian. (Dokumentasi Maksimus Edon)

“Saran dari BPP sangat membuka wawasan kami,” kata Ferdinandus Leho, Wakil Kepala Sekolah yang menangani Bidang Kesiswaan.

Ia berkata, green school bukan lagi hanya sekadar bagian dari kegiatan P5, tetapi merupakan program jangka panjang sekolah.

Program tersebut akan diintegrasikan ke dalam kurikulum, khususnya pada P5 dengan tema Kewirausahaan dan Gaya Hidup Berkelanjutan.

Dengan sinergi yang kuat antara semangat warga sekolah dan keahlian teknis BPP, ia berharap program itu bisa berevolusi dari sekadar pemanfaatan lahan menjadi gerakan pendidikan komprehensif untuk ketahanan pangan dan kemandirian generasi muda.

“Kolaborasi ini diharapkan dapat mengubah kebun sekolah menjadi sebuah laboratorium alam dan pusat pembelajaran agrikultur modern bagi para guru dan siswa,” katanya.

“Kami segera membentuk kelompok tani agar anak-anak belajar berorganisasi dan sekolah kami memiliki akses yang lebih luas terhadap program pemerintah,” tambahnya.

Editor: Herry Kabut

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Silahkan gabung juga di Grup WhatsApp KoLiterAksi, tempat kami berbagi informasi-informasi terbaru. Kawan-kawan bisa langsung klik di sini.

Artikel Terbaru

Banyak Dibaca

Baca Juga Artikel Lainnya