Tak Berhenti Mengasah Diri Meski Berkali-kali Pupus Jadi Juara, Kisah Siswa di Flores Timur yang Memenangi Lomba Pidato Tingkat Provinsi

Dikenal pendiam, Hilarius Ola Muda rupanya memendam bakat sebagai orator. Ia menjadi juara dalam lomba pidato tingkat provinsi

“Don’t judge a book by its cover”, bunyi suatu adagium: “Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya.”

Apa yang tergambar pada sampul belum tentu mewakili isi bukunya. Begitu juga saat menilai seseorang: penampilan tak selamanya menggambarkan karakternya. 

Metafora itu pula yang saya temukan pada diri Hilarius Ola Muda, seorang siswa yang pernah belajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri [SMPN] 3 Wulanggitang, Flores Timur. 

Ari, begitu ia biasa disapa teman-temannya, memiliki pembawaan yang tenang dan cenderung pendiam.

Ia hanya akan berbicara ketika ditanyai pendapatnya. Pokoknya sebatas hal-hal yang penting saja. Sekali bicara pun tak pernah berapi-api. Seadanya saja.

Bagi orang yang hanya sepintas mengenalnya, mungkin akan sulit percaya kalau Ari fasih berbicara di depan publik [public speaking]

Ari mulai bersekolah di SMPN 3 Wulanggitang pada Juli 2020, setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Katolik Watobuku, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur.

Potensi public speaking Ari mulai tampak pada 19 Desember 2020. Saat itu Spentig Hewa–sebutan bagi SMPN 3 Wulanggitang–mengadakan seleksi peserta pidato, yang akan mewakili sekolah dalam lomba pidato tingkat SMP/MTs skala provinsi.

Sebagai salah satu peserta seleksi, Ari tampil percaya diri dan tak gentar meruntun kata, yang membuat pemirsanya terpukau. 

Tanpa ragu, guru-guru SMPN 3 Wulanggitang memilih Ari, bersama siswi kelas IX bernama Lusia Mone Sage, maju mewakili sekolah.

Sebetulnya Ari tak sepasif itu. Ia beberapa kali mengikuti perlombaan saat SD. Misalnya lomba matematika dan ilmu pengetahuan alam, serta catur. 

Rupanya dalam diam, Ari memendam mimpi untuk bisa meraih juara dalam setiap perlombaan yang diikuti. “Tetapi waktu itu saya tak pernah sekalipun menjadi juara,” kata Ari.

Kendati pupus jadi juara, ia tak lantas kecil hati. Sebaliknya, Ari terus berusaha mengasah diri. 

“Kegagalan justru membuat saya lebih tekun berlatih,” katanya.

Penantian Panjang

Terpilih sebagai wakil Spentig Hewa dalam lomba pidato tingkat provinsi menjadi salah satu tonggak penting bagi Ari, yang telah lama memimpikan menjadi juara. 

Sebagai  pendampingnya saat lomba itu, saya melihat dan merasakan sendiri keuletan Ari yang tak juga runtuh meski sedang diterpa pandemi Covid-19. 

Saat itu pembatasan sosial diberlakukan di mana-mana, dan Ari tetap konsisten menempuh jarak empat kilometer antara rumah dan sekolah untuk berlatih.

Selagi teman-temannya berada di rumah untuk menikmati liburan semester ganjil, ia menghafal teks pidato, pelafalan, gerak dan teknik penjiwaan. 

Sementara, batas waktu pengiriman video peserta lomba hanya berselisih 10 hari sejak pengumuman hasil seleksi tingkat sekolah. Ari, yang menyadari waktunya cukup mepet, lalu kembali berlatih di rumah, sepulangnya dari sekolah yang sepi.

Kepada saya, ia bercerita dirinya bahkan kerap berlatih hingga larut malam. 

Ia menekuni setiap proses dan menuai buahnya. 

Spentig Hewa mendapat surat undangan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Flores Timur. 

Dalam surat disebutkan, semua peserta yang masuk nominasi juara tiga besar untuk setiap kategori perlombaan diundang menghadiri acara pengumuman pemenang dan pembagian hadiah.

Ari merupakan seorang nominator di antaranya. Saya menemaninya menghadiri undangan itu, yang terselenggara di aula Kantor Kementerian Agama Flores Timur pada 5 Januari 2021. 

Lalu tibalah waktu pengumuman para juara. Ketika akhirnya nama Ari disebut sebagai juara pertama, saya melihatnya sambil meneteskan air mata. Tentu, air mata kebahagiaan.

Pidatonya yang berjudul “Quo Vadis Peran Siswa Dalam Menjaga Kerukunan Hidup Bangsa” berhasil menyisihkan 29 peserta lain dari berbagai kabupaten di Nusa Tenggara Timur.

Ia menerima hadiah berupa piagam, trofi dan sejumlah uang pengembangan diri, kado yang baginya tak bisa menandingi senyum pada wajah kedua orang tuanya. 

Hilarius Ola Muda bersama pemenang dua dan tiga, didampingi Kepala Kantor Agama Kabupaten Flotres Timur, Martinus Tupen Payon – kini sudah pensiun. Foto diambil pada 2021. (Dokumentasi SMP 3 Wulanggitang)

Suatu kali ia pernah bilang ke saya, “menjadi yang terbaik dalam setiap perlombaan adalah untuk membahagiakan bapa dan mama.”

Ari merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya bekerja di Papua sejak tiga tahun silam, mengajak serta kakak sulung Ari. Kakak tengahnya bersekolah di Larantuka, Flores Timur. Sehari-hari Ari tinggal bersama ibunya.

“Wajah bapa selalu melintas setiap saya ikut perlombaan,” kata Ari suatu kali kepada saya. Ingatan akan ayah yang jauh merantau demi dirinya dapat bersekolah itu turut memotivasinya dalam setiap perlombaan.

Bagi Ari, “keberhasilan adalah milik mereka yang berani menantang kendala. Jangan menyerah sebelum berusaha.”

Kini, Ari telah melanjutkan pendidikan SMA di Seminari San Dominggo, Hokeng, usai tamat dari SMP 3 Wulanggitang pada tahun lalu.

Teruslah berjuang, orator cilik. Wujudkan mimpimu sampai kapan pun.

Tulisan ini diolah dari naskah lomba menulis feature untuk guru se-NTT menyongsong Hardiknas tahun 2021, yang diselenggarakan oleh PGRI Kabupaten Flores Timur. Tulisan ini mendapat peringkat ketiga.

Editor: Anastasia Ika

Artikel ini terbit di halaman khusus KoLiterAksi. Jika Anda adalah pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat umum dan tertarik menulis di sini, silahkan kirimi kami artikel. Ketentuannya bisa dicek dengan klik di sini!

Artikel Terbaru

Baca Juga Artikel Lainnya